Saturday, March 31, 2012

Pembibitan kelapa sawit Pre-nursery


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi pertanian terpenting bagi Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan akan kebutuhan minyak nabati di dalam negeri. Sasaran utama yang harus dicapai dalam mengusahakan perkebunan kelapa sawit adalah memperoleh produksi maksimal dan kualitas minyak yang baik dengan biaya yang efisien. Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan standart kegiatan teknis budidaya yang baik, salah satunya adalah pembibitan kelapa sawit.
            Produksi yang maksimal dapat tercapai apabila tanaman berasal dari bibit yang baik dan sehat serta penerapan teknis budidaya yang benar sesuai dengan standart. Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai setahun sebelum penanaman di lapangan dan merupakan faktor utama yang paling menentukan produksi per hektar tanaman. Pengelolaan bibit yang dapat menciptakan kualitas bibit yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan buah yang baik pula. Umur tanaman kelapa sawit mulai saat ditanam sampai peremajaan kembali (replanting) dapat mencapai umur ekonomis antara 25-30 tahun. Keadaan ini sangat ditentukan oleh kualitas bibit yang ditanam. Oleh sebab itu teknik dan pengelolaan pembibitan harus menjadi perhatian utama dan serius.            faktor genetik bibit yang jelek yang sudah tertanam beberapa tahun di lapangan sangat sulit (tidak pernah mungkin) direhabilitasi menjadi bibit yang berkualitas baik. Sebagai contoh bibit abnormal (bibit steril) yang tertanam di lapangan tidak mungkin dapat diubah menjadi tanaman yang normal. Sedangkan faktor-faktor lain (misalnya kesuburan tanah) masih dapat diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.
Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa yang akan datang. Perawatan bibit yang baik di pembibitan awal dan pembibitan utama melalui dosis pemupukan yang tepat merupakan salah satu uapaya untuk meencapai hasi yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa sawit. Oleh karena itu, dalam penuliasan makalah ini akan dibahas tentang pemupukan sebagai salah satu perawatan yang dilakukan pada pembibitan pre nursery.

1.2 Tujuan
            Untuk mengetahui pengaruh dosis pememupukan NPK yang tepat pada perkembangan bibit kelapa sawit di pembibitan pre nursery.

1.3 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tahap-tahap  dalam pembibitan kelapa sawit pre nursery?
2.      Bagaimana pengaruh pemupukan NPK terhadap pertumbuhan kelapa sawit di pembibitan pre nursery?
           


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
            Tanaman kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Tanaman kelapa sawit sudah menjadi komoditas utama bagi pengusaha perkebunan di wilayah Indonesia. Hal ini dibuktikan bahwa Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi. Tanaman kelapa sawit biasa hidup di lingkungan yang panas dengan kondisi lahan yang subur dan memiliki curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun. Dengan kondisi lingkungan yang stabil maka pengelolaan kelapa sawit dapat berjalan dengan baik (Asmono, 2000).
            Faktor yang berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit yang tinggi adalah faktor pembibitan. Untuk memperoleh bibit yang unggul maka harus dilakukan dari tetuanya yang unggul pula. Selain dari tetua yang unggul hal yang harus diperhatikan dlam proses pembibitan yaitu pemeliharaan yang meliputi penyiraman , pemupukan (pupuk dasar) dan pengendalian OPT yang mengganggu selama pembibitan kelapa sawit. Didalam teknik dan pengelolaan pembibitan kelapa sawit untuk mendapatkan kualitas bibit yang baik, ada 3 (tiga) faktor utama yang menjadi perhatian, yaitu :
·         Pemilihan jenis kecambah/bibit
·         Pemeliharaan
·         Seleksi bibit (Agustina, 1990).
A.    Pemilihan dan Persiapan Areal Pembibitan
·         Pemilihan Lokasi
            Pemilihan lokasi untuk pembuatan pembibitan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Berada di tengah-tengah rencana areal penanaman yang mana bibit yang akan di tanam nantinya berasal dari pembibitan yang akan dibuat tersebut.
