BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi pertanian
terpenting bagi Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi
pemenuhan akan kebutuhan minyak nabati di dalam negeri.
Sasaran utama yang harus dicapai dalam mengusahakan
perkebunan kelapa sawit adalah memperoleh produksi maksimal dan kualitas minyak
yang baik dengan biaya yang efisien. Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan
standart kegiatan teknis budidaya yang baik, salah satunya adalah pembibitan
kelapa sawit.
Produksi yang maksimal dapat tercapai apabila tanaman
berasal dari bibit yang baik dan sehat serta penerapan teknis budidaya yang
benar sesuai dengan standart. Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan
ketelitian dalam pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh
banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas
yang dihasilkan. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai
setahun sebelum penanaman di lapangan dan merupakan faktor utama yang paling
menentukan produksi per hektar tanaman. Pengelolaan bibit yang dapat
menciptakan kualitas bibit yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan
buah yang baik pula. Umur tanaman kelapa sawit mulai saat ditanam sampai peremajaan
kembali (replanting) dapat mencapai umur ekonomis antara 25-30 tahun. Keadaan
ini sangat ditentukan oleh kualitas bibit yang ditanam. Oleh sebab itu teknik
dan pengelolaan pembibitan harus menjadi perhatian utama dan serius. faktor genetik bibit yang jelek yang
sudah tertanam beberapa tahun di lapangan sangat sulit (tidak pernah mungkin)
direhabilitasi menjadi bibit yang berkualitas baik. Sebagai contoh bibit
abnormal (bibit steril) yang tertanam di lapangan tidak mungkin dapat diubah
menjadi tanaman yang normal. Sedangkan faktor-faktor lain (misalnya kesuburan
tanah) masih dapat diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.
Bibit
merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang
dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa yang akan
datang. Perawatan bibit yang baik di pembibitan awal dan pembibitan utama
melalui dosis pemupukan yang tepat merupakan salah satu uapaya untuk meencapai
hasi yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa sawit. Oleh karena itu,
dalam penuliasan makalah ini akan dibahas tentang pemupukan sebagai salah satu
perawatan yang dilakukan pada pembibitan pre nursery.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh dosis pememupukan NPK yang
tepat pada perkembangan bibit kelapa sawit di pembibitan pre nursery.
1.3 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana tahap-tahap dalam pembibitan kelapa sawit pre nursery?
2.
Bagaimana pengaruh pemupukan
NPK terhadap pertumbuhan kelapa sawit di pembibitan pre nursery?
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman
kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman
perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan
bakar nabati (biodiesel). Tanaman kelapa sawit sudah menjadi komoditas utama
bagi pengusaha perkebunan di wilayah Indonesia. Hal ini dibuktikan bahwa
Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen
sawit dunia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan
perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan
intensifikasi. Tanaman kelapa sawit biasa hidup di lingkungan yang panas dengan
kondisi lahan yang subur dan memiliki curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun. Dengan
kondisi lingkungan yang stabil maka pengelolaan kelapa sawit dapat berjalan
dengan baik (Asmono, 2000).
Faktor
yang berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit yang tinggi adalah faktor
pembibitan. Untuk memperoleh bibit yang unggul maka harus dilakukan dari tetuanya
yang unggul pula. Selain dari tetua yang unggul hal yang harus diperhatikan
dlam proses pembibitan yaitu pemeliharaan yang meliputi penyiraman , pemupukan
(pupuk dasar) dan pengendalian OPT yang mengganggu selama pembibitan kelapa
sawit. Didalam teknik dan pengelolaan pembibitan kelapa sawit untuk mendapatkan
kualitas bibit yang baik, ada 3 (tiga) faktor utama yang menjadi perhatian,
yaitu :
·
Pemilihan jenis kecambah/bibit
·
Pemeliharaan
·
Seleksi bibit (Agustina, 1990).
A. Pemilihan
dan Persiapan Areal Pembibitan
·
Pemilihan Lokasi
Pemilihan
lokasi untuk pembuatan pembibitan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Berada di tengah-tengah rencana areal
penanaman yang mana bibit yang akan di tanam nantinya berasal dari pembibitan
yang akan dibuat tersebut.
2.
Lokasi harus bebas banjir.
3.
Air yang ada di lokasi pembibitan
terbebas dari polusi.
4.
