Thursday, February 16, 2012

Kompos

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Semua proses kehidupan pasti menghasilkan sampah. Sampah merupakan sisa bahan yang mengalami perlakuan, baik yang telah diambil bagian utamanya atau pengelolaan karena sudah tidak bermanfaat. Bila ditinjau dari segi ekonomi tidak ada harganya dan dari segi lingkungan menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitarnya. Sampah merupakan salah satu permasalahan utama dalam suatu wilayah. Jumlah sampah di kota-kota besar semakin banyak sedangkan metode pengolahannya belum cukup optimum dalam mengatasi laju pertambahan sampah. Dengan meningkatnya tumpukkan sampah di berbagai wilayah tersebut, maka perlu dipikirkan solusi cara penanganannya seperti dapat menjadikan sampah memiliki nilai tambah yang bermanfaat. Nilai tambah ini bukan hanya untuk memperlambat laju eksploitasi sumber daya alam, seperti lewat konsep Reuse, Recycle, and Recovery, namun juga pemanfaatan sampah dari produk proses pengolahan sampah itu sendiri. Sampah apa pun jenis dan sifatnya, mengandung senyawa kimia yang sangat diperlukan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun yang terpenting, bagaimana kita dapat menggunakan dan memanfaatkan sampah tersebut. Pemanfaatan sampah antara lain sebagai sumber pupuk organik, misalnya kompos yang sangat dibutuhkan oleh petani, selain itu juga berfungsi sebagai sumber humus. Manfaat lain yang bisa diambil dari sampah adalah bahan pembuat biogas.
Kompos merupakan salah satu bahan organik yang mengalami degradasi atau penguraian sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenal bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Manfaat dari pengelolaan sampah organik ini sangat banyak, diantaranya memperbaiki sifatsifat tanah baik sifat fisik, khemis, maupun biologis, mempercepat dan mempermudah penyerapan unsur-unsur kimia oleh tanaman. Untuk membuat kompos yang baik dan proses yang sangat cepat maka diperlukan campuran zat berupa EM-4. EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme bermanfaat dan hidup secara alami serta digunakan sebagai inokulan sehingga terdapat keragaman mikroorganisme tanah.
1.2  Tujuan
Untuk mengetahui pengolahan limbah pertanian menjadi pupuk bokashi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Pada kenyataannya sampah menjadi masalah yang selalu timbul baik di kota besar maupun di daerah-daerah. Beberapa alternatif bagaimana cara memanfaatkan sampah kota, sehingga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi antara lain sampah dapat dimanfaatkan menjadi kompos, biogas (energi alternatif), papan komposit (komposit serbuk kayu plastik daur ulang), bahan baku dalam pembuatan bata (briket), pengisi tanah, penanaman jamur, media produksi vitamin, media produksi Protein Sel Tunggal (PST), dan lain-lain. Berdasarkan beberapa data analisis yang telah dilakukan peneliti, kandungan kimia yang terdapat di dalam sampah sisa tanaman  adalah sebagai berikut :
Kandungan
Prosentase
Air
10 – 60 %
Senyawa Organik
15 – 35 %
Nitrogen
0,4 – 1,2 %
Fosfor
0,2 – 0,6 %
Kalium
0,8 – 1,5 %
Kapur
4 – 7 %
Karbon
12 – 17 %


Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos merupakan biokonversi yang sangat baik dimana sampah yang merupakan masalah dikonversi menjadi pupuk tanaman yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi dimana unsur hara ini merupakan komponen utama metabolisme pada tanaman(Sulistyo,2003)
Keberadaan mikroorganisme di alam mempunyai arti penting dan dampak positif terhadap pencemaran lingkungan. Kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi limbah dan polutan adalah sangat esensial untuk menjaga kualitas dan plingkungan. Keberadaan mikroorganisme tersebut menyebabkan bahan-bahan sisa di lingkungan dapat menghilang atau berubah bentuk. Berdasarkan kemampuan degradatif terhadap bahan organik, beberapa jenis bakteri telah dikomersialisasikan sebagai pupuk biologi atau konsorsia bakteri sebagai inokula penanganan limbah secara aerobik maupun anaerobik antara lain Bacillus megaterium sebagai bakteri pelarut fosfat, Rhizobum melioti dan metanogen sebagai agensia penanganan limbah secara anaerobik dan pembuatan biogas. Penggunaan mikroorganisme untuk penanganan limbah memerlukan berbagai persyaratan yang perlu diperhatikan, antara lain komposisi limbah, teknik atau proses yang dikerjakan (dalam kondisi aerob atau anaerob) dan alat yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lokal. Optimasi aktivitas mikrobia pada dekomposisi sampah mempunyai implikasi ekonomi penting. Sebagai contoh, pemanfaatan gas metana dari lanfill dan digester anaerob dapat merupakan hasil aklhir yang dapat dipasarkan sebagai sumber tenaga. Di dalam pengomposan, hasil dekomposisi oleh mikroorganisme dapat mereduksi volume sampah, dan menghasilkan bahan yang mempunyai nilai ekonomi sebagai bahan pembenam tanah. Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari perombakan sampah oleh mikrobia adalah timbul panas. Panas tersebut dapat menurunkan bahkan membunuh mikrobia patogen(Sutarto,2002)
Berdasar asalnya sampah (padat) dapat digolongkan sebagai :
1. Sampah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan –bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar sampah organik, termasuk sampah organik misalnya : sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun.
2. Sampah anorganik yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya: botol kaca, botol plastik, tas plastik dan kaleng(Djuarmani,2005)
EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme bermanfaat dan hidup
secara alami serta digunakan sebagai inokulan sehingga terdapat keragaman mikroorganisme tanah. Hal ini dapat meningkatkan kualitas tanah, kesehatan tanah, pertumbuhan serta kualitas tanaman. EM-4 sangat efektif untuk menginokulasi sampah seperti sampah organik, untuk mempercepat penguraian sampah organik. Mikroorganisme yang terdapat dalam EM-4 adalah bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan bakteri fotosintesis, mampu bersimbiosis satu dengan yang lain sehingga efektif dalam menguraikan sampah. Akan tetapi harga EM-4 yang cukup mahal merupakan kendala masyarakat yang utama oleh karena itu dicari alternatif penggantinya seperti limbah tomat(Setyowati,2008)
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Kompos akan mengembalikan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur. Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral. Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen) (Hidayatullah,2005)



