BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah merupakan salah
satu hasil sisa yang tidak dapat dipakai lagi, apabila limbah ini terlalu
banyak dilingkungan maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan
berdampak pada kesehatan dari masyarakat sekitar. Limbah dibagi menjadi dua
bagian sumber yaitu limbah yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan
limbah yang berasal dari non-domestik (pabrik, industri dan limbah pertanian).
Bahan-bahan yang termasuk dari limbah harus memiliki karakteristik diantaranya
adalah mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, bersifat korosif dan lain-lain. Masalah utama yang dihadapi oleh
sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang
semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak
negatif terhadap sumber daya air, antara lain menurunkan kulitas air. Kondisi
ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang
bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan
perlindungan sumber daya air secara seksama.
Gula merupakan salah satu bahan pokok masyarakat
Indonesia, serta sumber kalori yang relatif murah dan dapat dikonsumsi secara
langsung. Tebu sebagai sumber terbesar gula pada famili Gramineae dibudidayakan
secara intensif di daerah dengan iklim tropis. Kebutuhan gula terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan, gaya hidup dan
industri pangan serta bioenergy yang menjadikan gula sebagai bahan baku.
Indonesia mengalami
peningkatan produksi gula pada tahun 2008. Produksi gula pada tahun 2007
sebesar 2.6 juta ton, jadi peningkatan produksi sebesar 0.1 juta ton.
Peningkatan produksi tersebut lebih disebabkan karena peningkatan luas panen
yang terjadi sejak kebijakan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) pada tahun 1975,
tetapi produktivitas cenderung menurun. Penurunan ini disebabkan karena
beralihnya budidaya tebu dari lahan sawah beririgasi menjadi lahan sawah tadah
hujan, tegalan dan marjinal. Hal tersebut juga disebabkan dengan adanya
kebijaksanaan pemerintah mengenai penggunaan lahan sawah yang diutamakan
sebagai penyangga produksi beras, untuk mencapai swasembada beras nasional.
Kandungan mikroorganisme dalam air limbah sangat
berbeda tergantung pada lokasi dan waktu, sehingga kebersihan dan kontaminasi
air limbah sangat erat dengan lingkungan sekitar. Untuk mempertahankan
hidupnya, mikroorganisme melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi ini
dapat terjadi secara cepat dan bersifat sementara, ada juga yang bersifat
permanen yang dapat mempengaruhi bentuk morfologi dan fisiologi secara turun
temurun. Oleh karena itu, dalam pembuangan limbah baik yang domestik maupun
yang non-domestik di daerah pemukiman sebaiknya dilakukan penataan ulang lokasi
pembuangan limbah, agar aliran limbah dari masing-masing pemukiman penduduk
dapat terkoordinasi dengan baik, dan tidak menimbulkan penyakit yang meresahkan
kehidupan penduduk sekitar.
1.2 Tujuan
1. Agar
mahasiswa mengetahui cara pengelolaan limbah pabrik tebu yang ramah lingkungan.
2. Agar
mahasiswa mengetahui dampak yang terjadi jika tidak melakukan pengolahan limbah
dengan ramah lingkungan.
3. Agar
mahasiswa mengetahui proses pengolahan
tebu hingga menjadi gula.
BAB
2. TINJUAN PUSTAKA
Limbah merupakan salah satu hasil
sisa yang tidak dapat dipakai lagi, apabila limbah ini terlalu banyak
dilingkungan maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan berdampak pada
kesehatan dari masyarakat sekitar. Limbah dibagi menjadi dua bagian sumber
yaitu limbah yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan limbah yang
berasal dari non-domestik (pabrik, industri dan limbah pertanian). Bahan-bahan
yang termasuk dari limbah harus memiliki karakteristik diantaranya adalah mudah
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,
bersifat korosif dan lain-lain (Rizka, 2002).