Terdapat tanah dengan kualitas bagus
sehingga memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai pengisi polibag.
5.
Lokasi tidak tertutup oleh bayang-bayang
dari pohon-pohon hutan atau pohon-pohonan lainnya sehingga dapat menerima sinar
matahari penuh. Jarak terdekat dari hutan yang ada di sekitar tempat tersebut
minimal 20 m.
6.
Terjaga keamanannya dari pencurian
maupun serangan pengganggu lainnya seperti dari binatang liar dan lain sebagainya
(Yudi, 2008).
·
Topografi
Areal yang dipilih bertopografi datar. Apabila mempunyai
kemiringan, slope-nya tidak terjal. Mempunyai sumber air yang memadai untuk
penyiraman. Dengan kemiringan yang tidak begitu terjal diharapkan apabila dalam
kondisi tertentu, misalnya karena kekeringan sehingga persediaan air menipis,
dengan topografi yang datar atau landai dimungkinkan air dari penyiraman bibit
dialirkan kembali ke sumber air dan digunakan untuk menyiram bibit. Bila hal
ini akan dilaksanakan maka yang perlu diperhatikan adalah adanya kandungan
herbisida atau zat lainnya yang berbahaya atau menimbulkan dampak negatif bagi
bibit.
·
Areal
Lokasi
yang dipilih harus dipertimbangkan dengan luasan yang mampu untuk menampung
jumlah bibit yang akan dihasilkan dari lokasi tersebut. Yang perlu diperhatikan
adalah jarak antar large bag di main nursery nantinya. Selain itu juga harus
diperhitungkan keberadaan jalan yang akan digunakan untuk mengangkut bibit.
Membuat jalan yang lebar dan mampu untuk dilalui truk besar akan menghemat
biaya operasional pengangkutan nantinya walaupun pada saat awal pembuatan
membutuhkan biaya yang cukup besar.
·
Bentuk Lokasi
Bentuk
area pembibitan sebaiknya persegi panjang. Hal ini akan memudahkan perhitungan
kebutuhan pipa untuk pembuatan jaringan air penyiraman.Selain itu juga dapat
memudahkan perhitungan kebutuhan dan kontrol penggunanaan herbisida,
insektisida dan lain-lain.
·
Pembersihan Lahan
Setelah
batas-batas lokasi pembibitan ditentukan selanjutnya dilaksanakan pembersihan
lahan. Pada prinsipnya pembersihan lahan dilaksanakan agar lokasi menjadi rata
dan mudah untuk pemasangan pipa air serta dapat untuk menempatkan polibag.
Pembersihan lahan mulai dengan kegiatan tebas dan tumbang pohon selanjutnya
diratakan dengan menggunakan bulldozer. Kalau memungkinkan dibantu dengan
kegiatan pembakaran. Cara pembersihan lahan dilakukan sesuai kondisi yang ada.
Sisa-sisa kayu dari lahan yang dibersihkan diletakkan di luar areal yang
tanahnya tidak akan dipakai untuk mengisi polibag. Jangan sampai waktu
pengisian polibag ada tanah yang di dalamnya terdapat sisa-sisa potongan kayu. Bentuk
gundukan dan cekungan pada tanah selanjutnya harus diratakan untuk menghindari
genangan air yang diakibatkan oleh bentuk-bentuk tersebut (Sutarta, 2007).
Pembibitan
kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pekerjaan. Keberhasilan
pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di
lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Fosfat alam merupakan pupuk yang lambat tersedia (slow released) dan mengandung Ca, sehingga lebih efektif digunakan pada lahan dengan tanah
bersifat masam, yang disebabkan oleh kadar Al dan Fe tinggi. Harga pupuk
per satuan unsur
lebih murah, efektivitasnya tidak
kalah dibandingkan SP-36
atau TSP dan
dapat digunakan sekaligus
untuk beberapa musim, sehingga biaya aplikasi
lebih murah. Penelitian
pengaruh pupuk P-alam untuk
tanaman jagung telah dilakukan pada Typic Hapludox
di Tanah
Laut, Kalsel (Kasno, 2010).
