Thursday, May 31, 2012

TEKNOLOGI PRODUKSI BUDIDAYA PADI


BAB 1. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang. 
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim  ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan didaerah sub tropika. 
Padi merupakan salah satu produksi unggulan dari produksi pertanian Indonesia, hal ini dikarenakan padi merupakan salah satu bahan pangan pokok atau utama bagi rakyat Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Beras sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, serta terjangkau. Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sedangkan lahan yang tersedia semakin berkurang akibat alih fungsi lahan subur untuk kepentingan industri, perumahan dan penggunaan lahan non pertanian lainnya. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi konsumsi per kapita rata-rata 139 kg per tahun. Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7 persen per tahun dan luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan pada ancaman rawan pangan pada tahun 2030.
            Upaya meningkatkan produksi beras melalui perluasan lahan pada saat ini terbilang sulit, hal ini dikarenakan penambahan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya sehingga mengakibatkan luas areal pertanian terus menyempit. Kendala lain dalam peningkatan produksi tanaman padi pada saat ini yaitu menurunnya kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebih. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi padi pada saat ini yaitu dengan memaksimalkan lahan yang ada pada saat ini menggunakan teknologi yang ada pada saat ini, tetapi penggunaan teknologi tersebut harus berwawasan lingkungan guna menciptakan pertanian yang berkelanjutan. Pola tanam padi menggunakan metode SRI merupakan salah satu cara mengatasi kendala-kendala yang ada pada saat ini. Pola tanam SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Pertanian dengan menggunakan metode SRI termasuk dalam sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu penunjang dalam sistem tanamnya. Metode SRI pada musim tanam pertama memang tidak menunjukkan hasil yang signifikan, hal ini dikarenakan metode SRI pada tanam pertama tujuannya yaitu untuk memperbaiki kesuburan tanah dari sebuah areal penaman padi. Pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal.

1.2  Tujuan
1.        Mahasiswa mampu dapat memahami dan menerapkan prinsip teknik produksi padi.
2.        Melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa komponen teknologi produksi padi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

           
Krisis pangan juga terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan dan perumahan yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Badan Ketahanan Pangan Nasional menyatakan konversi lahan pertanian di lndonesia pada 2009 luasnya mencapai 110 ribu hektare per tahun yang digunakan untuk kegiatan lain. Tekanan alih fungsi lahan sawah beririgasi semakin meningkat dari tahun ke tahun, dimana tekanan tersebut dipicu adanya kebutuhan untuk berbagai peruntukan yang lebih bernilai ekonomis. Secara nasional, dari data diperkirakan laju konversi lahan sawah beririgasi untuk telah mencapai 40.000 ha pertahun. Konversi ini sebagian besar terjadi di Jawa. Bila produksi gabah kering giling (GKG) rata-rata 6 tonlhalsekali panen dan dalam satu tahun tanam padi dua kali, maka produksi GKG nasional menyusut 4.840.000 ton per tahun. Suatu angka yang cukup signifikan. Di sisi lain, laju pencetakan sawah baru sangat kecil bahkan tidak ada. Kendala utama dalam melakukan pencetakan sawah baru selian mahal juga terhambat oleh proses lambatnya sertifikasi dan pemetaan lahan (Edward, 2012).
SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya (Jenal, 2010).