Kandungan mikroorganisme dalam air limbah sangat
berbeda tergantung pada lokasi dan waktu, sehingga kebersihan dan kontaminasi
air limbah sangat erat dengan lingkungan sekitar. Untuk mempertahankan
hidupnya, mikroorganisme melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi ini
dapat terjadi secara cepat dan bersifat sementara, ada juga yang bersifat
permanen yang dapat mempengaruhi bentuk morfologi dan fisiologi secara turun
temurun. Oleh karena itu, dalam pembuangan limbah baik yang domestik maupun
yang non-domestik di daerah pemukiman sebaiknya dilakukan penataan ulang lokasi
pembuangan limbah, agar aliran limbah dari masing-masing pemukiman penduduk
dapat terkoordinasi dengan baik, dan tidak menimbulkan penyakit yang meresahkan
kehidupan penduduk sekitar (Deni, 2004).
Untuk memproduksi gula
terdapat bahan - bahan yang dibutuhkan antara lain:
1.
Bahan Baku
Bahan baku adalah semua
bahan yang digunakan sebagai bahan utama dalam proses produksi, ikut dalam
proses produksi dan memiliki persentase terbesar dibandingkan dengan bahan
lainnya. Adapun bahan baku yang digunakan untuk proses produksi yang terdapat
di Pabrik gula Kwala Madu adalah tebu. Tebu yang akan dipanen mempunyai
rendemen (kadar gula) rata-rata 6,5 – 7 %. Pemanenan tebu dilakukan antara 10 –
12 bulan sejak ditanam, dimana sebelumnya diperiksa terlebih dahulu dengan
mengambil sepuluh batang tebu secara acak sebagai contoh. Tebu yang baik untuk
dijadikan bahan baku pembuatan gula adalah tebu yang matang, dimana kandungan
gula dalam batangnya adalah sama. kadar gula dalam tebu dipengaruhi oleh faktor
intern yaitu varietas tebu dan faktor ekstern adalah iklim tanah, serta
perawatan/pemeliharaan. Faktor yang paling nyata mempengaruhi kadar kandungan
gula adalah iklim, karena itu panen dilakukan saat curah hujan sedikit yaitu
pada bulan Januari sampai dengan bulan Agustus.
2.
Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah
bahan yang digunakan dalam proses produksi, yang ditambahkan dalam proses
pembuatan produk sehingga dapat meningkatkan mutu produksi. Bahan tambahan
merupakan bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk atau suatu
bahan yang ditambahkan pada produk dimana keberadaannya tidak mengurangi nilai
produk tersebut
Adapun
bahan tambahan dalam produksi gula adalah :
a.
Air
Air
digunakan sebagai air imbibisi pada stasiun gilingan untuk memeras kadar gula
pada ampas tebu semaksimal mungkin. Volume air adalah 20% dari kapasitas
tebu/hari.
b.
Susu kapur (Ca(OH)2)
Kapur tohor dibuat menjadi susu kapur yang berfungsi
untuk menaikkan pH nira menjadi 9,0 – 9,5. Pemilihan susu kapur sebagai bahan
yang digunakan untuk menaikkan pH nira didasarkan pada harganya yang dapat terjangkau
dan mudah membuatnya. Susu kapur dibuat dengan proses pembakaran batu kapur dan
disiram dengan air.
c.
Gas Belerang (SO2)
Gas belerang dibuat dari belarang yang digunakan
dalam pemurnian nira. Tujuan pemakian gas belerang adalah :
1) Menetralkan
kelebihan air kapur (Ca(OH)2) pada nira terkapur pH-nya mencapai 7,0 – 7,2.
2) 2)
Untuk memutihkan warna yang ada dalam larutan nira yang mengurangi pengaruh
pada warna Kristal dari gula.
d.
Floculant
Floculant diberikan untuk mempercepat pengendapan
yang berfungsi sebagai pengikat partikel halus yang tidak baik dalam nira (larutan
untuk membentuk gumpalan partikel yang lebih besar dan lebih mudah diendapkan
kemudian disaring)
3.
Bahan Penolong
Bahan penolong adalah
bahan-bahan yang digunakan dalam suatu proses produksi yang dikenakan langsung
atau tidak langsung terhadap bahan baku dalam suatu proses produksi untuk
mendapatkan produk yang diinginkan. Bahan-bahan penolong yang digunakan dalam
produksi gula adalah :
a.
Karung plastik yang digunakan untuk pemngarungan gula.
b.
