I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah merupakan hasil sisa dari sebuah proses yang tidak dapat digunakan kembali, apabila limbah ini terlalu banyak dilingkungan maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan berdampak pada kesehatan dari masyarakat sekitar. Limbah dibagi menjadi dua bagian sumber yaitu limbah yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan limbah yang berasal dari non-domestik (pabrik, industri dan limbah pertanian). Bahan-bahan yang termasuk dari limbah harus memiliki karakteristik diantaranya adalah mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif dan lain-lain. Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menurunkan kulitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.
Kandungan mikroorganisme dalam air limbah sangat berbeda tergantung pada lokasi dan waktu, sehingga kebersihan dan kontaminasi air limbah sangat erat dengan lingkungan sekitar. Untuk mempertahankan hidupnya, mikroorganisme melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi ini dapat terjadi secara cepat dan bersifat sementara, ada juga yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi bentuk morfologi dan fisiologi secara turun temurun. Oleh karena itu, dalam pembuangan limbah baik yang domestik maupun yang non-domestik di daerah pemukiman sebaiknya dilakukan penataan ulang lokasi pembuangan limbah, agar aliran limbah dari masing-masing pemukiman penduduk dapat terkoordinasi dengan baik, dan tidak menimbulkan penyakit yang meresahkan kehidupan penduduk sekitar.
Salah satu industri yang erat hubungannya dengan masalah lingkungan adalah industri karet. Kebutuhan bahan baku karet tersebut dipenuhi oleh petani karet berupa bahan olah karet berbentuk kepingan atau batangan balok, dari proses pengolahan karet tersebut menghasilkan limbah cair yang banyak mengandung senyawa organik. Pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah karet perlu mendapat perhatian yang serius untuk dipelajari dan diteliti agar tingkat pencemaran limbah yang dibuang keperairan berada dibawah baku mutu lingkungan (BML) yang telah ditetapkan. Hal ini memerlukan penanganan yang terpadu antara pihak pemerintah, industri dan masyarakat, juga diperlukan teknologi pengolahan limbah karet yang murah dan mudah dalam penanganannya, seperti melalui proses aerasi dan koagulasi.
Produksi Bersih (Cleaner Production) merupakan suatu strategi untuk menghindari timbulnya pencemaran industri melalui pengurangan timbulan limbah (waste generation) pada setiap tahap dari proses produksi untuk meminimalkan atau mengeliminasi limbah sebelum segala jenis potensi pencemaran terbentuk. Istilah-istilah seperti Pencegaha Pencemaran (Pollution Prevention), Pengurangan pada sumber (Source Reduction), dan Minimasi Limbah (Waste Minimization) sering disertakan dengan istilah Produksi Bersih (Cleaner Production). Cleaner Production berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah. Dimana limbah merupakan salah satu indikator inefisiensi, karena itu usaha pencegahan tersebut harus dilakukan mulai dari awal (Waste avoidance), pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang (recycle). Keberhasilan upaya ini akan menghasilkan pebghematan (saving) yang luar biasa karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini menjadi sumber pendapatan (revenue generator).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu limbah karet?
2. Bagaimana karakteristik dari limbah karet?
3. Bagaimana penanganan limbah karet yang terdapat pada PTP XII?
4. Apa dampak limbah karet bagi lingkungan dan biota air?
5. Apa rekomendasi yang anda terapkan untuk menangani limbah karet?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang limbah karet dan karakteristik dari limbah karet.
2. Untuk mengetahui penanganan yang dilakukan oleh PTP XII terhadap limbah karet.
3. Untuk mengetahui dampak limbah karet bagi lingkungan dan biota air.
4. Merekomendasikan dalam penanganan limbah karet agar tidak membahayakan bagi lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion. Pada masa Perang Dunia II, sumber-sumber ini dipakai untuk mengisi kekosongan pasokan karet dari para. Sekarang, getah perca dipakai dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan lateks sawo manila biasa dipakai untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi secara sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan. Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun dari 5000 hingga 10.000 satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga ikatan pertama bersifat trans dan selanjutnya cis. Senyawa ini terkandung pada lateks pohon penghasilnya. Pada suhu normal, karet tidak berbentuk (amorf). Pada suhu rendah ia akan mengkristal. Dengan meningkatnya suhu, karet akan mengembang, searah dengan sumbu panjangnya. Penurunan suhu akan mengembalikan keadaan mengembang ini. Inilah al asan mengapa karet bersifat elastik (Dwi, 2003).
Untuk dapat meningkatkan perekonomian secara nasional, pemerintah saat ini sedang menggalakkan pembangunan industri kecil dan menengah, industri itu sendiri mempunyai hubungan erat dengan masalah lingkungan. Salah satu industri yang erat hubungannya dengan masalah lingkungan adalah industri karet. Kebutuhan bahan baku karet tersebut dipenuhi oleh petani karet berupa bahan olah karet berbentuk kepingan atau bentuk balok, dari proses pengolahan karet ini dihasilkan limbah cair yang banyak mengandung senyawa organik. Pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah pabrik karet perlu mendapat perhatian yang serius untuk dipelajari dan teliti agar tingkat pencemaran limbah yang dibuang ke perairan berada di bawah baku mutu lingkungan (BML) yang ditetapkan, hal ini memerlukan penanganan yang terpadu antara pihak pemerintah, industri dan masyarakat, juga doperlukan teknologi pengolahan limbah karet yang murah dan mudah penanganannya, seperti melalui proses aerasi dan koagulasi (Lelawati, 2008).