Tekanan sistem produksi padi semakin lama semakin berat dan komplek sehingga memerlukan terobosan spektakuler non konvensional untuk mempertahankan kapasitas sistem produksi padi nasional sampai dengan tahun 2020. Konsep IP Padi 400 ditujukan untuk optimalisasi ruang dan waktu, sehingga indeks pertanaman dapat dimaksimalkan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan dan mensinergikan antara bioteknologi dan hibridisasi konvensional yang didukung oleh sistem perbenihan yang handal. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan benih padi ultra genjah (< 90 hari) sebagai instrumen utama yang didukung efisiensi waktu tanam dan panen. Saat ini telah tersedia padi umur sangat genjah (90-104 hari) seperti varietas Dodokan, Silugonggo dan Inpari 1. Untuk menghasilkan produksi yang optimal, maka faktor-faktor yang menghambat produktifitas harus dipahami dan diupayakan solusinya secara baik dan benar. Berdasarkan pengalaman maka tantangan pada Pola Tanam IP - 400 di pertanaman padi khususnya pada lokasi lahan praktek yang perlu dipertimbangkan adalah benih unggul yang sudah diujicoba daya kecambahnya oleh para widyaiswara dan tim Teknis Balai bekerjasama dengan Balai Benih Padi Maros, dan pengendalian hama dan penyakit serta gulma (Purwono, 2007)
Salah satu kendala produksi padi dan lingkungan adalah kehilangan unsur-unsur makro yang dibutuhkan tanaman, seperti unsur N dan K, sehingga tanaman tidak mampu memberikan hasil produksi yang optimal karena pertumbuhannya kurang baik Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi padi, salah satunya adalah dengan intensifikasi pertanian. Pada mulanya usaha intensifikasi pertanian banyak menggunakan bahan kimia buatan yaitu pupuk anorganik berupa urea dan KCl. Pupuk urea banyak digunakan karena mengandung kadar N murni sebesar 46 % dan pupuk KCl mengandung kadar K sebesar 60-63 %. Namun pada penggunaan yang berlebihan pupuk anorganik dapat mengakibatkan dampak negatif pada kesuburan tanaman dan lingkungan, mengurangi kandungan bahan organik tanah, perubahan sifat kimia dan kimia tanah serta membengkaknya biaya produksi. Penggunaan kompos azolla tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk anorganik sangat berperan meningkatkan produktivitas lahan sawah melalui perbaikan struktur tanah dan penyediaan unsur hara (Anna, 2006).
SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang dikembangkan sejak 1980-an oleh pastor sekaligus agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang ditugaskan di Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari "systeme de riziculture intensive" dan pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia sebagai hasil usaha tidak pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan direktur Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD). Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7-10 t/ha. Konsep dasar SRI adalah: (a) pindah tanam satu bibit per lubang, usia sangat muda (7-14 hari setelah semai) dengan jarak tanam longgar (30 cm x 30 cm) dan (b) pemberian air irigasi terputus-putus tanpa penggenangan di petak sawah. Apabila konsep dasar dan metoda SRI diterapkan secara benar, maka akan diperoleh panen padi lebih besar walaupun dengan mengurangi input eksternal (air, pupuk kimia dan sebagainya) (Karwan, 2008).
Umur bibit mempengaruhi jumlah anakn per-rumpun dan jumlah anakan produktif dimana tanaman padi yang ditanam pada umur bibit yang lebih tua menyebabkan tanaman kurang mampu membentuk anakan disebabkan oleh kondisi perakaran di persemaian yang semakin dalam dan kuat sehingga waktu pemindahan mengalami kerusakan yang cukup berat. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh, dimana dengan kondisi tanah yang aerob pada SRI memungkinkan perkembangan anakan menjadi lebih banyak dan akar berkembang dengan baik. Tetapi menurut penelitian yang telah dilaksanakan umur bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan produktif antara umur bibit 15 hari dengan umur bibit 21 hari. Perlakuan umur bibit tidak berpengaruh terhadap malai ini diduga lebih dominan dipengaruhi oleh genetis tanaman itu sendiri dibandingka dengan pengaruh lingkungan (Tiur, 2009).
Peningkatan produktivitas padi telah diupayakan di Indonesia sejak tahun 1970-an, dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan ketahanan pangan nasional. Permasalahan serius pada budidaya padi pada lahan sawah bukaan baru tersebut adalah keracunan Fe2+ yang menyebabkan terjadinya defisensi hara, kerusakan sel tanaman, defisit air yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Adanya suatu program seleksi terhadap beberapa varietas padi diperlukan untuk menghasilkan tanaman yang toleran terhadap cekaman lingkungan sawah bukaan baru seperti kadar ion Fe2+ tinggi. Secara Agronomi padi sawah toleran cekaman Fe2+ menunjukkan pertumbuhan agronomi lebih baik. Varietas padi sawah toleran Fero (Fe2+) yang dianjurkan untuk budidaya di lahan sawah bukaan baru antara lain adalah varietas Krueng Aceh, IR 36, dan Tukad Balian (Sunadi, 2010).
Untuk mendapatkan media tumbuh metode tanam padi SRI yang baik, maka lahan diolah seperti menanam padi metode biasa yaitu tanah dibajak sedalam 25 sampai 30 em sambi I membenamkan sisa-sisa tanaman dan rumputrumputan, kemudian digemburkan dengan garu, lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diberikan air ketinggiannya di petakan sawah akan merata. Dalam budidaya SRI tanah juga dapat tidak diolah, asalkan daerah areal penanaman padi saluran drainase dan saluran aerasenya baik dan sesuai dengan anjuran dalam metode penanaman metode SRI (Prasetiyo, 2001).