2.      Lokasi harus bebas banjir.
3.      Air yang ada di lokasi pembibitan terbebas dari polusi.
4.      Terdapat tanah dengan kualitas bagus sehingga memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai pengisi polibag.
5.      Lokasi tidak tertutup oleh bayang-bayang dari pohon-pohon hutan atau pohon-pohonan lainnya sehingga dapat menerima sinar matahari penuh. Jarak terdekat dari hutan yang ada di sekitar tempat tersebut minimal 20 m.
6.      Terjaga keamanannya dari pencurian maupun serangan pengganggu lainnya seperti dari binatang liar dan lain sebagainya (Yudi, 2008).
·         Topografi
   Areal yang dipilih bertopografi datar. Apabila mempunyai kemiringan, slope-nya tidak terjal. Mempunyai sumber air yang memadai untuk penyiraman. Dengan kemiringan yang tidak begitu terjal diharapkan apabila dalam kondisi tertentu, misalnya karena kekeringan sehingga persediaan air menipis, dengan topografi yang datar atau landai dimungkinkan air dari penyiraman bibit dialirkan kembali ke sumber air dan digunakan untuk menyiram bibit. Bila hal ini akan dilaksanakan maka yang perlu diperhatikan adalah adanya kandungan herbisida atau zat lainnya yang berbahaya atau menimbulkan dampak negatif bagi bibit.
·         Areal
            Lokasi yang dipilih harus dipertimbangkan dengan luasan yang mampu untuk menampung jumlah bibit yang akan dihasilkan dari lokasi tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah jarak antar large bag di main nursery nantinya. Selain itu juga harus diperhitungkan keberadaan jalan yang akan digunakan untuk mengangkut bibit. Membuat jalan yang lebar dan mampu untuk dilalui truk besar akan menghemat biaya operasional pengangkutan nantinya walaupun pada saat awal pembuatan membutuhkan biaya yang cukup besar.
·         Bentuk Lokasi
            Bentuk area pembibitan sebaiknya persegi panjang. Hal ini akan memudahkan perhitungan kebutuhan pipa untuk pembuatan jaringan air penyiraman.Selain itu juga dapat memudahkan perhitungan kebutuhan dan kontrol penggunanaan herbisida, insektisida dan lain-lain.
·         Pembersihan Lahan
            Setelah batas-batas lokasi pembibitan ditentukan selanjutnya dilaksanakan pembersihan lahan. Pada prinsipnya pembersihan lahan dilaksanakan agar lokasi menjadi rata dan mudah untuk pemasangan pipa air serta dapat untuk menempatkan polibag. Pembersihan lahan mulai dengan kegiatan tebas dan tumbang pohon selanjutnya diratakan dengan menggunakan bulldozer. Kalau memungkinkan dibantu dengan kegiatan pembakaran. Cara pembersihan lahan dilakukan sesuai kondisi yang ada. Sisa-sisa kayu dari lahan yang dibersihkan diletakkan di luar areal yang tanahnya tidak akan dipakai untuk mengisi polibag. Jangan sampai waktu pengisian polibag ada tanah yang di dalamnya terdapat sisa-sisa potongan kayu. Bentuk gundukan dan cekungan pada tanah selanjutnya harus diratakan untuk menghindari genangan air yang diakibatkan oleh bentuk-bentuk tersebut (Sutarta, 2007).
            Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Fosfat alam merupakan pupuk yang lambat tersedia (slow released) dan mengandung Ca, sehingga lebih efektif digunakan pada lahan dengan tanah bersifat masam, yang disebabkan oleh kadar Al dan Fe tinggi. Harga pupuk per  satuan  unsur  lebih  murah,  efektivitasnya  tidak  kalah  dibandingkan  SP-36  atau  TSP  dan  dapat  digunakan  sekaligus untuk beberapa musim, sehingga biaya aplikasi  lebih  murah.  Penelitian  pengaruh  pupuk  P-alam untuk  tanaman jagung telah dilakukan pada Typic Hapludox di  Tanah Laut, Kalsel (Kasno, 2010).



BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
            Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (Randomized Complete Design) satu faktor. Sebagai faktor perlakuan adalah pupuk NPK mutiara dengan taraf terdiri dari :
            Tanpa pupk (P0), pupuk NPK mutiara 1 gram/ polybag (P1), pupuk NPK 1,² gram/polybag (P2), pupuk NPK mutiara 2 gram/polybag (P3) pupuk NPK mutiara 2,5 gram/polybag (P4), pupuk NPK mutiara 3 gram/ polybag (P5), pupuk NPK mutiara 3,5 gram/polybag (P6) dan pupuk NPK mutiara 4 gram/polybag (P7), setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Sedangkan jumlah satuan percobaan terdiri dari 4 bibit kelapa sawit.Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman bibit kelapa sawit, panjang akar, dan lebar daun. Pemupukan diberikan setiap satu minggu sekali dari kecambah bibit kelapa sawit yang telah berumur 1 bulan dan pemupukan dihentikan setelah bibit mencapai umur 3 bulan. Jika dihitung dari awal kecambah, umur bibit sampai akhir pengamatan adalah 4 bulan. Data dianalisis dengan menggunakan analisis variasi (anova) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk terhadap semua peubah yang diamati. Jika terdapat pengaruh nyata analisis data dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (Duncamn multiple Range Test) (Stell dan Torric, 1995).
 BAB 4. PEMBAHASAN

            Dalam melakukan budidaya tanaman kelapa sawit, hal yang pentiung dan perlu diperhatikan adalah pada saat pembibitan (pre nursery) hal ini dikarenakan pada saat pre nursery kita menyeleksi bibit yang akan dipindah ke main nursery yang nantinya juga akan menentukan daya hidup dan kualitas dari tanaman kelapa sawit di daerah lapang. Biasanya areal pre-nursery menyatu dengan lokasi main nursery, namun hal ini tidak mutlak harus demikian. Di pre-nursery bibit ditanam di polibag yang relatif lebih kecil ukurannya dan lebih ringan sehingga transportasi lebih mudah serta dapat dalam jumlah besar misalnya dengan menggunakan truk. Pada situasi tertentu dapat dilaksanakan pembuatan pre-nursery terpisah dengan main nursery dan ditempatkan di sekitar lokasi pemukiman karyawan. Pelaksanaannya langsung di bawah pengawasan Kepala Kebun.
            Apabila pre nursery dibuat di daerah yang berlereng maka perlu dibikin teras-teras agar bedengan untuk menempatkan polibag dalam posisi datar. Dan yang penting lagi adalah air sisa-sisa penyiraman agar dapat mengalir lancar sehingga tidak terjadi genangan dalam bedengan. Pada masa lampau dari referensi dapat diketahui bahwa anyaman bambu dapat dibentuk dan difungsikan sebagai polibag. Namun lama-lama ketersediaan bambu semakin sulit didapat dan harganya semakin mahal akhirnya dipergunakanlah polibag yang terbuat dari plastik seperti yang digunakan sekarang ini. Penggunanaan polibag dari plastik dapat diganti lagi dari anyaman bambu apabila suatu saat nanti harga plastik menjadi mahal dan makin sulit didapat. Keuntungan utama penggunaan anyaman bambu untuk menanam bibit adalah bahan tersebut mudah hancur dan pada pemindahan bibit ke large bag tidak perlu diambil terlebih dahulu tapi langsung ditanam dalam large bag. Pada saat bibit ditanam di lapangan lama-lama bahan tersebut akan hancur dengan sendirinya.
            Dalam memilih jenis polibag baik untuk pre maupun main nursery kualitas serta spesifikasi yang seragam dari polibag merupakan bahan pertimbangan yang utama. Kualitas yang jelek akan menyebabkan polibag mudah robek dan nantinya akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Harga bukan menjadi patokan namun kualitas barang yang terpenting. Dan yang perlu diperhatikan adalah keseragaman barang yang dikirimkan oleh suplier.
