Friday, April 13, 2012

laporan sistem pengairan subak dan Golden leaf farm


I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Budidaya tanaman dalam dunia pertanian merupakan suatu hal yang tidak terlepaskan dari benak masyarakat Indonesia karena notabene Negara Indonesia adalah Negara Agraris yang mempunyai lebih dari 30 % luas wilayah Indoesia adalah areal pertanaian. Pertanian Indonesia terletak dan tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke, tiap daerah memiliki keunikan tersendiri dalam mengolah dan mengelola tanaman budidaya. Keunikan dan perbedaan ini yang menjadikan modal daasar untuk dilakukan pengembangan dewngan menggabungkan beberapa metode yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Perkembangan ilmu dan teknologi yang menunjang perkembangan ilmu pengetahuan merupakan suatu kebutuhan yang harus disebarkan untuk dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh semua orang. Penyebaran teknologi baru sering mengalami kendala karean pada umumnya masyarakat Indonesia masih percaya akan adanya tahayul dan memegang erat kearifan budaya local masing-masing daerah. Untuk dapat menyebar luaskan suatu teknologi baru harus dilakukan sesuai dengan adat yang berlaku, sehingga secara lambat laun akan mampu masuk dan menjadi sebuah kebiasaan.
Sistem teknologi agroforestry merupakan system teknologi yang baru yang sedang berkembang di Indonesia, system ini diadopsi karena adanya pergesaran fungsi lahan dan semakin rusaknya sumber daya lahan (potensi lahan) untuk menyediakan unsure hara untuk kebutuhan tanaman. Tanaman yang ditanam dalam suatu lahan agar dapat menghasilkan suatu hasil yang akan dipanen membutuhkan tersedianya semua factor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan tersebut meliputi segala aspek kimia, biologi dan fisika.
Selain penggunaan system baru yang dipercaya mampu meberikan hasil yang lebih baik, penggunaan benih unggul harus diterapkan dalam budidaya tanaman agar menambah hasil yang akan diperoleh. Penggunaan benih unggul juga harus disesuaikan dengan lahan atau wilayah tempat budidaya. Benih unggul mempunyai karakteristik dan syarat tumbu yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi perlakuan pada saat pemuliaanya.
Sistem pengairan juga perlu diperhatikan dlam upaya mendukung pertanan yang optimal. Sistem pengairan yang baik akan menunjang ketersediaan air yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air yang digunakan juga harus memnuhi standart air yang sehat, yaitu air yang bersih, bebas penyakit, limabh (nbaik itu pwstisida atau limbah lainnya). Penggunaan air yang telah tercemar akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman akibat rusaknya sel tanaman atau akibat terserang penyakit.