Teknologi di bidang pemupukan merupakan salah satu faktor penentu didalam upaya meningkatkan produksi pangan. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang pemupukan serta terjadinya perubahan status hara didalam tanah maka rekomendasi pemupukan yang telah ada perlu dikaji lagi dan disempurnakan. Pupuk alternatif itu selain dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi juga diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah serta tidak mencemari lingkungan. Pupuk alternatif dimaksud antara lain Floran, Greener dan Dekorgan, berupa pupuk organik cair yang mengandung hara makro dan mikro lengkap dan berimbang serta mengandung asam amino, protein, hormon/enzim. Penyertaan pupuk organik cair ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan hasil padi. Terpilihnya Kecamatan Selemadeg dalam penelitian ini karena daerah ini merupakan sentra produksi padi yang paling luas di Kabupaten Tabanan dengan menerapkan sistem pertanian yang cukup intensif (Kasniari, 2007).


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
No
Penerapan Teknologi
Pengamatan
Miggu ke
1
2
3
4
5
1
Varietas A (Penggenangan)
Jumlah Anakan
0
0
2
6
6
Tinggi Tanaman (Cm)
23,5
31,5
49
62
77,5
Varietas A (Intermitten)
Jumlah Anakan
0
0
3
4
4
Tinggi Tanaman (Cm)
30,5
29
41
48
53
2
Varietas A (Penggenangan)
Jumlah Anakan
0
0
2
4
5
Tinggi Tanaman (Cm)
25
25
50
69,5
79,5
Varietas A (Intermitten)
Jumlah Anakan
0
1
4
7
9
Tinggi Tanaman (Cm)
29
32
51,5
66
73,5
3
Varietas B (Penggenangan)
Jumlah Anakan
1
1
1
2
6
Tinggi Tanaman (Cm)
43,5
58,75
81,3
93
74,5
Varietas B (Intermitten)
Jumlah Anakan
1
1
1
1
3
Tinggi Tanaman (Cm)
21,75
29,65
38,9
49
55,5
4
Varietas B (Penggenangan)
Jumlah Anakan
1
3
6
6
5
Tinggi Tanaman (Cm)
39,75
48
60,75
65
76,5
Varietas B (Intermitten)
Jumlah Anakan
1
1
3
3
2
Tinggi Tanaman (Cm)
39,25
52,5
62,5
65,25
75,5


Klmpok 1
Klmpok 2


Klmpok 3
Kelmpok 4

4.2 Pembahasan
Dari data yang telah diperoleh selama kegiatan praktikum dapat disimpulkan bahwa sistem pengairan menggunakan metode intermitten memang sangat efektif dalam mengurangi jumlah anakan pada tanaman padi, hal ini dapat dilihat dari pengamatan terakhir pada varietas A yang pada kelompok satu yang jumlah anakan pada akhir pengamatan berjumlah 4, sedangkan untuk yang proses penggenangan jumlah anakannya yaitu 6. Untuk varietas B dalam pengairan metode intermitten jumlah anakannya lebih sedikit dibandingkan dengan metode pengairan tergenang. Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa untuk metode intermitten sangat baik digunakan untuk mengurangi jumlah anakan pada tanaman padi, hal ini dikarenakan pada pengairan sistem intermitten padi dituntut untuk memperpanjang akar karena ketersediaan oksigen yang melimpah, sehingga dalam hal ini menyebabkan anakan pada tanaman padi tidak dapat muncul. Untuk parameter tinggi tanaman sistem penggenangan menunjukkan hasil yang signifikan dibandingkan dengan sistem intermitten, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh, untuk varietas A pada kelompok 1 tinggi tanaman pada sistem pengairan tergenang menunjukkan angka 77,5 cm dan pada kelompok 2 tinggi tanaman sistem penggenangan menunjukkan angka 79,5 cm, untuk yang metode pengairan intermitten tinggi tanaman padi pada varietas A yaitu 53 cm dan 73,5 cm. Untuk tinggi tanaman pada varietas B sistempenggenangan juga menunjukkan hasil yang baik dibandingkan dengan pengairan sistem intermitten, hal ini diperkuat dengan data yang telah ada yaitu pada varietas B sistem penggenangan pada kelompok 3 dan 4 tinggi tanamannya adalah 74,5 cm dan 76,5 cm. Untuk intermitten sendiri pada kelompok 3 dan 4 tinggi tanamannya yaitu 55,5 cm dan 75,5 cm. Jadi dari semua data yang diperoleh, sistem pengairan intermitten sangat berguna dalam mengurangi jumlah anakan dan berpengaruh negatif terhadap tinggi tanaman padi, sedangakan untuk pengairan sistem penggenangan memberikan dampak positif terhadaptinggi tanaman dan memberikan dampak negatif dalam jumlah anakan pada tanaman padi.