a.Persiapan perkecambahan
            Hal yang penting dalam menentukan dalam pre nursery adalah pada saat proses pekecambahan, apabila kecambah yang nantinya akan digunakan untuk untuk pre nursery mengalami hambatan dan kegagalan, maka hal tersebut akan berpengaruh besar terhadap pre nursery dan main nursery, selain itu juga berpengaruh kepada kualitas dari bibit kelapa sawit. Kecambah yang ditanami adalah kecambah yang telah dapat dibedakan antara bakal daun dan bakal akar. Bakal daun (plumula) ditandai dengan bentuk yang agak menjamin dan berwarna kuning muda, sedangkan bakal akar (radikula) berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning dari bakal daun. Pada waktu penanaman harus diperhatikan posisi dan arah kecambah, plumula menghadap keatas dan radikula menghadap kebawah. Kecambah yang belum jelas bakal akar dan daunnya dikembalikan kedalam kantong plastik dan disimpan dalam kondisi lembab selama beberapa hari untuk bisa ditanam. Kesalahan-kesalahan dalam penanaman akan dapat menimbulkan kelainan pada bibit. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perkecambahan agar memperoleh bibit yang baik, diantaranya adalah:
·           Buah dikupas untuk memperoleh benih yang terlepas dari sabutnya. Pengupasan buah kelapa sawit dapat menggunakan mesin pengupas.
·           Benih direndam dalam ember berisi air bersih selama 2 hari dan setiap hari air harus diganti dengan air yang baru.
·           Setelah benih direndam, benih diangkat dan dikering anginkan di tempat teduh selama 24 jam dengan menghamparkannya setebal satu lapis biji saja. Kadar air dalam biji harus diusahakan agar tetap sebesar 17%.
·           Selanjutnya benih disimpan di dalam kantong plastik berukuran panjang 65 cm yang dapat memuat sekitar 500 sampai 700 benih. Kantong plastik ditutup rapat-rapat dengan melipat ujungnya dan merekatnya. Simpanlah kantong-kantong plastik tersebut dalam peti berukuran 30 cm x 20 cm x 10 cm, kemudian letakkan dalam ruang pengecambahan yang suhunya 39 0C.
·           Benih diperiksa 3 hari sekali (2 kali per minggu) dengan membuka kantong plastiknya dan semprotlah dengan air (gunakan hand mist sprayer) agar kelembaban sesuai dengan yang diperlukan yaitu antara 21- 22% untuk benih Dura dan 28-30% untuk Tenera. Contoh benih dapat diambil untuk diperiksa kelembabannya.
·           Bila telah ada benih yang berkecambah, segera semaikan pada pesemaian perkecambahan.
·           Setelah melewati masa 80 hari, keluarkan kantong dari peti di ruang pengecambahan dan letakkan di tempat yang dingin. Kandungan air harus diusahakan tetap seperti semula. Dalam beberapa hari benih akan mengeluarkan tunas kecambahnya. Selama 15-20 hari kemudian sebagian besar benih telah berkecambah dan siap dipindahkan ke persemaian perkecambahan (prenursery ataupun nursery). Benih yang tidak berkecambah dalam waktu tersebut di atas sebaiknya tidak digunakan untuk bibit.
            Kesalahan-kesalahan dalam penanaman akan dapat menimbulkan kelainan pada bibit. Kelainan yang terjadi pada bibit antara lain:
1). Bibit yang berputar karena penanaman radikula menghadap keatas.
2). Akar bibit terbongkar karena penanaman yang terlalu dangkal.
3). Bibit menguning karena media terlalu banyak mengandung pasir.
4). Bibit mati (busuk) karena tergenang air penyiraman atau air hujan.
Setelah proses pemilihan perkecambahan, hayl yang terpenting adalah proses penyemaian benih, yang meliputi:
·         Benih yang sudah berkecambah disemai dalam polybag kecil, kemudian diletakkan pada bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya.
·         Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 cm x 23 cm atau 15 cm x 23 cm (lay flat).
·         Polybag diisi dengan 1,5-2,0 kg tanah atas yang telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase.
·         Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm.
·         Setelah bibit dederan yang berada di prenursery telah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai, bibit dederan sudah dapat dipindahkan ke pesemaian bibit (nursery).