1.2  Tujuan
Mengetahui system budidaya yang dilakukan di Golden Leaf Farm dan mengetahui system pengairan di Subak, Bali.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya tanaman merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan dan memproduksi tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pertanian konvensional ditandai dengan pemakaian pupuk dan pestisida sintetis secara intensif memberikan dampak yang sangat merugikan seperti pencemaran lingkungan, residu pestisida pada makanan, terganggunya kesehatan manusia, terbunuhnnya organisme berguna, hama menjadi tahan terhadap pestisida dan munculnnya masalah resurgensi ( Arya, 1996; Oka, 1998). Penggunaan pupuk sitetis memang dapat meningkatkan beberapa jenis hara namun mengganggu penyerapan unsur hara lainnya serta keseimbangan hara dalam tanah.
Pupuk sintetis juga menekan pertumbuhan mikroba tanah menyebabkan berkurangnya humus dalam tanah. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut maka perlu dikembangkan pertanian organik yang berlandaskan teknologi alternatif berupa recycling unsur hara dengan menggunakan sisa bahan organik sebagai pupuk, fiksasi nitrogen, menggunakan musuh alam serta mengurangi pemakaian bahan-bahan kimiawi. Pada prinsipnya pertanian organik mengurangi eksternal input, mempertahankan sumber-sumber alami dan melindungi mkesehatan manusia dan lingkungan (Untung, 1997; Yuliantini dan Ibrahim, 1999).
Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Lahan yang digunakan untuk produksipertanian organik harus bebas dari bahan kimia sintetis (pupuk dan pestisida). Terdapat dua pilihan lahan:
1.      Lahan pertanian yang baru dibuka atau,
2.      Lahan pertanian intensif yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian organik.
Lama masa konversi tergantung sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida, dan jenis tanaman (Diah dkk, 2004).Pemanfaatan mikrobia tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikrobia dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan oleh tanaman lain (Rahmawati, 2006).
Ciri Umum Petani Organik
Petani organik umumnya memiliki lahan usaha sendiri dan luasnya rata-rata lebih dari 1 Ha. serta memiliki peralatan pertanian lebih baik dari petani non-organik. Petani organic membuka usahanya pada lahan terpencil jauh dari pertanian nonorganik, serta memagari lahan mereka dengan pagar hidup sebagai perangkap hama/penyakit yang datang dari luar, seperti tanaman sungenge, lamtoro, keraci atau rumput gajah. Pertanian ini hanya memakai pupuk dan pestisida organik yang mereka buat sendiri, serta menerapkan teknologi pengendalian hama penyakit terpadu dengan baik. Pada kebun pertanian organik, petani biasanya memelihara ternak berupa sapi, babi atau ayam yang sangat diperlukan untuk mendapatkan kotoran ternak yang dapat langsung digunakan sebagai pupuk atau membuat bokashi. Tenaga kerja yang digunakan pada pertanian organik sebagian besar tenaga upahan,baik sebagai pegawai tetap atau tidak tetap. Rata-rata keuntungan yang diperoleh oleh petani organik lebih tinggi dari non organik terutama pada saat ramainya kunjungan wisatawan yaitu , Januari, Juni-juli dan Desember. Produknya umumnya di jual dengan sistim kontrak pada hotel-hetel atau sualayan di Denpasar (Sudana,2004).
Ciri Umum Petani Konvensional
Pertanian sayuran Konvensional telah lama berkembang di Bali, mereka sangat tergantung pada pupuk dan pestisida sintetik, akibatnya tanah mereka menjadi rusak dan banyak yang keracunan pestisida. Pada saat-saat musim panen atau produksi tinggi harga komuditas pertanian nonorganik sangat rendah, bahkan sering tidak menutupi biaya produksi yang tinggi. Petani ini sebagian besar memiliki peralatan pertanian lebih sederhana dari pertanian organik. Lahan yang dimiliki oleh pertanian nonorganik bervariasi, bagi petani miskin kurang dari 50 are sedangkan yang kaya lebih dari 1 Ha. Petani yang memiliki lahan luas biasanya lebih sering menanam kentang karena mereka mempunyai modal cukup dan jika berhasil akan memberikan hasil yang jauh lebih baik dari tanaman lainnya. Tenaga kerja yang digunakan oleh petani berlahan kecil hanya menggunakan tenaga keluarga sedang yang mempunyai lahan luas menggunakan tenaga keluarga dan upahan. Pemasaran hasil dilakukan pada pengepul atau menjual langsung ke pasar terdekat (Sudana,2004).
Sistem pengairan yang baik akan mendukung terjaminya pertanian yang berkelanjutan. Sistem pengairan yang baik adalah system pengairan yang mampu menyediakan air bagi tanaman pada saat tanaman membutuhknanya. Sistem pengairan yang baik tidak hanya terjaga ketersediaan air, namun air yang ada harus memnjadi air yang sehat, tidak tercemar oleh bahan-bahan berbahaya.
Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali. Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini (Anonim, 2010).
Subak sebagai sistem irigasi tradisional yang khas Bali sudah dikenal sejak tahun 1071 Masehi sehingga sampai sekarang kalau dihitung-hitung usianya telah mencapai berabad-abad sehingga boleh dikatakan merupakan bagian kehidupan (way of life) yang tidak terpisahkan dari masyarakat Bali.Dalam Subak sendiri terkandung makna filosofis kehidupan yang dalam tentang bagaimana mewujudkan kebersamaan dan hubungan yang harmonis antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam semesta, di mana konsep ini dikenal oleh masyarakat Bali sebagai konsep Tri Hita Karana (THK) (Anonim, 2010).
Sebagai layaknya suatu organisasi tentu di dalamnya ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Dalam organisasi Subak terdapat anggota, pengurus danpimpinan Subak yang memiliki peran, tugas dan tanggung jawab masing-masing. Selain itu Subak memiliki awig-awig air (peraturan adat) yang harus dipatuhi oleh semua anggotanya dan sanksi hukum adat bagi anggota yang melanggar aturan organisasi. Bagi petani, hubungan religius antara Tuhan dengan manusia sebagai makhluk ciptaanNya diwujudkan dalam bentuk pemujaan terhadap Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi Kesuburan dan Kemakmuran yang telah memberikan tanah pertanian yang subur, air irigasi yang cukup dan hasil panen yang melimpah serta permohonan agar senantiasa tetap diberikan kesuburan dan kemakmuran bagi lahan pertaniannya (Anonim, 2010).
Konteks hubungan antara manusia dengan sesama manusia ditonjolkan aspek sosial yang mengetengahkan rasa kebersamaan dan gotong royong. Hal ini bisa digambarkan semisal suatu organisasi Subak mengalami kekurangan air karena lokasinya yang jauh dari sungai, maka sudah merupakan kejadian yang lumrah apabila organisasi itu meminjam air dari organisasi Subak lainnya atas dasar saling percaya.Selanjutnya dalam konteks hubungan dengan alam semesta difokuskan pada upaya menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Para petani membuat sawah-sawah mereka umumnya dikemiringan lereng bukit dalam bentuk sengkedan (terasering) sebagai upaya mencegah agar tidak terjadi longsor (Anonim, 2010).
Di samping itu sungai sebagai sumber pengairan dan keperluan hajat hidup lainnya mesti dijaga kebersihannya agar tidak tercemar atau terkontaminasi dengan zat-zat polutan yang membahayakan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.Sebagai warisan sosio-kultural Subak yang menjadi landasan kebudayaan masyarakat Bali berdasarkan konsep THK, sudah sepatutnya harus dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Dalam dimensi yang lain, sebagai bentuk warisan kearifan lokal (local wisdom) Subak telah mampu menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, sosial dan religius yang luhur dalam hati sanubari masyarakat Bali (Anonim, 2010).