Benang jahit untuk menjahit karung plastik (Toharisman,2005)
Dalam proses produksi
gula pabrik menghasilkan limbah, limbah-limbah tersebut jika tidak di olah
dengan benar maka akan membahayakan lingkungan, berikut macam-macam limbah yang
dihasilkan oleh pabrik gula:
a.
Limbah Bagasse
Satu diantara energi
alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah
lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian
(biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat
industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah
seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang
cukup melimpah. Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan
oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak
tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas
mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang dimiliki pabrik gula
cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di
lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara
lain blotong dan ampas tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas
50% . Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan
organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut penelitian, ampas (bagasse)
tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5;
dan 0,38% K2O.
b. Limbah Tetes
Tetes atau molasses merupakan
produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil
pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat
dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 %
tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari
menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun
masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena
mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan
tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG,
pabrik pakan ternak dll. Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal
mempunyai brix 85 – 92 dengan zat kering 77 – 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam
tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %. Untuk
tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada
tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total
Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI
dalam tetes berkisar antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat penting bagi
industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan,
sedangkan bagi pabrik gula kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula
dalam tetes(Witono.2003)
c. Blotong
blotong umumnya adalah
sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang
kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani
tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama
beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk
mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap
menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik
blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya,
upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah
kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan (Fadjrin,2009)
Cairan dari limbah –
limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya sehingga mengandung
virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan
akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air untuk
kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga
menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah
tanggake sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air tidak
dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga dapat
meresahkan para penduduk (Anwar, 2001).
Pengetahuan menyeluruh tentang gerakan air tanah
dianggap penting untuk suatu pemahaman yang lebih baik mengenai proses dan
mekanisme daur hidrologi. Air permukaan dan air tanah pada prinsipnya mempunyai
keterkaitan yang erat serta keduanya mengalami pertukaran proses yang
berlangsung terus-menerus. Selama musim kemarau, kebanyakan sungai masih
mengalirkan air. Air sungai tersebut sebagian besar berasal dari dalam tanah,
terutama dari daerah hulu sungai yang pada umumnya merupakan daerah resapan
yang didominasi oleh daerah bervegetasi (hutan). Karena letaknya yang tinggi,
daerah hulu juga memiliki curah hujan yang lebih besar. Oleh adanya kombinasi
kedua daerah tersebut, selama berlangsungnya musim hujan sebagian besar air
hujan dapat ditampung oleh daerah resapan dan dialirkan ke tempat yang lebih
rendah sehingga kebanyakan sungai masih mengalir pada musim kemarau. Namun di beberapa
tempat aliran sungai dapat berhenti pada musim kemarau, artinya sungai tidak
lagi mampu mengalirkan air. Selain factor permukaan tanah yang ikut
mempengaruhi proses terbentuknya air tanah, ada faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi proses terbentuknya air tanah. Faktor tersebut
adalah formasi geologi, yaitu formasi batuan atau material lain yang berfungsi
menyimpan air tanah dalam jumlah besar. Proses pembentukan air tanah formasi
geologi dikenal dengan akifer (aquifer). Pada dasarnya akifer adalah
kantong air yang berada di dalam tanah. Akifer dibedakan menjadi dua, yaitu
aquifer bebas (unconfined aquifer) dan akifer terkekang (confined
aquife (Asdac, 2004).
DAFTAR
PUSTAKA
Asdac, L. 2004. PEMETAAN KUALITAS AIR TANAH DI KELURAHAN KRICAK
KECAMATAN TEGALREJO, YOGYAKARTA DENGAN PEMERIKSAAN JUMLAH BAKTERI Escherichia
Coli (E. coli). Jurnal Teknik
Pengendalian Lingkungan Vol: 11-12
Deni,
L. 2004. Kandungan Mikroorganisme Pada Limbah Cair. TigaSerangkai.
Jakarta.
Fadjrin.
2009. Memanfaatkan Blotong, Limbah Pabrik Gula. http://kulinet.com/baca/
memanfaatkan-blotong-limbah-pabrik-gula/536. diakses 30 Desember 2011.