·         Keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah polybag dapat menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit.
·         Penyiraman dengan sistem springkel irrigation sangat membantu dalam usaha menghasilkan kelembaban yang diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan karena siraman.
·         Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm x 50 cm atau 45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian bawahnya untuk drainase.
·         Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak sebanyak 15-30 kg/polybag, disesuaikan dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di pesemaian bibit.
·         Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher akar berada pada permukaan tanah polybag besar dan tanah sekitar bibit dipadatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit pada polybag besar kemudian disusun di atas lahan yang telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x 100 cm x100 cm.
b. Persiapan Pembuatan Bedengan di Pre-nursery
            Bedengan dibuat pada areal yang telah diratakan dengan ukuran lebar kurang lebih 1,2 m dan panjang kurang lebih 8 m setiap bedengan tepi bedengan dilengkapi dengan papan atau kayu setinggi kurang lebih 20 cm agar polibag dapat disusun tegak. Jarak antar bedengan 80 cm berfungsi sebagai jalan pemeliharaan, pengawasan, dan pembuangan air yang berlebihan saat penyiraman atau waktu hujan. Bedengan ukuran 1,2 x 8 cm dapat menampung 1.000 bibit. Untuk 15.000 kecambah atau 75 ha tanaman dilapangan diperlukan areal pembibitan awal seluas kurang lebih 250 m persegi atau kurang lebih 15 bedengan. Bagian dasar bedengan dibuat lebih tinggi dari permukaan untuk memperlancar drinase
c. Pengisian Polibag di Pre-nursery
            Tanah yang digunakan untuk mengisi polibag harus yang berkualitas bagus dan mempunyai drainase yang baik pula. Sebelum digunakan tanah dicampur dulu dengan rock phosphat. Setiap 4,5 m3 tanah diberi 10 kg rock phosphat. Tanah tersebut cukup untuk mengisi 1000 buah polibag. Pemberian rock phosphat juga dapat diberikan langsung ke polibag. Setelah polibag diisi tanah diberikan rock phosphat dengan jumlah 10 gram per polibag.
            Penting sekali untuk dipastikan bahwa sisi lebar bedengan dengan ukuran 2,2 m menampung 13 polibag. Hal ini untuk mempermudah waktu menghitung polibag yang telah ditata, polibag yang telah diangkut, ditanami dan berapa jumlah uang yang harus dibayarkan pada karyawan borongan yang mengisi dan menata polibag. Dalam kondisi normal seorang karyawan biasanya mampu mengisikan tanah ke dalam polibag sejumlah 1000 buah per hari.
            Agar program pengisian polibag dapat lancar tidak terganggu hujan, disarankan tempat mengisi polibag diberi atap dari terpal plastik. Tanah yang dipergunakan dalam kondisi kering dan tidak bergumpal-gumpal. Bila kondisi tanah dalam keadaan basah maka pekerja akan kesulitan untuk melaksanakan kegiatan sehingga prestasi kerjanyapun akan turun. Polibag –polibag yang telah terisi tanah segera ditata dalam bedengan agar dapat segera disiram air. Disarankan untuk diberi (disiram) dengan pestisida yang cocok untuk dapat memberantas cacing tanah, jangkrik maupun siput yang natinya dapat mengganggu pertumbuhan bibit.
d. Pengairan di Pre-nursery
            Jaringan air untuk penyiraman harus dipasang meliputi seluruh kawasan pembibitan. Apabila yang dipergunakan sistem sprinkler maka dipilih nozle yang menghasilkan butiran-butiran air lebih halus dari pada yang dipergunakan di main nursery. Apabila nantinya di main nursery direncanakan menggunakan sistem penyiraman manual, untuk di pre-nursery dianjurkan di beri tambahan alat yang dapat menghasilkan butiran air lebih halus.