III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 26 November 2010 – Minggu 28 November 2010, bertempat di Subak sistem Jembrana dan di Golden Leaf farm Bedugul Bali.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Alat Tulis
2. Kamera
3. Buku
4. Angket quisioner

3.2.1 Bahan
1. Padi (subak)
2. Mix salad, paper mint, thyme (golden leaft farm)

3.3 Cara Kerja
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terhadap narasumber dengan metode quisioner, dan merekam obyek, serta memotret obyek praktikum sebagai dokumentasi pendukung untuk menyusun laporan acara field trip subak sistem ini.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
4.1.1        Golden Leaf Farm Bulelenf-Bali
·         Luas lahan yang dikelaola                         : 9,8 Ha (lahan utama +
  plasma)
·         Ketinggian lahan dari permukaan laut      : 800 dpl (plasma), 1300 m
   dpl (lahan utama)
·         Kemiringan lereng                         : 30 %
·         Kontur                                                       : Berlereng
·         Tipe Iklim                                                  : Tropis
·         Jenis Tanah                                                : Inistosol (lempung berpasir)
·         Sumber Air                                                : Sumur Bor (60 m) dan air
  Penyulingan sumber air
·         Sistem tanam yang digunakan                  : Campuran (Tumpangsari
  dengan tanaman herbal)
·         Sistem pengairan                                       : Sistem pengairan tetes dan
  Sprinkle (musim kemarau)
·         Jarak tanam                                               : 25 x 25 cm
·         Ukuran bendengan                                    : L = 80 cm, P = Sesuai
  kontur, T = 20 cm
·         Pupuk dasar                                              : Bokashi, kompos
·         Pupuk susulan                                           : Disuntik perlubang dengan
  urine sapi 200 ml pada 
  periode ke 2 dan ke 3  
  setelah periode 4 kemudian
  dibongkar
·         Pemanfaatan ZPT                                     : Tidak menggunakan ZPT
·         Penggunaan urine                                      : Pada tanaman herbal
                                                                    menggunakan urin kelinci
  kemudian disusul dengan
  urin sapi
·         Jenis Tanaman                                     : 1. Papermint (untuk sariawan)
2.      Thime (untuk panas dalam)
3.      Kamomite
4.      Bunga wortel
5.      Selad pomain
6.      Asitaba
7.      Seppermint
8.      Bedrot
9.      Italian basil
10.  Amarantus
11.  Rukola

