BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan kewajiban bersama berbagai pihak baik pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat luas. Hal ini menjadi lebih penting lagi mengingat Indonesia sebagai negara yang perkembangan industrinya cukup tinggi dan saat ini dapat dikategorikan sebagai negara semi industri (semi industrialized country). Sebagaimana lazimnya negara yang masih berstatus semi industri, target yang lebih diutamakan adalah peningkatan pertumbuhan output, sementara perhatian terhadap eksternalitas negatif dari pertumbuhan industri tersebut sangat kurang. Beberapa kasus pencemaran terhadap lingkungan telah menjadi topik hangat di berbagai media masa, misalnya pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi Utara yang berdampak terhadap timbulnya bermacam penyakit yang menyerang penduduk yang tinggal di sekitar teluk tersebut.
Gula merupakan salah satu bahan pokok masyarakat Indonesia, serta sumber kalori yang relatif murah dan dapat dikonsumsi secara langsung. Tebu sebagai sumber terbesar gula pada famili Gramineae dibudidayakan secara intensif di daerah dengan iklim tropis. Kebutuhan gula terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan, gaya hidup dan industri pangan serta bioenergy yang menjadikan gula sebagai bahan baku.
Indonesia mengalami peningkatan produksi gula pada tahun 2008. Produksi gula pada tahun 2007 sebesar 2.6 juta ton, jadi peningkatan produksi sebesar 0.1 juta ton. Peningkatan produksi tersebut lebih disebabkan karena peningkatan luas panen yang terjadi sejak kebijakan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) pada tahun 1975, tetapi produktivitas cenderung menurun. Penurunan ini disebabkan karena beralihnya budidaya tebu dari lahan sawah beririgasi menjadi lahan sawah tadah hujan, tegalan dan marjinal. Hal tersebut juga disebabkan dengan adanya kebijaksanaan pemerintah mengenai penggunaan lahan sawah yang diutamakan sebagai penyangga produksi beras, untuk mencapai swasembada beras nasional.
Peningkatan produksi dengan masukan bahan kimia yang rendah, seperti pemupukan dan aplikasi herbisida, sangat diperlukan karena sejak tahun 1980 kegiatan pertanian untuk produksi pangan yang tidak terkontrol menjadi penyebab pencemaran lingkungan. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka masalah besar yang dihadapi dalam pertanian adalah peningkatan produksi di satu sisi dan pengurangan dampak lingkungan di sisi lain.
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui cara pengelolaan limbah pabrik tebu yang ramah lingkungan.
2. Agar mahasiswa mengetahui dampak yang terjadi jika tidak melakukan pengolahan limbah dengan ramah lingkungan.
3. Agar mahasiswa mengetahui proses pengolahan tebu hingga menjadi gula.
BAB 2. TINJUAN PUSTAKA
Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll Sumber-sumber dari limbah padat sendiri meliputi seperti pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging. Secara garis besar limbah padat terdiri dari :
1) Limbah padat yang mudah terbakar.
2) Limbah padat yang sukar terbakar.
3) Limbah padat yang mudah membusuk.
4) Limbah yang dapat di daur ulang.
5) Limbah radioaktif.
6) Bongkaran bangunan.
7) Lumpur
Limbah pasti akan berdampak negatif pada lingkungan hidup jika tidak ada pengolahan yang baik dan benar, dengan adanya limbah padat didalam linkungan hidup maka dapat menimbulkan pencemaran seperti :
1) Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2S), amoniak (NH3), methan (CH4), C02 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan membusuk dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau, terjadi proses pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana aerob/anaerob.
2) Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, dalam sampah yang ditumpuk, akan terjadi reaksi kimia seperti gas H2S, NH3 dan methane yang jika melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2S 50 ppm dapat mengakibatkan mabuk dan pusing.
3) Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam perairan atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air menjadi keruh dan rasa dari air pun berubah.
4) Kerusakan permukaan tanah.