BAB
3. METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (Randomized Complete
Design) satu faktor. Sebagai faktor perlakuan adalah pupuk NPK mutiara dengan
taraf terdiri dari :
Tanpa
pupk (P0), pupuk NPK mutiara 1 gram/ polybag (P1), pupuk NPK 1,² gram/polybag
(P2), pupuk NPK mutiara 2 gram/polybag (P3) pupuk NPK mutiara 2,5 gram/polybag
(P4), pupuk NPK mutiara 3 gram/ polybag (P5), pupuk NPK mutiara 3,5
gram/polybag (P6) dan pupuk NPK mutiara 4 gram/polybag (P7), setiap perlakuan
terdiri dari 4 ulangan. Sedangkan jumlah satuan percobaan terdiri dari 4 bibit
kelapa sawit.Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman bibit kelapa sawit,
panjang akar, dan lebar daun. Pemupukan diberikan setiap satu minggu sekali
dari kecambah bibit kelapa sawit yang telah berumur 1 bulan dan pemupukan
dihentikan setelah bibit mencapai umur 3 bulan. Jika dihitung dari awal
kecambah, umur bibit sampai akhir pengamatan adalah 4 bulan. Data dianalisis
dengan menggunakan analisis variasi (anova) dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh pupuk terhadap semua peubah yang diamati. Jika terdapat pengaruh nyata
analisis data dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (Duncamn multiple
Range Test) (Stell dan Torric, 1995).
BAB 4. PEMBAHASAN
Dalam melakukan budidaya tanaman
kelapa sawit, hal yang pentiung dan perlu diperhatikan adalah pada saat
pembibitan (pre nursery) hal ini dikarenakan pada saat pre nursery kita
menyeleksi bibit yang akan dipindah ke main nursery yang nantinya juga akan
menentukan daya hidup dan kualitas dari tanaman kelapa sawit di daerah lapang.
Biasanya areal pre-nursery menyatu dengan lokasi main nursery, namun hal ini
tidak mutlak harus demikian. Di pre-nursery bibit ditanam di polibag yang
relatif lebih kecil ukurannya dan lebih ringan sehingga transportasi lebih
mudah serta dapat dalam jumlah besar misalnya dengan menggunakan truk. Pada
situasi tertentu dapat dilaksanakan pembuatan pre-nursery terpisah dengan main
nursery dan ditempatkan di sekitar lokasi pemukiman karyawan. Pelaksanaannya
langsung di bawah pengawasan Kepala Kebun.
Apabila pre nursery dibuat di daerah
yang berlereng maka perlu dibikin teras-teras agar bedengan untuk menempatkan
polibag dalam posisi datar. Dan yang penting lagi adalah air sisa-sisa
penyiraman agar dapat mengalir lancar sehingga tidak terjadi genangan dalam
bedengan. Pada masa lampau dari referensi dapat diketahui bahwa anyaman bambu
dapat dibentuk dan difungsikan sebagai polibag. Namun lama-lama ketersediaan
bambu semakin sulit didapat dan harganya semakin mahal akhirnya dipergunakanlah
polibag yang terbuat dari plastik seperti yang digunakan sekarang ini.
Penggunanaan polibag dari plastik dapat diganti lagi dari anyaman bambu apabila
suatu saat nanti harga plastik menjadi mahal dan makin sulit didapat.
Keuntungan utama penggunaan anyaman bambu untuk menanam bibit adalah bahan
tersebut mudah hancur dan pada pemindahan bibit ke large bag tidak perlu
diambil terlebih dahulu tapi langsung ditanam dalam large bag. Pada saat bibit
ditanam di lapangan lama-lama bahan tersebut akan hancur dengan sendirinya.
Dalam memilih jenis polibag baik
untuk pre maupun main nursery kualitas serta spesifikasi yang seragam dari
polibag merupakan bahan pertimbangan yang utama. Kualitas yang jelek akan
menyebabkan polibag mudah robek dan nantinya akan menimbulkan masalah di
kemudian hari. Harga bukan menjadi patokan namun kualitas barang yang
terpenting. Dan yang perlu diperhatikan adalah keseragaman barang yang
dikirimkan oleh suplier.