·         Produk yang dihasilkan                      :  1. Packing untuk hotel dan
        restaurant (30 macam salad)
2.      Salad Supermarket
3.      Spinach
4.      Rukola
5.      Mix Salad
6.      Mix Letuces
7.      Oester dan Bean
8.      Fruit
9.      Herbal

4.1.2        Siste Pengaira Subak Tiba Paras - Jembrana Bali
·         Luas lahjan yang dikelaola                              : Subak menangani 51 hektar
  yang dimilki oleh 83 orang
·         Ketinggian lahan dari permukaan laut            : 300 m dpl
·         Kemiringan lahan                                            : 15-30 %
·         Kontur                                                             : Berlerng
·         Tpe Iklim                                                         : Tropis
·         Jenis tanaman                                                  : Padi dan Kedelai
·         Jenis tanah                                                       : (inistosol)Lempung berpasir
·         Sistem tanaman yang digunakan                    : Monokultur
·         Varietas yng digunakan                                  : Padi (Ciherang, IR 64)
·         Jarak tanam                                                     : 15 x 15 cm atau 20 x 20 cm
·         Persemaian padi                                              : 20 hari
·         Metode tanam                                                 : TABELA
·         Kebutuhan benih / ha                                      : 50 kg/ ha
·         Pemupukan                                                     : Urea 200 /ha (10 Hst)
  Ponska 200/ ha (30 Hst)
·         Pengolahan lahan                                            : Dicangkul dan dibajak
  dengan kerbau.
·         Penanganan pasca panen padi                         : Gabah dijemur setelah itu
   dikemas didalam karung
Pola tanam / Rotasi                                                     : Padi – bera – Padi
Padi – padi – Padi (setelah 3 tahun)
·         Kearifan budaya local                                     :  1. Dalam menjalankan
   pertaniannya masyarakat  
   subak berfalsafah Tri Hita
   Karana.
2.      Pemanfaatan pohon  
   kintamani sebagai  pengusir
   hama wereng