            Apabila dipergunakan sistem sprinkler dengan selang yang terbuat dari plastik ataupun karet biasanya berdiameter 1,85 cm, disarankan dipergunakan klem dari logam untuk menyambung antara selang tersebut dengan sprinkler. Hal ini untuk menjamin kekuatan dan kerapatan sambungan sehingga sprinkler dapat menghasilkan semprotan yang lebih luas. Sistem penyiraman dapat dilakukan dengan sistem manual maupun sprinkler yang dapat dipindah-pindahkan. Kelemahan dari kedua sistem ini adalah lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dibandingkan dengan sistem sprinkler permanen maupun sistem selang politen perforasi.
            Penyiraman biasanya dilaksanakan dua kali sehari, pagi dan sore. Untuk mendapatkan hasil yang optimum biasanya penyiraman dilaksanakan dalam jangka waktu lebih kurang 20 menit. Dalam prakteknya setiap pekerja dalam satu tahun dapat menangani rata-rata 250.000 bibit. Pekerjaannya selain menyiraman, juga pemupukan, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Melihat beberapa kelebihan penggunaan irigasi sistem selang perforasi maka disarankan penggunaan sistem ini untuk pembuatan pembibitan baru.
e. Naungan di Pre-nursery
            Rekomendasi pemberian naungan di pre-nursery kemungkinan dibuat sewaktu belum diketemukannya sistem penyiraman di pembibitan yang baik. Pemberian naungan di pembibitan baik dengan menggunakan pelepah kelapa sawit maupun dengan menggunakan bahan lainnya mulanya dimaksudkan untuk melindungi bibit dari penyiraman yang kurang sempurna terutama pada saat bibit dalam masa-masa pertumbuhan kritis. Setelah sistem penyiraman dapat dilaksanakan dengan baik, misalnya dengan sistem selang perforasi, maka naungan pada pembibitan tidak direkomendasikan lagi.
            Apabila kebutuhan air peyiraman cukup maka pemberian naungan pada pembibitan tidak memberikan dampak positif pada pertumbuhan bibit. Penghilangan naungan akan memberikan dampak berkurangnya penyakit daun pada bibit. Kenyataan ini menimbulkan dugaan bahwa naungan berupa daun kelapa sawit akan menimbulkan (menularkan) penyakit daun pada bibit kelapa sawit. Apabila karena alasan-alasan tertentu naungan tetap dipasang akan dapat menyebabkan itiolase pada bibit yang tidak diharapkan.
            Seleksi bibit adalah kegiatan mengidentifikasi dan kemudian mengeliminasi ( memusnahkan ) semua bibit yang abnormal dan mempertahankan bibit yang benar-benar sehat dan bermutu baik. Oleh karena itu seleksi harus dilakukan dengan ketat, cermat dan hati-hati sehingga bibit yang dikirim untuk di tanam adalah bibit yang terbaik, serta harus dilaksanakan oleh petugas yang terlatih dan berpengalaman. Pada akhir tahap Pre Nuresery, kecambah yang normal sudah memiliki 3 sampai 4 helai daun leanceolatus, ( daun yang belum membuka ). Pada saat terbuka sempurna, daun menjadi lebih panjang kira-kira 20 – 25 cm dan lingkar batang mencapai 4 cm. Seleksi di Pre Nursery dilakukan dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I            : Umur 2 - 4 minggu
Tahap II          : Sesaat sebelum dipindahkan ke largebag ( Tahap Main Nursery )                             yaitu pada unur 3 – 3.5 bulan
            Bibit yang diseleksi pada masa pre nursery, adalah sebagai berikut :
a.         Bibit berputar / melintir ( twisted leaf ).
Ini terjadi karena salah dalam menanam kecambah, atau penanaman terbalik sehingga daun berputar dan batang melintir. Mungkin juga akibat terkontaminasi herbisida yang mengandung hormon.
b.        Daun sempit seperti rumput ( grass leaf ).
Bentuk daun sempit dan tegak seperti rumput
c.         Daun bergulung ( roller leaf ).
Helaian daun bergulung sepanjang aksis vertikal, sehingga tampak seperti duri besar ( spike )
d.        Daun berkerut ( crinkle leaf ).