Konsumsi karet dunia diperkirakan akan meningkat terus karena sifat karet alam yang belum dapat digantikan oleh karet sintetis sehingga produk akhir tertentu masih sangat tergantung dari karet alam. Namun demikian, industri karet menimbulkan masalah lingkungan akibat limbah cairnya. Lateks kebun mengandung 25-40% bahan mentah yang mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein,1-2% asam lemak, 0,2% gula, 0,5% garam Na, Mg, K, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe dan 60-70% serum yang terdiri dari air dan zat terlarut. Sedangkan amonia yang digunakan untuk pengawetan lateks setelah disadap adalah sebanyak 5-10 ml larutan amonia 2-2,5% perliter lateks berdasarkan sifat dari lateks kebun dan proses pengolahan yang dilakukan maka diduga limbah cair yang dihasilkan dari pabrik karet alam mengandung senyawa nitrogen yang berasal dari protein, nitrogen, amonia dan fosfat. Hal yang perlu diperhatikan adalah volume limbah cair pabrik karet yang dihasilkan cukup besar yaitu sebanyak 25 m3/ton karet kering (Dirjen Perkebunan, 1991).
Penanganan limbah cair pabrik pengolahan karet alam di Indonesia umumnya menggunakan kolam anaerobik dan fakultatif yang belum memadai untuk menurunkan tingkat pencemaran limbah, karena hanya menurunkan kandungan karbon saja sedangkan senyawa nitrogen dan fosfor masih relatif tinggi. Selain itu, limbah cair pabrik karet di Indonesia pada umumnya belum menggunakan proses deamonifikasi untuk menghilangkan nitrogen amonia, sehingga kandungan amonium limbah yang telah diolah masih relatif tinggi. Kandungan senyawa fosfor dalam bentuk ortofosfat dapat meningkatkan karena pada proses anaerobik secara biologis menyebabkan terjadi proses pelepasan ortofosfat ke dalam cairan oleh mikroorganisme. Senyawa nitrogen nitrat dan otrofosfat pada pada limbah cair menimbulkan dampak berupa pengkayaan badan air (eutrofikasi) yang ditandai dengan pertumbuhan ganggang secara pesat, rendahnya oksigen terlarut pada sistem perairan tersebut, selain itu nitrat dapat menyebabkan gangguan pada balita (Blue babbies), sedangkan nitrogen dalam bentuk amonia bersifat racun terhadap mamalia dengan konsentrasi 0,2 mg/l dan juga berbahaya terhadap berbagai jenisn organisme akuatik (Tanto, 2003).
Kondisi sungai yang tercemari olah limbah karet pada parameter BOD pada tingkat tercemar sedang, sedangkan pada parameter lain (suhu, pH, Kecerahan, DO, COD) mendekati nilai ideal untuk kegiatan perikanan, maka perlu adanya perhatian dari pemerintah Kabupaten dan Instansi terkait untuk melakukan kajian khusus yaitu pengelolaan termasuk didalamnya perbaikan lingkungan perairan, baik yang belum tercemar maupun yang sudah tercemar sehingga fungsi dan peruntukannya dapat terus terjaga. Namun pada umumnya tanah sekitar aliran yang dialiri limbah cair karet bersifat gembur, dan disana terdapat banyak sekali cacing yang dapat menyuburkan tanah (Redy, 2000).
Produksi Bersih (Cleaner Production) merupakan suatu strategi untuk menghindari timbulnya pencemaran industri melalui pengurangan timbulan limbah (waste generation) pada setiap tahap dari proses produksi untuk meminimalkan atau mengeliminasi limbah sebelum segala jenis potensi pencemaran terbentuk. Istilah-istilah seperti Pencegaha Pencemaran (Pollution Prevention), Pengurangan pada sumber (Source Reduction), dan Minimasi Limbah (Waste Minimization) sering disertakan dengan istilah Produksi Bersih (Cleaner Production) Cleaner Production berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah. Dimana limbah merupakan salah satu indikator inefisiensi, karena itu usaha pencegahan tersebut harus dilakukan mulai dari awal (Waste avoidance), pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang (recycle). Keberhasilan upaya ini akan menghasilkan pebghematan (saving) yang luar biasa karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini menjadi sumber pendapatan (revenue generator) (Intan, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Perkebunan, 1991. “Study of pollution Control Requerements for Existing PTP Palm Oil and Rubber Factories”. Final Report Vol. 1
Dwi, R. 2003. Dasar Perlindungan Lingkungan Terhadap Limbah Karet. Jurnal Perlindungan Lingkungan Vol: 3.
Intan, S. 2001. Penetapan kandungan polutan terhadap lingkungan. Jurnal Lingkungan Vol:2-4
Lelawati, S. 2008. Pengolahan Limbah Karet. Tigaserangkai: Bandung
Redy, P. 2000. Pengantar Lingkungan. Grafindo: Jakarta Utara
Tanto, W. 2003. Kajian Proses Penyisihan Nutrien Dari Limbah Cair Pabrik Karet Menggunakan Reaktor Tiga Tahap. Jurnal Manajemen dan Kualitas Lingkungan Vol: 1
No comments:
Post a Comment