a.Persiapan
perkecambahan
Hal yang penting dalam menentukan dalam pre
nursery adalah pada saat proses pekecambahan, apabila kecambah yang nantinya
akan digunakan untuk untuk pre nursery mengalami hambatan dan kegagalan, maka
hal tersebut akan berpengaruh besar terhadap pre nursery dan main nursery,
selain itu juga berpengaruh kepada kualitas dari bibit kelapa sawit. Kecambah yang ditanami adalah kecambah yang telah
dapat dibedakan antara bakal daun dan bakal akar. Bakal daun (plumula)
ditandai dengan bentuk yang agak menjamin dan berwarna kuning muda, sedangkan
bakal akar (radikula) berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning dari bakal daun. Pada
waktu penanaman harus diperhatikan posisi dan arah kecambah, plumula menghadap
keatas dan radikula menghadap kebawah. Kecambah yang belum jelas bakal akar dan
daunnya dikembalikan kedalam kantong plastik dan disimpan dalam kondisi lembab selama beberapa
hari untuk bisa ditanam. Kesalahan-kesalahan dalam penanaman akan dapat
menimbulkan kelainan pada bibit. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses perkecambahan agar memperoleh bibit yang baik, diantaranya adalah:
·
Buah dikupas untuk
memperoleh benih yang terlepas dari sabutnya. Pengupasan buah kelapa sawit
dapat menggunakan mesin pengupas.
·
Benih direndam dalam ember
berisi air bersih selama 2 hari dan setiap hari air harus diganti dengan air
yang baru.
·
Setelah benih direndam,
benih diangkat dan dikering anginkan di tempat teduh selama 24 jam dengan
menghamparkannya setebal satu lapis biji saja. Kadar air dalam biji harus
diusahakan agar tetap sebesar 17%.
·
Selanjutnya benih disimpan
di dalam kantong plastik berukuran panjang 65 cm yang dapat memuat sekitar 500
sampai 700 benih. Kantong plastik ditutup rapat-rapat dengan melipat ujungnya
dan merekatnya. Simpanlah kantong-kantong plastik tersebut dalam peti berukuran
30 cm x 20 cm x 10 cm, kemudian letakkan dalam ruang pengecambahan yang suhunya
39 0C.
·
Benih diperiksa 3 hari
sekali (2 kali per minggu) dengan membuka kantong plastiknya dan semprotlah
dengan air (gunakan hand mist sprayer) agar kelembaban sesuai dengan yang
diperlukan yaitu antara 21- 22% untuk benih Dura dan 28-30% untuk Tenera.
Contoh benih dapat diambil untuk diperiksa kelembabannya.
·
Bila telah ada benih yang
berkecambah, segera semaikan pada pesemaian perkecambahan.
·
Setelah melewati masa 80
hari, keluarkan kantong dari peti di ruang pengecambahan dan letakkan di tempat
yang dingin. Kandungan air harus diusahakan tetap seperti semula. Dalam
beberapa hari benih akan mengeluarkan tunas kecambahnya. Selama 15-20 hari
kemudian sebagian besar benih telah berkecambah dan siap dipindahkan ke
persemaian perkecambahan (prenursery ataupun nursery). Benih yang tidak
berkecambah dalam waktu tersebut di atas sebaiknya tidak digunakan untuk bibit.
Kesalahan-kesalahan
dalam penanaman akan dapat menimbulkan kelainan pada bibit. Kelainan yang
terjadi pada bibit antara lain:
1). Bibit yang berputar karena penanaman radikula
menghadap keatas.
2). Akar bibit terbongkar karena penanaman yang
terlalu dangkal.
3). Bibit menguning karena media terlalu banyak
mengandung pasir.
4). Bibit mati (busuk) karena tergenang air penyiraman
atau air hujan.
Setelah proses pemilihan perkecambahan, hayl yang terpenting adalah
proses penyemaian benih, yang meliputi:
·
Benih yang sudah berkecambah
disemai dalam polybag kecil, kemudian diletakkan pada bedengan-bedengan yang
lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya.
·
Ukuran polybag yang
digunakan adalah 12 cm x 23 cm atau 15 cm x 23 cm (lay flat).
·
Polybag diisi dengan 1,5-2,0
kg tanah atas yang telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase.
·
Kecambah ditanam sedalam ± 2
cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm.
·
Setelah bibit dederan yang
berada di prenursery telah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai, bibit
dederan sudah dapat dipindahkan ke pesemaian bibit (nursery).
·
Keadaan tanah di polybag
harus selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada
lapisan atas tanah polybag dapat menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit.