Rizka,
P. 2002. Buku Pengantar Lingkungan. Gramedia: Malang.
Toharisman,
A., 2005.Poses dan Tahapan Pembuatan Gula Pasir. majalah Berita, P3GI,
pasuruan. No. 4, p:66-69.
Witono,
J.A. 2003. Produksi Furtural dan
Turunnya: Alternatif Peningkatan Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia. htpp://www.chemistry.org/?sect=fokus&ext.
diakses 30 Desember 2011.
BAB 3. HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1
Hasil
3.2 Pembahasan
Limbah merupakan salah
satu hasil sisa yang tidak dapat dipakai lagi, apabila limbah ini terlalu
banyak dilingkungan maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan berdampak
pada kesehatan dari masyarakat sekitar. Limbah dibagi menjadi dua bagian sumber
yaitu limbah yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan limbah yang
berasal dari non-domestik (pabrik, industri dan limbah pertanian). Bahan-bahan
yang termasuk dari limbah harus memiliki karakteristik diantaranya adalah mudah
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,
bersifat korosif dan lain-lain. Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya
air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap
sumber daya air, antara lain menurunkan kulitas air. Kondisi ini dapat
menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung
pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan
sumber daya air secara seksama.
Dalam kegiatan
fieltrip yang telah dilaksanakan kemarin didaerah Sitobondo tepatnya di pabrik
gula Asem Bagus dapat disimpulkan bahwa pembuatan gula pasir terdapat
proses-prosesnya, diantaranya adalah:
1.
Pemanenan
Tanaman tebu dapat
tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika dewasa hampir
seluruh daun-daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa daun hijau.
Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh tanaman tebu dibakar untuk
menghilangkan daun-daun yang telah kering dan lapisan lilin. Besarnya areal
tanam dan jumlah tanaman tebu dapat dikurangi jika ekstraksi gula dapat
dilakukan semakin baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula dunia. Pemanenan
dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin.
Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang
sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak
terjadi pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan
hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi
satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa
dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan
kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun
lori tebu menuju ke penggilingan. Pemotongan
dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek.
Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan dengan
topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk
kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan
hilangnya banyak tenaga kerja kerja.
2.
Ekstraksi
Tahap
pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik,
tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar.
Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya
digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan
seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih
berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran
kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam
gula. Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu,
dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta
pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu
bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung
sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.
3.
Pengendapan kotoran dengan kapur
(Liming)
Pabrik dapat
membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime)
yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini
dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming. Jus hasil ekstraksi
dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan.
Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan
perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian
dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih
(clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah
sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.
Kotoran berupa lumpur
dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya dilakukan
penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi
dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa
cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.
4.
Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan
menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu
proses yang dinamakan evaporasi. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih
sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan
lagi. Jus yang sudah jernih mungkin
hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang
diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%.
Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang
dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan
kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).
5.
Pendidihan/ Kristalisasi
Pada tahap akhir
pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk
dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk
pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan
mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal
campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat
sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses
mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian
dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan. Larutan induk hasil pemisahan
dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya
kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada
di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena
keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil
pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin
sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak
mungkin lagi dilanjutkan.
Dalam sebuah pabrik
pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses pendidihan.
Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan.
Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam
panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan
terbentuk. Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang
selanjutnya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan
kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan pabrik yang lainnya menggunakan
cara mencampur gula A dan B untuk dijual. Pendidihan “C” membutuhkan waktu
secara proporsional lebih lama daripada pendidihan B dan juga membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya
digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi. Sebagai
tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah
produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah
lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat
alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat
dengan pabrik gula tebu.
6.
Penyimpanan
Gula kasar yang
dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan
terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur
rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor
dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak
diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut
ketika sampai di negara pengguna.
7.
Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian
gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk
yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan “afinasi”.
Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian
sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan
kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma')
di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat
dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum
perlakuan berikutnya (karbonatasi). Cairan yang dihasilkan dari pelarutan
kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel
halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua
dikeluarkan dari proses.
8.