Dari sebagian dampak-dampak limbah padat diatas, ada beberapa dampak
limbah yang lainnya yang ditinjau dari aspek yang berbeda secara umum. Dampak
limbah secara umum di tinjau dari dampak terhadap kesehatan dan terhadap lingkungan adalah sebgai berikut :
1. Dampak Terhadap Kesehatan
Dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau menimbulkan panyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
a) Penyakit diare dan tikus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.
b) Penyakit kulit misalnya kudis dan kurap.
2. Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan dari limbah – limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya sehingga mengandung virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tanggake sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga dapat meresahkan para penduduk (Anwar, 2001)
Untuk memproduksi gula terdapat bahan - bahan yang dibutuhkan antara lain:
1. Bahan Baku
Bahan baku adalah semua bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam proses produksi, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase terbesar dibandingkan dengan bahan lainnya. Adapun bahan baku yang digunakan untuk proses produksi yang terdapat di Pabrik gula Kwala Madu adalah tebu. Tebu yang akan dipanen mempunyai rendemen (kadar gula) rata-rata 6,5 – 7 %. Pemanenan tebu dilakukan antara 10 – 12 bulan sejak ditanam, dimana sebelumnya diperiksa terlebih dahulu dengan mengambil sepuluh batang tebu secara acak sebagai contoh. Tebu yang baik untuk dijadikan bahan baku pembuatan gula adalah tebu yang matang, dimana kandungan gula dalam batangnya adalah sama. kadar gula dalam tebu dipengaruhi oleh faktor intern yaitu varietas tebu dan faktor ekstern adalah iklim tanah, serta perawatan/pemeliharaan. Faktor yang paling nyata mempengaruhi kadar kandungan gula adalah iklim, karena itu panen dilakukan saat curah hujan sedikit yaitu pada bulan Januari sampai dengan bulan Agustus.
Universitas Sumatera Utara
2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi, yang ditambahkan dalam proses pembuatan produk sehingga dapat meningkatkan mutu produksi. Bahan tambahan merupakan bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk atau suatu bahan yang ditambahkan pada produk dimana keberadaannya tidak mengurangi nilai produk tersebut
Adapun bahan tambahan dalam produksi gula adalah :
a. Air
Air digunakan sebagai air imbibisi pada stasiun gilingan untuk memeras kadar gula pada ampas tebu semaksimal mungkin. Volume air adalah 20% dari kapasitas tebu/hari.
b. Susu kapur (Ca(OH)2)
Kapur tohor dibuat menjadi susu kapur yang berfungsi untuk menaikkan pH nira menjadi 9,0 – 9,5. Pemilihan susu kapur sebagai bahan yang digunakan untuk menaikkan pH nira didasarkan pada harganya yang dapat terjangkau dan mudah membuatnya. Susu kapur dibuat dengan proses pembakaran batu kapur dan disiram dengan air.
c. Gas Belerang (SO2)
Gas belerang dibuat dari belarang yang digunakan dalam pemurnian nira. Tujuan pemakian gas belerang adalah :
1) Menetralkan kelebihan air kapur (Ca(OH)2) pada nira terkapur pH-nya mencapai 7,0 – 7,2.
2) 2) Untuk memutihkan warna yang ada dalam larutan nira yang mengurangi pengaruh pada warna Kristal dari gula.
d. Floculant
Floculant diberikan untuk mempercepat pengendapan yang berfungsi sebagai pengikat partikel halus yang tidak baik dalam nira (larutan untuk membentuk gumpalan partikel yang lebih besar dan lebih mudah diendapkan kemudian disaring)
3. Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan dalam suatu proses produksi yang dikenakan langsung atau tidak langsung terhadap bahan baku dalam suatu proses produksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Bahan-bahan penolong yang digunakan dalam produksi gula adalah :
a. Karung plastik yang digunakan untuk pemngarungan gula.
b. Benang jahit untuk menjahit karung plastik (Toharisman,2005)
Dalam proses produksi gula pabrik menghasilkan limbah, limbah-limbah tersebut jika tidak di olah dengan benar maka akan membahayakan lingkungan, berikut macam-macam limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula:
a. Limbah Bagasse
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah. Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang dimiliki pabrik gula cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara lain blotong dan ampas tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas 50% (Unus, 2002). Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse) tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5;
dan 0,38% K2O.