·
Penyiraman dengan sistem
springkel irrigation sangat membantu dalam usaha menghasilkan kelembaban yang
diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan karena siraman.
·
Untuk penanaman bibit
pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm x 50
cm atau 45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian
bawahnya untuk drainase.
·
Polybag diisi dengan tanah
atas yang telah diayak sebanyak 15-30 kg/polybag, disesuaikan dengan lamanya
bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di pesemaian bibit.
·
Bibit dederan ditanam
sedemikian rupa sehingga leher akar berada pada permukaan tanah polybag besar
dan tanah sekitar bibit dipadatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit pada polybag
besar kemudian disusun di atas lahan yang telah diratakan, dibersihkan dan
diatur dengan hubungan sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x
100 cm x100 cm.
b.
Persiapan Pembuatan Bedengan di Pre-nursery
Bedengan dibuat pada areal yang telah diratakan
dengan ukuran lebar kurang lebih 1,2 m dan panjang kurang lebih 8 m setiap
bedengan tepi bedengan dilengkapi dengan papan atau kayu setinggi kurang lebih
20 cm agar polibag dapat disusun tegak. Jarak antar bedengan 80 cm berfungsi
sebagai jalan pemeliharaan, pengawasan, dan pembuangan air yang berlebihan saat
penyiraman atau waktu hujan. Bedengan ukuran 1,2 x 8 cm dapat menampung 1.000 bibit. Untuk 15.000
kecambah atau 75 ha tanaman dilapangan diperlukan areal pembibitan awal seluas
kurang lebih 250 m persegi atau kurang lebih 15 bedengan. Bagian dasar bedengan
dibuat lebih tinggi dari permukaan untuk memperlancar drinase
c. Pengisian Polibag di Pre-nursery
Tanah yang digunakan untuk mengisi
polibag harus yang berkualitas bagus dan mempunyai drainase yang baik pula.
Sebelum digunakan tanah dicampur dulu dengan rock phosphat. Setiap 4,5 m3 tanah
diberi 10 kg rock phosphat. Tanah tersebut cukup untuk mengisi 1000 buah
polibag. Pemberian rock phosphat juga dapat diberikan langsung ke polibag.
Setelah polibag diisi tanah diberikan rock phosphat dengan jumlah 10 gram per
polibag.
Penting sekali untuk dipastikan
bahwa sisi lebar bedengan dengan ukuran 2,2 m menampung 13 polibag. Hal ini
untuk mempermudah waktu menghitung polibag yang telah ditata, polibag yang
telah diangkut, ditanami dan berapa jumlah uang yang harus dibayarkan pada
karyawan borongan yang mengisi dan menata polibag. Dalam kondisi normal seorang
karyawan biasanya mampu mengisikan tanah ke dalam polibag sejumlah 1000 buah
per hari.
Agar program pengisian polibag dapat
lancar tidak terganggu hujan, disarankan tempat mengisi polibag diberi atap
dari terpal plastik. Tanah yang dipergunakan dalam kondisi kering dan tidak
bergumpal-gumpal. Bila kondisi tanah dalam keadaan basah maka pekerja akan
kesulitan untuk melaksanakan kegiatan sehingga prestasi kerjanyapun akan turun.
Polibag –polibag yang telah terisi tanah segera ditata dalam bedengan agar dapat
segera disiram air. Disarankan untuk diberi (disiram) dengan pestisida yang
cocok untuk dapat memberantas cacing tanah, jangkrik maupun siput yang natinya
dapat mengganggu pertumbuhan bibit.
d.
Pengairan di Pre-nursery
Jaringan air untuk penyiraman harus
dipasang meliputi seluruh kawasan pembibitan. Apabila yang dipergunakan sistem
sprinkler maka dipilih nozle yang menghasilkan butiran-butiran air lebih halus
dari pada yang dipergunakan di main nursery. Apabila nantinya di main nursery
direncanakan menggunakan sistem penyiraman manual, untuk di pre-nursery
dianjurkan di beri tambahan alat yang dapat menghasilkan butiran air lebih
halus.