 Pembahasan
            Pupuk kompos bokashi adalah pupuk organik yang diolah sedemikian rupa dengan melalui proses fermentasi, seteleh bahan-bahan sampah telah menjadi kompos barulah digunakan sebagai pupuk tanaman. Penggunaan pupuk kompos bokashi pada awal pengolahan tanah, dimana petani mencangkul tanah dan meratakan tanah lalu diberengi pemberian pupuk. Pemberian pupuk tidak harus seluruh lahan tanah diberi pupuk, tetapi cukup per/lubang tanaman saja. Hal ini guna penghematan, baik segi biaya maupun tenaga. Keuntungan lain masih banyak lagi yang terkandungan pada zat hara yang terdapat pada pupuk bokashi untuk pertumbuhan tanaman. Proses fermentasi/penghancuran sampah organik dengan bantuan larutan EM (effective Microorganisme), yaitu larutan berisi jasad renik hasil teknologi jepang. EM (Effective Microorganisme) Lactobacillus sp. Streftomyces sp,. Jamur pengurai selulosa, bakteri pelarut fosfat dan ragi.
v Keunggulan pupuk Bokashi
1.    Memperbaiki daya ikat tanah, sehingga struktur tanah menjadi baik.
2.    Memperbaiki struktur tanah berlempung, sehinga tanah berat menjadi lebih ringan, dengan begitu susunan tata udara tanah dan suhu tanah akan lebih stabil.
3.    Memperbaiki kemampuan penyerapan air, sehingga tanah lebih banyak menyediakan kebutuhan air bagi tanaman tersebut.
4.    Meningkatkan pengaruh pemupukan dari pupuk buatan
5.    Memperbesar daya ikat tanah terhadap zat hara, sehingga tidak mudah larut oleh air.
Pupuk bokashi sisi manfaatnya telah teruji dari segi evektivitasnya. Bila kita memberikan pupuk kompos bokashi pada tanaman, satu sampai dua minggu akan tampak tumbuh jamur. Jamur-jamur yang tumbuh jangan dibuang atau di cabut, sebab jamur tsb menandakan proses penyuburan tanah sedang berlangsung. Selain itu kandungan hara dalam Pupuk Bokashi lebih tinggi. Sehingga periode proses tumbuh pada tanaman lebih cepat, pengaruh terhadap tanah sempurna, energi yang hilang rendah dan populasi mikroorganisme dalam tanah lebih sempurna. Perpaduan bahan organik seperti molasse (tetes tebu) larutan gula merah dan kandungan mikroorganisme dalam EM4 melengkapi keunggulan Pupuk Bokashi dan Bokashi jerami sangat baik digunakan untuk melanjutkan proses pelapukan mulsa dan bahan organik lainnya di lahan pertanian. Bokashi jerami juga sesuai untuk diaplikasikan di lahan sawah.
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
1. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis 5 protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
2. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
5. Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
6. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
7. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
8. Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
9. Kandungan bahan berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Selain itu faktor-faktor yang mempengarui keberhasilan pembuatan pupuk bokashi adalah:
1.    Tempat tidak tidak terkena sinar matahari langsung atau terkena hujan
2.    Alas sebaiknya disemen atau diberi ubin
3.    Kondisi tempat cukup lembab
4.    Tempat tidak tergenang
Dari praktikum yang telah dilakukan pada kelompok satu bahan yang digunakan yaitu Jerami pada jerami ini dihasilkan pupuk bokashi yang  bersuhu hangat kuku, tidak berbau, berwarna kecoklatan, memiliki tekstur remah dan masih terdapat serat dari jerami, karena jerami tidak mudah hancur di dalam jerami mengandur selulosa dan lignin yang sulit untuk dirombak oleh bahan seperti EM4 maka dari itu jerami pada kwlompok kami tidak mudah terdekomposisi, sedangkan pada kelompok 2 bahan yang digunakan adalah bahan berupa sayuran, pada kelompok ini menghasilkan suhu  hangat kuku, memiliki bau  sayuran seledri, pada kelompok ini memiliki bau yang menyengat karena seledri di sini memiliki bau yang khas sehingga menyebabkan kompos yang dihasilkan memiliki bau seledri yang menyengat meliki warna kecoklatan, serta memiliki tekstur yang remah, ppada kelompok ini tidak efetif untuk dilakukan pemupukan karena seharusnya pada kelompok dua pupuk bokahsi yang dihasilkann tidak menghasilkan bau sayuran seledri. pada kelompok tiga bahan yang digunakan yaitun jerami dan sayur suhu pada kelompok ini memiliki suhu hangat kuku, tidak berbau, warna coklat kehitaman, masih terdapat serat jerami, da memiliki tektur yang remah, pada kelompok ini cukup efektif untuk diterapkan karena pada kelompok ini sudah tidak menghasilkan bau yang menyengat sehingga dapat digunakan untuk pepmupukan. Pada kelompok empat bahan yang digunakan Kotoran kambing memilki suhu hangat kuku, tidak berbau, warna kecoklatan, remah, bentuk kotoran kambing masih belum berubah. Pada kelompok empat ini sudah berhasil dan untuk diterapkan dilapang sudah cukup efektif karena kotoran –kotoran hewan ini sangat bermanfaat untuk proses petumbuhan tanaman, pada kelompok lima bahan yang digunakan yaitu bahan dari seresar daun kering yang memiliki tekstur hangat kuku, tidak berbau, warna kecoklatan, kurang remah, seresah daun masih belum terdekomposisi seluruhnya, pada kelompok lima ini juga memiliki tingat keberhasilan yang tinggi karena pada waktu melakukan percobaan sudah berhasil dilihat dari hasil pupuk bokashi tidak memilki bau yang menyengat. Karena jika memiliki bau yang menyengat maka dapat dikatakan bahwa pupuk tersebut tidak berhasil, tekstur yang dihasilkan oleh kelompok ini tekstur nya kasar karena daun ini tidak dapat terdekomposis secara sempurna.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimulan bahwa:
1.    Pupuk kompos bokashi adalah pupuk organik yang diolah sedemikian rupa dengan melalui proses fermentasi, seteleh bahan-bahan sampah telah menjadi kompos barulah digunakan sebagai pupuk tanaman
2.    Keunggulan pupuk kompos Bokashi:Memperbaiki daya ikat tanah, sehingga struktur tanah menjadi baik, Meningkatkan pengaruh pemupukan dari pupuk buatan, Memperbesar daya ikat tanah terhadap zat hara, sehingga tidak mudah larut oleh air.
3.    Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:rasio C/N, ukuran partikel, aerasi, porositas, kelembaban (moisture content), temperatur, ph, kandungan hara, kandungan bahan berbahaya
4.    Selain itu faktor-faktor yang mempengarui keberhasilan pembuatan pupuk bokashi adalah: tempat tidak tidak terkena sinar matahari langsung atau terkena hujan, alas sebaiknya disemen atau diberi ubin, kondisi tempat cukup lembab,tempat tidak tergenang.
5.Yangmemilki tingat egagalan yang tinggi yanitu bahan dari sayuran, karena memiliki bau darii daun seledri tersebut.