4.2.1 Pembahasan
            Golden leaf farm terletak di desa Wanagiri kawasan wisata Bedugul, Kabupaten Buleleng-Bali. Golden Leaf Farm di Bali merupakan lahan pertanian organik yang menghasilkan tanaman organik pertama dan terbesar di Bali.Total luas lahan yang dikelola Bapak  Johannes H. Hassannusi adalah 9,8 ha yang terdiri dari lahan utama yang terletak didaerah Kebun Goblek, dan ada 17 plasma yang terletak di sekitar danau Baratan Bedugul-Bali. Pada lahan utama (kebun Goblek) meniliki ketinggian lahan 1300 m dari permukaan laut, sedangkan pada lahan plasma 800 m dpl. Kemiringan lahan mencapai 300 dengan kontur sejajar. Tipe iklim.
Sistem pertanian organic dan yang digaabungkan dengan tanaman herbal memberikan keuntungan yaitu sebagai pengusir pengganggu karena bau atau rasa yang diakibatkan oleh tanaman herbal yang ditanam, ada kurang lebih 21 macam tanaman herbal yang tersebar pada lahan 9,8 Ha. Tiap harinya bapak Johannes dibantu oleh para karyawan nya harus menyediakan sayuran, tanaman herbal, dan umbi kurang untuk 128 pelanggan yang tersebar di kawasan Bali, Jakarta, Surabaya dan Medan. Dalam satu minggu beliau dapat memanen lahan yang diusahakannya kurang lebih 5 kali, tiap pane nada kurang lebih 3 kwintal sayuran, umbi dan tanaman herbal yang harus dipanen untuk memnuhi kebutuhan pemesannya.
Pertanian organic merupakan salah satu system lama yang telah ada di dunia pertanian dan sekarang mulai digalakan kembali karena tunutan dari konsumen yang mengharakan kesehatan dan kehigienisan. Sistem pertanian organic dilakukan dengan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan bahan-bahan sintetik apapun, artinya dalam usaha perkembangannya tidak menggunakan bahan-bahan kimia. Bahan-bahan yang digunakan dalam system pertanian organic adalah bahan-bahan yang berasal dari alam baik itu berasal dari hewan, tumbuhan dan manusia.
            Sistem tanam yang digunakan adalah tumpangsari dan rotasi. Jenis tanaman yang ditanam mayoritas adalah tanaman herbal dan hortikultura. Asal benih tanaman Salad berasal dari Jerman. Kebutuhan benih setiap 10 hari membutuhkan 52.000 biji salad. Sistem pertanaman yang diterapkan secara konvensional dengan tanaman kopi yang kemudian diganti dengan tanaman kentang. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yaitu bokashi dan kompos sebagai pupuk dasar kemudian pupuk dari urin sapi dan urin kelinci sebagai pupuk susulan.
            Dalam system penanaman yang dilakukan di GLF (Golden Leaf Farm) secara jelas dapat dilihat adalah dengan menggunakan system budidaya campuran ayaitu antara monokultur, agroforestry dan juga system tumpangsari.Pengertian dari agroforestry sering dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut Notohadiprawiro (2006) agroforestry memiliki ciri-ciri tersendiri dan tidak hanya sekedar memadukan kehutanan, pertanian dan peternakan. Dengan demikian, terdapat sejumlah ciri yang membatasi pengertian agroforestry dengan sistem lainnya (Notohadiprawiro, 2006). Ciri system sgroforestry :
1.      Budidaya tanaman menetap di satu bidang lahan
2.      Mengkombinasikan penanaman semusim dan tahunan secara berdampingan dan berurutan, baik dengan menggunakan ternak ataupun tidak.
3.      Menerapkan pengusahaan yang diupayakan sesuai (compatible) dengan kebiasaan petani setempat.
Merupakan sistem pemanfaatan lahan, yang pertanaman pertanian, perhutanan dan atau peternakan menjadi anasirnya(component) baik secara struktur maupun fungsi. Berdasarrkan pengertian diatas, system penanaman yang dilakukan di GLF sudah dapat dikatakan dengan system agroforestry karena didalamnya terdapat interaksi antara pohon-pohon naungan (pohon sekitar) untuk menjadi pohon yang berguna bagi pertumbuhan tanaman utama. Selain itu, letak dari GLF yang masuk ditengah kawasan hutan yang masih alami menjadikan GLF tampak seperti pertanian di dalam hutan.