Apabila dipergunakan sistem
sprinkler dengan selang yang terbuat dari plastik ataupun karet biasanya
berdiameter 1,85 cm, disarankan dipergunakan klem dari logam untuk menyambung
antara selang tersebut dengan sprinkler. Hal ini untuk menjamin kekuatan dan
kerapatan sambungan sehingga sprinkler dapat menghasilkan semprotan yang lebih
luas. Sistem penyiraman dapat dilakukan dengan sistem manual maupun sprinkler
yang dapat dipindah-pindahkan. Kelemahan dari kedua sistem ini adalah lebih
banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dibandingkan dengan sistem sprinkler
permanen maupun sistem selang politen perforasi.
Penyiraman biasanya dilaksanakan dua
kali sehari, pagi dan sore. Untuk mendapatkan hasil yang optimum biasanya
penyiraman dilaksanakan dalam jangka waktu lebih kurang 20 menit. Dalam
prakteknya setiap pekerja dalam satu tahun dapat menangani rata-rata 250.000
bibit. Pekerjaannya selain menyiraman, juga pemupukan, penyiangan dan
pengendalian hama dan penyakit. Melihat beberapa kelebihan penggunaan irigasi
sistem selang perforasi maka disarankan penggunaan sistem ini untuk pembuatan
pembibitan baru.
e.
Naungan di Pre-nursery
Rekomendasi pemberian naungan di
pre-nursery kemungkinan dibuat sewaktu belum diketemukannya sistem penyiraman
di pembibitan yang baik. Pemberian naungan di pembibitan baik dengan
menggunakan pelepah kelapa sawit maupun dengan menggunakan bahan lainnya mulanya
dimaksudkan untuk melindungi bibit dari penyiraman yang kurang sempurna
terutama pada saat bibit dalam masa-masa pertumbuhan kritis. Setelah sistem
penyiraman dapat dilaksanakan dengan baik, misalnya dengan sistem selang
perforasi, maka naungan pada pembibitan tidak direkomendasikan lagi.
Apabila kebutuhan air peyiraman
cukup maka pemberian naungan pada pembibitan tidak memberikan dampak positif
pada pertumbuhan bibit. Penghilangan naungan akan memberikan dampak
berkurangnya penyakit daun pada bibit. Kenyataan ini menimbulkan dugaan bahwa naungan
berupa daun kelapa sawit akan menimbulkan (menularkan) penyakit daun pada bibit
kelapa sawit. Apabila karena alasan-alasan tertentu naungan tetap dipasang akan
dapat menyebabkan itiolase pada bibit yang tidak diharapkan.
Seleksi
bibit adalah kegiatan mengidentifikasi dan kemudian mengeliminasi ( memusnahkan
) semua bibit yang abnormal dan mempertahankan bibit yang benar-benar sehat dan
bermutu baik. Oleh karena itu seleksi harus dilakukan dengan ketat, cermat dan
hati-hati sehingga bibit yang dikirim untuk di tanam adalah bibit yang terbaik,
serta harus dilaksanakan oleh petugas yang terlatih dan berpengalaman. Pada
akhir tahap Pre Nuresery, kecambah yang normal sudah memiliki 3 sampai 4 helai
daun leanceolatus, ( daun yang belum membuka ). Pada saat terbuka sempurna,
daun menjadi lebih panjang kira-kira 20 – 25 cm dan lingkar batang mencapai 4
cm. Seleksi
di Pre Nursery dilakukan dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I :
Umur 2 - 4 minggu
Tahap II :
Sesaat sebelum dipindahkan ke largebag ( Tahap Main Nursery ) yaitu pada unur 3 – 3.5 bulan
Bibit
yang diseleksi pada masa pre nursery, adalah sebagai berikut :
a.
Bibit berputar / melintir ( twisted leaf
).
Ini terjadi karena salah dalam
menanam kecambah, atau penanaman terbalik sehingga daun berputar dan batang
melintir. Mungkin juga akibat terkontaminasi herbisida yang mengandung hormon.
b.
Daun sempit seperti rumput ( grass leaf
).
Bentuk daun sempit dan tegak
seperti rumput
c.
Daun bergulung ( roller leaf ).
Helaian daun bergulung sepanjang
aksis vertikal, sehingga tampak seperti duri besar ( spike )
d.
Daun berkerut ( crinkle leaf ).