Bibit dengan pertumbuhan lamina terhambat di bagian tengah sehingga menyebabkan daun berkerut. Ini bisa terjadi karena adanya faktor genetis atau faktor rangsangan dari luar. Faktor rangsangan dari luar seperti kekeringan, akan menghambat pertumbuhan akar sehingga bibit berkerut. Penyiraman bibit yang cukup dan teratur seharusnya dapat memulihkan bibit dari kondisi ini. Untuk memastikan bibit berkerut karena faktor genetik, sulit di lakukan pada tahap perkembangan awal. Maka seleksi sebaiknya ditunda sampai bibit berumur sekitar 6 bulan. Pada saat bibit berumur 6 bulan, bibit berkerut yang disebabkan oleh rangsangan dari luar akan dapat pulih. Gejala bibit berkerut juga bisa disebabkan oleh defisiensi Boron.
e.         Daun tidak membuka ( colante ).
Helai daun bersatu, tidak terbuka atau hanya terbuka sebagian. Jika hal ini ditemukan dalam jumlah besar, kemungkinan adalah karena kekuarangan air. Sebaiknya lakukan dulu penyiraman yang cukup dan teratur. Setelah itu baru boleh dimusnahkan jika tidak ada perubahan. Kondisi ini bisa juga disebabkan oleh serangan hama serangga, terkontaminasi bahan kimia atau defisiensi Boron.
f.         Bibit terkena penyakit.
Bibit yang terserang penyakit Blast dan Curvularia kategori berat, sebaiknya dismusnahkan saja. Jika bibit terserang penyakit dalam jumlah nesar , segera adakan pengendalian penyakit.
g.        Daun dengan strip kuning ( Chimaera ).
Pada helaian daun terdapat bagian berwarna kuning berbentuk strip atau pita. Kondisi ini bisa terjadi di semua umur tanaman. Bahkan baru muncul setelah ditanam di lapangan. Hal ini terjadi karena faktor genetik, dimana bagian tertentu tidak mengandung klorofil.
h.        Tanaman kerdil ( Runt ).
Secara keseluruhan bentuk bibit termasuk dala kategori normal, tetapi ukuran bibit jauh lebih kecil. Selain terjadi karena faktor genetik, hal ini juga terjadi karena faktor lingkungan, seperti media tanah yang tidak memenuhi syarat : tanah tidak berasal dari top soil; tanah banyak mengandung liat, kayu dan batu, bekas bakaran atau tanah tersebut telah terkontaminasi herbisida. Bibit kerdil juga disebabkan kekurangan nitrogen sebagai akibat bibit tergenang air.
Yudhi, 2008.
            Dari hasil uji beda tengah dengan menggunakan uji duncan, menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK mutiara sebesar 1,5 gram per polybag menghasilkan tinggi tanaman 16,65 cm pada bulan pertama dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman kelapa sawit diberi pupuk dengan dosis 2,5 gram per polybag. Pada bulan kedua pemberian pupuk NPK Mutiara dengan dosis  2 gram per polybag menghasilkan tinggi tanaman 36,825 cm dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang diberi pupuk NPK mutiara sebesar 2,5 gram 31,875. Pada bulan ketiga pupuk NPK Mutiara dengan dosis 2 gram per polybag mengahsilkan tinggi tanaman 38,15 cm dan tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang diberi pupuk NPK Mutiara sebesar 2,5 gram 35,92 cm.
            Memperhatika tinggi bibit kelapa sawit pada bulan pertama, kedua dan ketiga tersebut diatas, terlihat kecenderungan penurunan penambahan tinggi tanaman dengan semakin besarnya dosis NPK Mutiara yang diberikan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa model kuadratik merupakam model terbaik untuk menggambarkan trend pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada bulan pertama tersebut.