Sistem lain yang diterapkan dan dapat menjadi sebuah inovasi dalam bidang pertaqnian di Indonesia adalah dengan pemanfaatan air bekas proses sortir. Air yang digunakan untuk proses sortasi cukup banyak dan cukup merugikana apabila dibunag percuma. Beliau, Bapak Johannes, menerapkan system pengolahan air kembali dengan memanfaatkan enceng gondok sebagai agen yang digunkan untuk mensterilkan air bekas proses dortir dari kemungkinan adanya sisa-sisa pestisida organic yang diberikan pada sayuran. Sebagai sumber air beliau menggunakan sumber air tanah (bor) dengan tujuan air yang dihasilkan lebih bersih, bebas dari pencemaran. Sistem pemberian air pada tanaman yang dikembangkan beliau adalah dengan system tetes (Driped system). Pemberian air pada tanaman dengan system tetes dilakukan tiap hari dengan frekuensi 2 kali per hari yaitu pada jam 8 pagi dan jam 4 sore.  Pemberian air dengan system tetes ini memberikan banyak keuntungan, selain akan menghemat air, pennyerapan air oleh tanaman alan lebih efektif karena diberikan secara bertahap. Berbeda halnya dengan pemberian air dengan cara disiramkan, air yang diberikan akan banyak terbuang dan terserap oleh tanah.
Inovasi lain dan baru dari GLF dalam dunia hortikultura di Bali adalah dengan adanya system pencampuran produk yang dihasilkan (mix salad). Pencampuran ini dimaksudkan agar tanaman-tanaman (jenis salad) yang dihasilkan lebih menarik, lebih lengkap dan mampu mengangkat harga untuk tanaman salad yang berukuran kecil (diluar criteria). GLF memproduksi 2 jenis Mix, yaitu Mix salad dan Mix Letuces. Mis salad menggabungkan 11 macam jenis salad yang ada dalam lahan GLF, untuk tiap item terdapat 2-3 helai daun. Harga yang ditawarkan untuk Mix salad per 200 gram adalah Rp. 11.000. Untuk Mix Letuces dilakukan hal yang sama, yaitu menggabungkan 6 macam jenis lettuces (labu-labuan) dan ditawarkan seharga Rp. 8.000 per 250 gram.
Hal lain yang ditawarkan dan membedakan GLF dengan penghasil produk hortikultura lainya adalah produk-produk yang dihasilkan GLF (salad) adalah ready to eat (langsung siap makan). Produk-produk yang dihasilakn oleh GLF memberikan jamina pada konsumen untuk siap langsung dimakan karena pihak GLF memebrsihkan produk yang dijual sebanya 2 kali  dengan air mngalir dan pada bilasan terakhir menggunkan air suling yang telah disterilisasi dengan aktivator sinar UV. Sehingga dapat dipastikan sudah steril.
Media penyimpanan yang digunakan setelah proses sortir adalah sebuah ruangan pendingin yang dibuat sendiri oleh Pak Johannes secara sederhana namun mampu menampung dan menyimpan sayuran yang telah dipanen sehari sebelumnya. Chiller (pendingin yang dibuat beliau) mempunyai ukuran 3 x 3 m. Chiller yang digunakan adalah 2 jenis, yang memdedakannya adalah ukuran suhu yang digunakan. Pada Chiller untuk hasil sortiran (sebelum pengemasan) digunkan Chiller dengan suhu ruangan < 5 º C dengan tujuan mampu menjaga kesegaran komoditas. Sedangkan setelah proses pengemasan dengan menggunakan plastic polietilen yang mempunyai tingkat ketebalan tertentu. Setelah proses pengemasan dengan menggunakan plastic polietilen, bahan yang telah terbungkus akan disimpan untuk menjaga kesegarannya sampai esok hari. Chiller yang digunkan dalam pendinginan setelah pengemasan dengn suhu < 10 º C, dengan tambahan pelapisan alumunium foil pada dinding untuk lebih menjaga suhu agar tetap.
Pada lalah pertanian daerah Jembrana-Bali (Subak Tiba Paras) yang lebih diutamakan adalah pengelolaan pengairan yang baik yang berdasarkan atas adat yang berlaku. Suatu system yang dikelola dan dikembangkan dengan berdasarkan atas suatu adat akan mempunyai nilai yang kuat dan mengikat, sehingga mampu memberikan pengawasan secara terpadu.
Sistem budidaya yang baik adalah system yang mampu menyediakan air bagi tanaman yang membutuhkannya. System pengairan harus mempunyai kemampuan menyediakan air dalam jumlah yang cukup, tidak hanya itu, system tersebut harus mampu menyediakan air yang sehat dan bebas dari pencemaran (limbah baik limbah pertanian atau limbah lain yang mempunyai sifat racun).