Bibit dengan pertumbuhan lamina
terhambat di bagian tengah sehingga menyebabkan daun berkerut. Ini bisa terjadi
karena adanya faktor genetis atau faktor rangsangan dari luar. Faktor rangsangan
dari luar seperti kekeringan, akan menghambat pertumbuhan akar sehingga bibit
berkerut. Penyiraman bibit yang cukup dan teratur seharusnya dapat memulihkan
bibit dari kondisi ini. Untuk memastikan bibit berkerut karena faktor genetik,
sulit di lakukan pada tahap perkembangan awal. Maka seleksi sebaiknya ditunda
sampai bibit berumur sekitar 6 bulan. Pada saat bibit berumur 6 bulan, bibit
berkerut yang disebabkan oleh rangsangan dari luar akan dapat pulih. Gejala
bibit berkerut juga bisa disebabkan oleh defisiensi Boron.
e.
Daun tidak membuka ( colante ).
Helai daun bersatu, tidak terbuka
atau hanya terbuka sebagian. Jika hal ini ditemukan dalam jumlah besar,
kemungkinan adalah karena kekuarangan air. Sebaiknya lakukan dulu penyiraman
yang cukup dan teratur. Setelah itu baru boleh dimusnahkan jika tidak ada
perubahan. Kondisi ini bisa juga disebabkan oleh serangan hama serangga,
terkontaminasi bahan kimia atau defisiensi Boron.
f.
Bibit terkena penyakit.
Bibit yang terserang penyakit Blast
dan Curvularia kategori berat, sebaiknya dismusnahkan saja. Jika bibit
terserang penyakit dalam jumlah nesar , segera adakan pengendalian penyakit.
g.
Daun dengan strip kuning ( Chimaera ).
Pada helaian daun terdapat bagian
berwarna kuning berbentuk strip atau pita. Kondisi ini bisa terjadi di semua
umur tanaman. Bahkan baru muncul setelah ditanam di lapangan. Hal ini terjadi
karena faktor genetik, dimana bagian tertentu tidak mengandung klorofil.
h.
Tanaman kerdil ( Runt ).
Secara keseluruhan bentuk bibit
termasuk dala kategori normal, tetapi ukuran bibit jauh lebih kecil. Selain
terjadi karena faktor genetik, hal ini juga terjadi karena faktor lingkungan,
seperti media tanah yang tidak memenuhi syarat : tanah tidak berasal dari top
soil; tanah banyak mengandung liat, kayu dan batu, bekas bakaran atau tanah
tersebut telah terkontaminasi herbisida. Bibit kerdil juga disebabkan
kekurangan nitrogen sebagai akibat bibit tergenang air.
Yudhi,
2008.
Dari
hasil uji beda tengah dengan menggunakan uji duncan, menunjukkan bahwa pemberian
pupuk NPK mutiara sebesar 1,5 gram per polybag menghasilkan tinggi tanaman
16,65 cm pada bulan pertama dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman kelapa
sawit diberi pupuk dengan dosis 2,5 gram per polybag. Pada bulan kedua
pemberian pupuk NPK Mutiara dengan dosis
2 gram per polybag menghasilkan tinggi tanaman 36,825 cm dan berbeda
nyata dengan tinggi tanaman yang diberi pupuk NPK mutiara sebesar 2,5 gram
31,875. Pada bulan ketiga pupuk NPK Mutiara dengan dosis 2 gram per polybag
mengahsilkan tinggi tanaman 38,15 cm dan tidak berbeda nyata dengan tinggi
tanaman yang diberi pupuk NPK Mutiara sebesar 2,5 gram 35,92 cm.
Memperhatika
tinggi bibit kelapa sawit pada bulan pertama, kedua dan ketiga tersebut diatas,
terlihat kecenderungan penurunan penambahan tinggi tanaman dengan semakin
besarnya dosis NPK Mutiara yang diberikan. Hasil analisis regresi menunjukkan
bahwa model kuadratik merupakam model terbaik untuk menggambarkan trend
pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada bulan pertama tersebut.
Yudhi
2008
Hasil
analisis ragam menunjukkan behwa luas daun bibit kelapa sawitr pada bulan
pertama dan kedua dipengaruhi oleh pemberian pupuk NPK Mutiara. Sedangkan pada
bulan ktiga dipengaruhi secara nyata oleh pemberian pupuk NPK Mutiara. Hasil
uji Duncan menunjukkan baha pemberian pupuk NPK Mutiara sebesar 2 gram per
polybag menghasilkan luas daun bibit kelapa sawit 315,42 cm pada bulan peetama
dan tidak berbeda nyata dengan luas daun bibit kelapa sawit yang diberi pupuk
dengan dosis 2,5 gram per polybag (259,63 cm). Pada bulan kedua dan bulan
ketiga pemberian pupuk NPK Mutiara dengan dosis 2 gram per polybag menghasilkan
luas daun 432,85 cm dan 516,91 cm dan tidak berbeda nyata dengan luas daun yang
diberi pupuk NPK mutiara sebesar 2,² gram 306 cm dan 472,9 cm.