5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum kali ini asisten lebih memperhatikan prakikan nya dalam pengamatan, serta asisten juga memberi tau hal-hal apa saja yang dapat menyebbkan kegagalan dalam pembuatan pupuk bokashi.
DAFTAR PUSTAKA

Djuarnani, Nan. 2005. “Cara Cepat Membuat Kompos”. PT. Agromedia Pustaka: Jakarta

Hidayatullah, Angga. 2005. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27. No. 6. Bogor: Balai Penelitian tanah

Setyowati, Erva .2008. Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik
dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4. Skripsi . Surakarta.

Slamet, R., Arbianti, dan Daryanto.2005. Pengolahan Limbah Organik (Fenol) Dan Logam Berat (Cr6+ Atau Pt4+) Secara Simultan Dengan Fotokatalis TiO2, ZnO-TiO2, DAN CdS-TiO2. Jurnal Makara, Teknologi, Vol. 9, No. 2, Hal: 66-71. Diakses pada 09 Desesmber 2011.

Sulistyo Putro,H. 2003. Studi Biokonversi Sampah Organik oleh Mikroba Probiotik Menggunakan Model Sampah Organik dalam Reaktor Sederhana. Proseding Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia II. LIPI Jakarta

Soetarto ,Sutariningsih, E. 2002. Penggunaan Mikroorganisme sebagai Agensia Bioremedasi, Sanitasi dan Perombak Limbah. Makalah seminar sosialisasi Fakultas Biologi UGM ke beberapa SMU di Surakarta. Surakarta, 3 Agustus 2002.

No comments:

Post a Comment