Sistem pengairan yang banyak dilakukan oleh masyarakat Bali adalah dengan menggunkan system Subak. Sistem pengairan Subak mampu memberikan air dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan tanaman.  Untuk subak yang kami gunakan pengamatan terletak di desa tunas mekar, kecamatan negara,Kabupaten Jembrana,  subak ini bernama subak tiba paras yang mampu mneghendel sebanyaak 51 hektar sawah milik warga sekitar  83 pemililik di desa tersbut. Lahan yang dikelola oleh subak tiba paras ini termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian  300 dpl dan kemiringan 30 % dan termasuk iklim tropis dimana daerah ini termasuk daerah atas pantai dan masih termasuk perbukitan  jadi untuk jenis tanahnya yaitu lempung berpasir sehingga tanaman yang cocok dibudidayakan dalam lahan ini tanaman jenis tanaman pangan. Tanah lempung berpasir bertekstur halus dan gembur, drainasenya kurang baik sebab pada tanah gembur terdapat ruang pori-pori yang dapat diisi oleh air tanah dan udara, sehingga tanah memiliki daya pegang atau daya simpan air yang tinggi. Tanah yang gembur sangat baik untuk pertumbuhan tanaman sebab air tanah dan udara bergerak lancar, temperatur stabil, yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan jasad renik tanah dalam proses pelapukan bahan organik di dalam tanah.
            Untuk merangsang atau mempercepat pertumbuhan vegetatif padi maka ditambahkan pupuk NPK pada masa pertumbuhan vegetatif yakni pada saat 10 HST, dan ditambahkan pada hari ke 21 sesuai kebutuhan agar kebutuhan tanaman padi akan unsur N terpenuhi. Untuk menunjang pertumbuhan vegetatif padi unsur N sangat mutlak diperukan, fungsi unsur N selain untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman padi juga berfungsi untuk merombak protein, dan klorofil, unur N diserap tanaman dalam bentuk ion atau senyawa NH3 Jumlah klorofil yang cukup sangat diperlukan untuk proses fotosintesis tanaman yakni suatu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menghasilkan makanan yakni berupa glukosa atau amilum dan menghasilkan hasil sampinan berupa O2
Benih yang digunakan dalam pertanain ini berasal dari benih membeli di koperasi unit desa ( KUD )  setempat melalui organisasi subak tersbut, sesuai kesepakatan  yang ditentukan dalam organisasi subak setiap pemilik lahan dalam mengelola tanaman padi diwajibakan membeli padi di KUD dan jenis padi yang diguanakan juga telah ditentukan yakni jenis padi ciherang. Sistem seperti ini dilakukan agar tidak terjadi persaingan antar pemilik lahan sehingga persaudaraan dan kebersamaan antar warga tetap terjaga dengan baik. Dalam penanaman padi yanag dilakukan pada setiapa hektar lahan memerlukan benih sebesar 50 kg
Sedangkan jarak tanam 15 x 15 juga digunakan oleh sebagian petani dikarenakan untuk kepentinga mempertahankan hasil atau produktivitas padi dari serangan keong mas atau Pomacea caniculata meskipun pada jarak tersebut persaingan padi dalam memperoleh nutrisi sangat ketat dan pencahayaan kurang optimal karena antara satu padi dengan padi lainnya saling menutupi. Tetapi jika dibandingkan antara dua model jarak tanam tersebut hasilnya hampir sama, pada jarak 20 x 20 cm memiliki keunggulan dalam penyerapan unsur hara (lebih optimal).  Sedangkan pada jarak 15 x 15 cm lebih tahan terhadap serangan hama keong mas atau Pomacea caniculata.Untuk pengendalian hama penyakit masih menggunakan cara konvensionak yaitu measih menggunakan pestisida sintetik. Pestisida yang digunakan rata-rata diketahui oleh petani melalui informasi yang diperoleh dari penyuluh setempat dan dari para petugas KUD.
Rata – rata hasil panen dalam satu hektar lahan mencapai 90 kg/are atau 9 ton/ha yang pada setiap hektar mendapatkan uang senilai antara Rp 1. 600.000, Rp 1.700.000, Rp 1.500.000 ini tergantung kondisi hasil panen tanaman padi yaang dibudidayakan karena tidak setiap lahan sama dalam menghsilkan produksi tergantung dari faktor – faktor yang mempengaruhi produksi misalnya yang membedakan cara pgolahan lahan dan adanya serangan organisme pengganggu tanaman.
Semua proses pertanain yanag dilakukan  masyarakat Bali tidak terlepas dari pengaruh adat buadaya, mulai pengolahan lahan hingga pemenenan setiapa kali selalu mengunakan upacara adat dengan maksud agar proses adat yang dilakukan dilindungi oleh tuhan Yang Maha Esa. Jadi sugesti adat yang dipercayai warga ini apabila tiadak dilakukan maka akan terjadi mala petaka dalam proses pertanaian yanag diusahakannnya, maka semua warga patuh akan tetuah yanag diberiakan sehingga para petani di Bali mengutamakan kejujuran dan persaudraan dalam pengelolaan pertanaian.