b. Limbah Tetes
Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll. Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 – 92 dengan zat kering 77 – 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %. Untuk tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat penting bagi industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan, sedangkan bagi pabrik gula kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam tetes(Witono.2003)
c. Blotong
blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan (Fadjrin,2009)
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Pada umumnya pemrosesan tebu di pabrik gula dibagi menjadi beberapa tahap yang dikenal dengan proses pemerahan (gilingan), pemurnian, penguapan, kristalisasi, pemisahan dan penyelesaian (sugar handling).
a. Gilingan
Langkah pertama dalam proses pembuatan gula adalah pemerahan tebu di gilingan. Pada proses ini tebu yang ditebang dari kebun dicacah menggunakan alat pencacah tebu. Biasanya terdiri dari cane cutter, hammer shredder atau kombinasi dari keduanya. Tebu diperah menghasilkan “nira” dan “ampas”. Nira inilah yang mengandung gula dan akan di proses lebih lanjut di pemurnian. Ampas yang dihasilkan pada proses pemerahan ini digunakan untuk berbagai macam keperluan. Kegunaan utama dari ampas adalah sebagai bahan bakar ketel (boiler) dan apabil berlebih bisa digunakan sebagai bahan partikel board, furfural, xylitol dan produk lain.
b. Pemurnian
Setelah tebu diperah dan diperoleh “nira mentah” (raw juice), lalu dimurnikan. Dalam nira mentah mengandung gula, terdiri dari sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa) ; zat bukan gula, terdiri dari atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan an organik, zat warna, lilin, asam-asam kieselgur yang mudah mengikat besi, aluminium, dan sebagainya. Pada proses pemurnian zat-zat bukan gula akan dipisahkan dengan zat yang mengandung gula. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan pengendap. Pada proses pemurnian nira terdapat tiga buah jenis proses, yaitu :
1. Defekasi
2. Sulfitasi
3. Karbonatasi
Pada saat ini sebagian besar pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi dalam memurnikan nira. Pada proses sulfitasi nira mentah terlebih dahulu dipanaskan melalui heat exchanger sehingga suhunya naik menjadi 700 C. Kemudian nira dialirkan kedalam defekator dicampur dengan susu kapur. Fungsi dari susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan sehingga dapat mengadsorp bahan bukan gula yang terdapat dalam nira dan terbentuk endapan yang lebih besar. Pada proses defekasi ini dilakukan secara bertahap ( 3 kali ) sehingga diperoleh pH akhir sekitar 8.5 – 10. Reaksi antara kapur dan phospat yang terdapat dalam nira :
CaCO3 CaO + CO2
CaO + H2O Ca(OH)2 + 15.9 Kcal
Ca(OH)2 Ca2+ + 2 OH-
3Ca2+ + 2PO43- Ca3(PO4)2
Setelah itu nira akan dialirkan kedalam sulfitator, dan direaksikan dengan gas SO2. Reaksi antara nira dan gas SO2 akan membentuk endapan CaSO3, yang berfungsi untuk memperkuat endapan yang telah terjadi sehingga tidak mudah terpecah, pH akhir dari reaksi ini adalah 7. Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga diperoleh nira jernih dan bagian yang terendapkan adalah nira kotor. Nira jernih dialirkan ke proses selanjutnya (Penguapan), sedangkan nira kotor diolah dengan rotary vacuum filter menghasilkan nira tapis dan blotong.
c. Penguapan
Hasil dari proses pemurnian adalah “nira jernih” (clear juice). Langkah selanjutnya dalam proses pengolahan gula adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan dari penguapan nira jernih adalah untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati konsentrasi jenuhnya. Pada proses penguapan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum. Penggunaan multiple effect evaporator dengan pertimbangan untuk menghemat penggunaan uap. Sistem multiple effect evaporator terdiri dari 3 buah evaporator atau lebih yang dipasang secara seri. Di pabrik gula biasanya menggunakan 4(quadrupple) atau 5 (quintuple) buah evaporator.
Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan pada evaporator badan I sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan I. Penguapan dilakukan pada kondisi vakum dengan pertimbangan untuk menurunkan titik didih dari nira. Karena nira pada suhu tertentu ( > 1250 C) akan mengalamai karamelisasi atau kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik didih nira akan terjadi pada suhu 700 C. Produk yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah ”nira kental” .
d. KRISTALISASI
Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi dalam pan masak ( crystallizer ) nira kental terlebih dahulu direaksikan dengan gas SO2 sebagai bleaching dan untuk menurunkan viskositas masakan (nira). Dalam proses kristalisasi gula dikenal sistem masak ACD, ABCD, ataupun ABC. Tingkat masakan (kristalisasi) tergantung pada kemurnian nira kental. Apabila HK nira kental > 85 % maka dapat dilakukan empat tingkat masakan (ABCD). Dan apabila HK nira kental < 85 % dilakukan tiga tingkat masakan (ACD). Pada saat ini dengan kondisi bahan baku yang rendah pabrik gula menggunakan sistem masakan ACD, dengan masakan A sebagai produk utama. Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk diuapkan airnya sehingga mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus koefisien kejenuhannya akan meningkat. Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk suatu pola kristal sukrosa. Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu dengan memasukkan bibit gula kedalam pan masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses masak ini kondisi kristal harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan. Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung pendingin (receiver) untuk proses Na – Kristalisasi. Tujuan dari palung pendingin ialah : melanjutkan proses kristalisasi yang telah terbentuk dalam pan masak, dengan adanya pendinginan di palung pendingin dapat menyebabkan penurunan suhu masakan dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat mendorong menempelnya sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Untuk lebih menyempurnakan dalam proses kristalisasi maka palung pendingin dilengkapi pengaduk agar dapat sirkulasi
e. Pemisahan (Centrifugal Process)
Setelah masakan didinginkan proses selanjutnya adalah pemisahan. Proses pemisahan kristal gula dari larutannya menggunakan alat centrifuge atau puteran. Pada alat puteran ini terdapat saringan, sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan gaya sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula tertinggal dalam puteran. Pada proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan dikeringakan untuk menurunkan kadar airnya. Tetes di transfer ke Tangki tetes untuk di jual.
f. Proses Packing
Gula Produk dikeringkan di talang goyang dan juga diberikan hembusan uap kering. Produk gula setelah mengalami proses pengeringan dalam talang goyang, ditampung terlebih dahulu ke dalam sugar bin, selanjutnya dilakukan pengemasan atau pengepakan. Berat gula dalam pengemasan untuk masing-masing pabrik gula tidak sama, ada yang per sak plastiknya 25 kg atau 50 kg. Setelah itu gula yang berada di sak plastik tidak boleh langsung dijahit, harus dibuka dulu supaya temperatur gula dalam sak plastik mengalami penurunan suhu/temperatur. Suhu gula dalam karung tidak boleh lebih dari 30 oC/suhu kamar, setelah gula dalam plastik dinyatakan dingin maka boleh dijahit. Jika gula dalam sak plastik dalam keadaan panas dijahit maka berakibat penurunan kualitas gula.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, E.K, Kuswanda, Tris Eryando, dan Dewi, dkk.2001. Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Tebu sebaagi Upaya Meningkatkan Kesuburan Lahan. Laporan Akhir Kerjasama BAPEDAL dan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Indonesia dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Fadjari. 2009. Memanfaatkan Blotong, Limbah Pabrik Gula. http://kulinet.com/baca/ memanfaatkan-blotong-limbah-pabrik-gula/536. diakses 30 Desember 2011.
Toharisman, A., 2005.Poses dan Tahapan Pembuatan Gula Pasir. majalah Berita, P3GI, pasuruan. No. 4, p:66-69.
Witono, J.A. 2003. Produksi Furtural dan Turunnya: Alternatif Peningkatan Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia. htpp://www.chemistry.org/?sect=fokus&ext. diakses 30 Desember 2011.
No comments:
Post a Comment