Pengairan berselang atau yang sering disebut intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Pemberian air, dengan cara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air di petakan sawah maksimum 5 cm, paling baik macak-macak (0,5 cm). Pada periode tertentu petak sawah harus dikeringkan sampai pecah-pecah. Pemberian air terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan pertumbuhan tunas tidak optimal. Manfaat dari penerapan pengairan secaran berselang atau intermitten adalah:
1.        Memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam
2.        Mengaktifkan jasad renik yang bermanfaat bagi tanaman yang sedang dibudidayakan
3.        Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas
4.        Mengurangi kerebahan terhadapa tanaman padi.
5.        Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang dapat menghambat perkembangan akar
6.        Meminimalisir keracunan besi pada tanaman padi.
7.        Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif.
8.        Memudahkan dalam pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
9.        Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek
10.    Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen.
Sedangkan untuk kekurangan dari pengairan berselang intermitten adalah:
1.        Areal lahan yang ditanami harus memiliki saluran aerasi dan drainase yang baik, sedangkan pada suatu daerah belum tentu areal penanaman padi dilakukan pada lahan yang memiliki saluran drainasi dan aerasi yang baik.
2.        Apabila terdapat kesalahan dalam pengairan secara intermitten dapat menyebabkan tanaman mengalami stress air dan dapat menyebabkan layu semntara bahkan dapat menyebabkan layu permanen.
3.        Banyaknya gulma yang tumbuh dan menjadi pesaing utama tanaman padi dalam mendapatkan unsur hara maupun mendapatkan cahaya matahari
4.        Kondisi iklim harus sesuai dengan keinginan dari petani, sedangkan pada saat ini iklim tidak dapat diprediksi sehingga dalam sistem pengairan ini sangat sulit dilakukan oleh para petani.
5.        Hama tikus menjadi hama utama.
6.        Tanaman azolla tidak dapat tumbuh, sedangkan mikrobia yang terdapat pada daerah perakaran tanaman azolla sangat menguntungkan bagi tanaman padi.
7.        Batang tanaman padi dapat menjadi kecil atau tipis.
8.        Memungkinkan padi mengalami klorosis pada bagian daunnya.
Irigasi secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian, dimana tujuan mendapatkan air tersebut dilakukan dengan usaha pembuatan bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan membagi air secara teratur ke petak-petak yang sudah dibagi. Sumber air untuk irigasi dapat berasal dari berbagai jenis antara lain air hujan, air sungai , maupun air tanah. Irigasi tidak hanya digunakan untuk mendistribusikan air, ada juga beberapa fungsi irigasi antara lain :
1.        Membasahi tanah
Hal ini merupakan salah satu tujuan terpenting, karena tumbuhan banyak memerlukan air selama masa tumbuhnya. Pembasahan tanah ini bertujuan untuk memenuhi kekurangan air apabila hanya ada sedikit air hujan.
2.        Merabuk tanah
Membasahi tanah dengan air sungai yang banyak mengandung mineral
3.        Mengatur suhu tanah
Tanaman dapat tumbuh dengan baik dengan suhu yang optimal. Air irigasi dapat membantu tanaman untuk mencapai suhu yang optimal tersebut.
4.        Membersihkan tanah
Hal ini bertujuan untuk menghilangkan hama tanaman seperti ular, tikus, serangga, dan lain-lain. Selain itu dapat juga membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tanaman ke saluran pembuang
5.         Memperbesar ketersediaan air tahnah
Muka air tanah akan naik apabila digenangi air irigasi yang merembes. Dengan naiknya muka air tanah, maka debit sungai pada musim kemarau akan naik.