V.    KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
1.      Subak merupakan organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, serta mempunyai kebebasan didalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun di dalam berhubungan dengan pihak luar.
2.      Kearifan budaya lokal masyarakat Bali yakni adanya falsafah Tri Hita Karana sangat berperan dalam mendukung kelestarian alamnya, sehingga pertanian di Bali berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
3.      Golden leaf farm Bali ini merupakan suatu usaha pertanian organik terletak yang berada dilereng pegunungan dengan ketinggian sekitar  1200 dpl, maka secara geologi kemiringan lahan mencapaai kontur 30 %, dengan suhunya mencapai 14 - 28º C dan curaha hujan yang tinggi.
4.      Sistem pertanian yang digunakan dalam system Subak masih secara tradisional namun untuk penggunaan benih sudah menggunakan benih yang bersertifikat (inovasi).

5.2  Saran
Pengamatan yang dilakukan harus sedetail mungkin agar memeberikan data yang lengkap. Selain itu, pengamatan harus dilakukan dengan serius agar memudahkan dalam penyususan laporan.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Sistem Subak. http://bataviase.co.id/node/275766. diakses pada tanggal 05 Desember 2010.

Arya, N.; Wirawan, G.P; G.R.M. Temaja,; G.N.A. Susanta K.T. Dinata; K. Ohsawa 1996. Farming system and inventory of mayor disease of vegetable in higland growing area Candikuning of Bali. In Report of Integrated Research on Sustainable Highlang and Upland Agricultural Systems in Indonesia. 89-111.

Diah Setyorini, dkk.  2004. Pengelolaan Lahan untuk Budidaya Sayuran Organik. Balai Penelitian Tanah : Bogor.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Seminar Agroforestry dan Pengendalian Peladangan tahun 1981. Yogyakarta:  Ilmu tanah Universitas gadjah Mada.

Oka, I.N. 1998. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rahmawati, Nini. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian SUMUT : Medan-Sumatera Utara.

Sudana, Made. 2003. Monitoring Aktivitas Petani dan Analisis Ekonomi Pertanian Sayuran Organik dan Konvensional pada Daerah Dataran Tinggi Bali. Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 2 (3): 1-10.

Untung, K. 1997. Peranan pertanian organik dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan. Sem. Nas. Pertanian Organik, Jakarta 3 April 1997. Yayasan Bumi Lestari, Jakarta. 4p.

Yuliantini, T. and N. Ibrahim, 1999. Pertanian organik dan penyakit tanaman. Pros.Kong.Nas. XV dan Seminar Ilmiah PFI. Purwokerto, 16-18 Sept. 1999: 590-597.

No comments:

Post a Comment