Karbonatasi
Tahap pertama
pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan
dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini
beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik
pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh
dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan
dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas
karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel
kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan
supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut
stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi.
Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin
materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka
substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses
ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan
warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi
teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan
fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih
kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah
liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.
9.
Penghilangan warna
Ada dua metoda umum
untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik
penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya
dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC]
yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern
setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang
hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah
secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi
juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar
keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion
yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan
beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah
cairan yang tidak diharapkan. Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini
selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit
dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya
cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.
10. Pendidihan
Pendidihan
Sejumlah air diuapkan
di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula.
Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu
pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal
dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan
keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam
mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan
udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.
11. Pengolahan
sisa (Recovery)
Cairan sisa baik dari
tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih
mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di
ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar,
bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil
pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang
ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk
samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan
ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan
alkohol.
Dalam proses produksi
gula pabrik menghasilkan limbah, limbah-limbah tersebut jika tidak di olah
dengan benar maka akan membahayakan lingkungan, berikut macam-macam limbah yang
dihasilkan oleh pabrik gula:
a.
Limbah Bagasse
Satu diantara energi
alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah
lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian
(biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat
industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah
seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup
melimpah. Bagasse tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan
oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak
tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas
mulai jarang menggunakannya. Material bahan organik yang dimiliki pabrik gula
cukup banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di
lapangan, yaitu klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara
lain blotong dan ampas tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas
50% . Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan
organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut penelitian, ampas (bagasse)
tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5;
dan 0,38% K2O.
b. Limbah Tetes
Tetes atau molasses
merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes diperoleh
dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak
dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 –
6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari
menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun
masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena
mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan
tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG,
pabrik pakan ternak dll. Secara umum tetes yang keluar dari sentrifugal
mempunyai brix 85 – 92 dengan zat kering 77 – 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam
tetes bervariasi antara 25 – 40 %, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %. Untuk
tebu yang belum masak biasanya kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada
tebu yang sudah masak. Komposisi yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total
Sugar as Inverti ) yaitu gabungan dari sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI
dalam tetes berkisar antara 50 – 65 %. Angka TSAI ini sangat penting bagi
industri fermentasi karena semakinbesar TSAI akan semakin menguntungkan, sedangkan
bagi pabrik gula kadar sukrosa menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam
tetes(Witono.2003)
d. Blotong
blotong umumnya adalah
sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang
kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani
tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama
beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk
mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap
menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik
blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya,
upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar mulai dilirik setelah
kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan.
BAB
4. PENUTUP
Gula merupakan salah satu bahan pokok masyarakat
Indonesia, serta sumber kalori yang relatif murah dan dapat dikonsumsi secara
langsung. Tebu sebagai sumber terbesar gula pada famili Gramineae dibudidayakan
secara intensif di daerah dengan iklim tropis. Kebutuhan gula terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan, gaya hidup dan
industri pangan serta bioenergy yang menjadikan gula sebagai bahan baku.
Limbah
merupakan salah satu hasil sisa yang tidak dapat dipakai lagi, apabila limbah
ini terlalu banyak dilingkungan maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan
dan berdampak pada kesehatan dari masyarakat sekitar. Limbah dibagi menjadi dua
bagian sumber yaitu limbah yang bersumber domestik (limbah rumah tangga) dan
limbah yang berasal dari non-domestik (pabrik, industri dan limbah pertanian). Masalah
utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk
keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan
kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain
menurunkan kulitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan
bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena
itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.
Dalam kegiatan fieltrip
yang telah dilaksanakan kemarin didaerah Sitobondo tepatnya di pabrik gula Asem
Bagus dapat disimpulkan bahwa pembuatan gula pasir terdapat proses-prosesnya
yaitu pemanenan, Ekstraksi, Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming), Penguapan
(Evaporasi), Pendidihan/ Kristalisasi, Penyimpanan, Afinasi (Affination), Karbonatasi,
Penghilangan warna, Pendidihan, Pendidihan, Pengolahan sisa (Recovery).
No comments:
Post a Comment