Yudhi 2008
            Hasil analisis ragam menunjukkan behwa luas daun bibit kelapa sawitr pada bulan pertama dan kedua dipengaruhi oleh pemberian pupuk NPK Mutiara. Sedangkan pada bulan ktiga dipengaruhi secara nyata oleh pemberian pupuk NPK Mutiara. Hasil uji Duncan menunjukkan baha pemberian pupuk NPK Mutiara sebesar 2 gram per polybag menghasilkan luas daun bibit kelapa sawit 315,42 cm pada bulan peetama dan tidak berbeda nyata dengan luas daun bibit kelapa sawit yang diberi pupuk dengan dosis 2,5 gram per polybag (259,63 cm). Pada bulan kedua dan bulan ketiga pemberian pupuk NPK Mutiara dengan dosis 2 gram per polybag menghasilkan luas daun 432,85 cm dan 516,91 cm dan tidak berbeda nyata dengan luas daun yang diberi pupuk NPK mutiara sebesar 2,² gram 306 cm dan 472,9 cm.

Yudhi, 2008
            Dari tabel diatas dapat diketahui pengaruh dari pupuk NPK mutiara terhadap panjang akar bibit sawit yang dilihat berdasarkan dosis pemupukannya, dosis pupuk 2 gram/polibag memberikan nilai tertinggi pada rata-rata panjang akar jika dibandingkan dengan dosis pupuk 2,5 gram/polibag. Hal ini disebaban karena unsur hara makro yang terdapat pada pupuk mutiara mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Dan pemberian pupuk NPK mutiara yang berlebihan atau diatas 2,5 gram/polibag dapat menghambat pertumbuhan panjang akar pada kelap sawit. Dan bila dikaitkan dengan rata-rata bulan, maka dosis pupuk yang dibawah 2 gram/polibag menunjukkan pernambahan panjang akar yang tidak signifikan tetapi pertumbuhan akar tidak mengalami penghambatan atau pengurangan panjang akarnya.
            Penurunan pengaruh dosis terhadap panjang akar pada bulan ke tiga tnpa pupuk mengalami penurunan kemampuan kelapa sawit dalam melakukan pemanjangan akar. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang terdapat pada dalam tanah telah mengalami defisiensi karena tidak ada suplai pupuk dari luar. Dan pada dosis pemupukan diatas 2,5 gram/polibag seiring bertambahnya umur kelapa sawit pemberian dosis yang tinngi menyebabkan penurunan kemampuan pemanjangan akar. Hal ini disebakan oleh tingkat dosis yang tinggi menyebabkan keracunan sehingga menghambat pertumbuhan panjang akar.
            Menurut Agustina (1990) pemberian pupuk yang melebihi dosis rekomendasi tidak semuanya dapat diserap oleh perakaran tanaman. Pemberian pupuk dengan dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya konsumsi pupuk bertlebihan yang berarti membuang percuma pupuk tanpa diserap lagi oleh tanaman. Fenomena ini dikenal dengan hukum “peningkatan hasil yang semakin berkurang”


BAB 5. KESIMPULAN
            Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai setahun sebelum penanaman di lapangan dan merupakan faktor utama yang paling menentukan produksi per hektar tanaman. Pengelolaan bibit yang dapat menciptakan kualitas bibit yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan buah yang baik pula. Dari hasil pengamatan pada literatur yang diambil dapat diketahui bahwa pemupukan yang terbaik untuk diaplikasikan pada pembibitan kelapa sawit yaitu pemupukan menggunakan dosis sebanyak 2 gram pupuk NPK yang ditunjukkan dengan hasil pertumbuhan tinggi bibit, panjang akar dan lebar daun pada bibit tanaman kelapa sawit.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina. 1990. Nutrisi Tanaman. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Asmono. D. 2000. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Darmosarkoro,W.,Sutarta, SE Dan Winarma. 2007. Lahan Dan Pemupukan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan

Kasno. 2010. Efektivitas Beberapa Deposit Fosfat Alam  Indonesia Sebagai Pupuk Sumber Fosfor Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Pada Tanah Ultisols. Jurnal Littri, Vol.16, No.4

Sutarta, E.S, Rahutomo.S, Darmosarko. W. Dan Winarma. 2007. Peranan Unsur Hara Dan Sumber Hara Pada Pemupukan Tanaman Kelepa Sawit. Pusat Penelitian Kelepa Sawit. Medan.

Yudhi. 2008.Respon Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Pada pembibitan AwalTerhadap Pupuk NPK Mutiara. Ziraa’ah, Vol. 23, No.3