            Pemilihan sistem irigasi untuk suatu daerah tergantung dari keadaan topografi, biaya, dan teknologi yang tersedia. Berikut ini akan dibahas empat jenis sistem irigasi
1)        Irigasi gravitasi ( Open gravitation irrigation )
Sistem irigasi ini memanfaatkan gaya gravitasi bumi untuk pengaliran airnya. Dengan prinsip air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah karena ada gravitasi. Jenis irigasi yang menggunakan sistem irgiasi seperti ini adalah :
 a.Irigasi genangan liar
 Irigasi mengalirkan air ke permukaan sawah melalui bangunan pengatur meliputi:
 • Irigasi tanah lebak
Pada Irigasi tanah lebak ( lebak tanah yang lebih rendah di sepanjang sungai ) pada saat air besar ( sehabis hujan ),air akan melimpah ke sisi sungai. Pada saat air surut maka ada sedikit sisa air yang tertinggal
 • Irigasi banjir
Prinsip irigasi banjir ini hamper sama dengan irigasi tanah lebak, yang membedakan pada irigasi banjir dataran di sisi sungai bukan dataran lebak sehingga diperlukan pintu air. Pinti air dibuka sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat mengairi dataran sisi sungai. Bila air mulai surut maka pintu air ditutup agar air tidak kembali ke sungai.
 • Irigasi pasang surut
Sistem irigasi ini memanfaatkan pasang surut dari air laut untuk mengairi sawah. Irigasi pasang surut ini dapat dikendalikan sepenuhnya dengan cara pada saat air pasang diharapkan lapisan air bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi kebutuhan lahan. Sedangkan pada saat surut dilakukan proses drainase
 b.Irigasi genangan dari saluran
Sistem pemberian air dan pembuangan dapat dikendalikan seluruhnya meliputi :
 • Irigasi genangan
Digunakan untuk tanaman yang memerlukan banyak air (misalnya : padi). Sistem ini murah dalam penyelengaraan akan tetapi air yang digunakan cenderung banyak dan boros, karena lahan harus tetap basah.
 • Irigasi petak jalur ( border strip irrigation )
Jenis irigasi ini sangat baik untuk tembakau, jagung, dan tanaman yang sejenisnya. Dalam jenis irigasi ini diusahakan agar lahan tidak terlalu landai agar air tidak terlalu cepat turun.
 • Irigasi petak ( basin irrigation )
Jenis irigasi ini dipergunakan untuk perkebunan
 c. Irigasi alur dan gelombang
            Irigasi mengalirkan air melalui alur-alur yang ada di sisi deretan tanaman. Banyaknya alur akan sangat bergantung pada macam tanah, kemiringan, dan jenis tanaman. Kecepatan pengaliran tidak boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar akan terjadi pengerusan.
2). Irigasi siraman ( close gravitation irrigation )
Pada sistem irigasi ini air dialirkan melalui jaringan pipa dan disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini biasanya digunakan apabila topografi daerah irigasi tidak memungkinkan untuk penggunaan irigasi gravitasi. Ada dua macam sistem irigasi saluran :
 a.Pipa tetap
Sistem ini membutuhkan banyak instalasi pipa. Oleh karena itu pengunaan sistem seperti ini akan lebih mahal, tetapi lebih awet
 b.Pipa bergerak
Sistem ini membutuhkan sedikit instalasi pipa, namun biasanya pipa yang digunakan cepat rusak.Keuntungan dengan menggunakan sistem irigasi ini adalah tanah dengan topografi tidak teratur dapat dialiri serta erosi dapat dihindari,kehilangan air sedikit, serta suhu udara dapat diatur. Kerugian dengan menggunakan sistem ini adalah modal yang diperlukan cukup besar, pemberian air dipengaruhi angina, sera pekerjaan tanah dilakukan dalam keadaan tanah basah.
 3). Irigasi bawah permukaan ( sub-surface irrigation )
Pada sistem ini air dialirakan dibawah permukaan melalui saluran-saluran yang ada di sisi-sisi petak sawah. Adanaya air ini mengakibatkan muka air tanah pada petak sawah naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah penakaran secara kapiler sehingga kebutuhan air akan dapat terpenuhi. Syarat untuk menggunakan jenis sistem irigasi seperti ini antara lain :
• Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi
• Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman 1,5 meter – 3 meter.