Yudhi,
2008
Dari
tabel diatas dapat diketahui pengaruh dari pupuk NPK mutiara terhadap panjang
akar bibit sawit yang dilihat berdasarkan dosis pemupukannya, dosis pupuk 2
gram/polibag memberikan nilai tertinggi pada rata-rata panjang akar jika
dibandingkan dengan dosis pupuk 2,5 gram/polibag. Hal ini disebaban karena
unsur hara makro yang terdapat pada pupuk mutiara mampu menyediakan unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman. Dan pemberian pupuk NPK mutiara yang berlebihan
atau diatas 2,5 gram/polibag dapat menghambat pertumbuhan panjang akar pada
kelap sawit. Dan bila dikaitkan dengan rata-rata bulan, maka dosis pupuk yang
dibawah 2 gram/polibag menunjukkan pernambahan panjang akar yang tidak
signifikan tetapi pertumbuhan akar tidak mengalami penghambatan atau
pengurangan panjang akarnya.
Penurunan
pengaruh dosis terhadap panjang akar pada bulan ke tiga tnpa pupuk mengalami
penurunan kemampuan kelapa sawit dalam melakukan pemanjangan akar. Hal ini
disebabkan karena unsur hara yang terdapat pada dalam tanah telah mengalami
defisiensi karena tidak ada suplai pupuk dari luar. Dan pada dosis pemupukan
diatas 2,5 gram/polibag seiring bertambahnya umur kelapa sawit pemberian dosis
yang tinngi menyebabkan penurunan kemampuan pemanjangan akar. Hal ini disebakan
oleh tingkat dosis yang tinggi menyebabkan keracunan sehingga menghambat
pertumbuhan panjang akar.
Menurut
Agustina (1990) pemberian pupuk yang melebihi dosis rekomendasi tidak semuanya
dapat diserap oleh perakaran tanaman. Pemberian pupuk dengan dosis yang
berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya konsumsi pupuk bertlebihan yang
berarti membuang percuma pupuk tanpa diserap lagi oleh tanaman. Fenomena ini
dikenal dengan hukum “peningkatan hasil yang semakin berkurang”
BAB
5. KESIMPULAN
Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan
ketelitian dalam pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh
banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas
yang dihasilkan. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai
setahun sebelum penanaman di lapangan dan merupakan faktor utama yang paling
menentukan produksi per hektar tanaman. Pengelolaan bibit yang dapat
menciptakan kualitas bibit yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan
buah yang baik pula. Dari hasil pengamatan pada literatur yang diambil dapat
diketahui bahwa pemupukan yang terbaik untuk diaplikasikan pada pembibitan
kelapa sawit yaitu pemupukan menggunakan dosis sebanyak 2 gram pupuk NPK yang
ditunjukkan dengan hasil pertumbuhan tinggi bibit, panjang akar dan lebar daun
pada bibit tanaman kelapa sawit.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustina.
1990. Nutrisi Tanaman. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta.
Asmono.
D. 2000. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Darmosarkoro,W.,Sutarta,
SE Dan Winarma. 2007. Lahan Dan Pemupukan
Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan
Kasno.
2010. Efektivitas Beberapa Deposit Fosfat Alam
Indonesia Sebagai Pupuk Sumber Fosfor Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa
Sawit Pada Tanah Ultisols. Jurnal Littri,
Vol.16, No.4
Sutarta,
E.S, Rahutomo.S, Darmosarko. W. Dan Winarma. 2007. Peranan Unsur Hara Dan Sumber Hara Pada Pemupukan Tanaman Kelepa Sawit.
Pusat Penelitian Kelepa Sawit. Medan.
Yudhi.
2008.Respon Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq) Pada pembibitan AwalTerhadap Pupuk NPK Mutiara. Ziraa’ah, Vol. 23, No.3