• Permukaan tanah relatif sangat datar
• Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah
• Organisasi pengaturan air berjalan dengan baik
4).Irigasi tetesan ( trickle irrigation )
            Air dialirkan melalui jaringan pipa dan ditdteskan tepat di daerah penakanran tanaman dengan menggunakan mesin pompoa sebagai tenaga penggerak. Perbedaan jenis sistem irigasi ini dengan sistem irigasi siraman adalah pipa tersier jalurnya melalui pohon, tekanan yang dibutuhkan kecil ( 1 atm ). Sistem irigasi tetsan ini memiliki keuntungan antara lain :
 • Tidak ada kehilangan air,karena air langsung menetes dari pohon
 • Air dapat dicampur dengan pupuk
 • Pestisida tidak tercuci
 • Dapat digunakan di daerah yang miring
Pola tanam SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang dikembangkan sejak 1980-an oleh pastor sekaligus agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang ditugaskan di Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari "systeme de riziculture intensive" dan pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia sebagai hasil usaha tidak pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan direktur Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD). Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7-10 t/ha. Konsep dasar SRI adalah: (a) pindah tanam satu bibit per lubang, usia sangat muda (7-14 hari setelah semai) dengan jarak tanam longgar (30 cm x 30 cm) dan (b) pemberian air irigasi terputus-putus tanpa penggenangan di petak sawah. Apabila konsep dasar dan metoda SRI diterapkan secara benar, maka akan diperoleh panen padi lebih besar walaupun dengan mengurangi input eksternal (air, pupuk kimia dan sebagainya).
Dalam budidaya tanaman padi menggunakan metode SRI terdapat beberapa tahapan agar pertanian metode SRI ini dapat berhasil dan dapat menghasilkan produksi padi yang tinggi, tahapan-tahapannya adalah:
1.        Pengolahan Tanah
Untuk mendapatkan media tumbuh metode tanam padi SRI yang baik, maka lahan diolah seperti menanam padi metode biasa yaitu tanah dibajak sedalam 25 sampai 30 em sambi I membenamkan sisa-sisa tanaman dan rumputrumputan, kemudian digemburkan dengan garu, lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diberikan air ketinggiannya di petakan sawah akan merata.
2.        Parit
Pada petak SRI perlu dibuat parit keliling dan melintang petak untuk membuang kelebihan air. Letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran petak, serta dimensi saluran irigasi.
3.        Perendaman Benih
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempereepat benih untuk berkeeambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48 jam.
4.        Penganginan Benih
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan dilakukan selama 24 jam.
5.        Pemilihan Benih yang Baik
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, dengan metode SRi, harus terlebih dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan eara penyeleksian menggunakan larutan air garam, yang langkah-Iangkahnya adalah sebagai berikut:
·          Masukkan air bersih ke dalam ember/panei, kemudian berikan garam dan aduk sampai larut. Masukkan telur itiklbebek yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika telur itik belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian garam dianggap eukup apabila posisi telur itik mengapung pada permukaan larutan garam.·
·          Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panei yang berisi larutan garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
·          Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
·          Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dieuei dengan air biasa samrai bersih. Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
6.        Perendaman Benih
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempereepat benih untuk berkeeambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48 jam.
7.        Penganginan Benih
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan dilakukan selama 24 jam.
8.        Persemaian Benih
Persemaian dengan metode SRI, dilakukan dengan mempergunakan nare atau tampah atau besek atau juga di hamparan sawah, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penanaman. Pembuatan media persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan langkah-Iangkah sebagai berikut:
a.         Meneampur tanah, pasir dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1 :1.
b.        Sebelum nare atau tampah tempat pembibitan diisi dengan tanah, pasir yang sudah dieampur dengan pupuk organik terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang dengan harapan untuk mempermudah peneabutan dan menjaga kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan dan disiram dengan air sehingga tanah menjadi lembab.
c.         Benih yang sudah dianginkan ini, ditaburkan ke dalam nare yang berisi tanah.
d.        Setelah benih ditabur, kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang tipis.
e.         Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari gangguan ayam atau binatang lain.
f.          Selama masa persemaian, pemberian air dapat dilakukan setiap hari agar media tetap lembab dan tanaman tetap segar.
9.        Penyaplakan
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai eaplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu. Variasi jarak tanam diantaranya: Jarak tanam 30 em x 30 em, 35 em x 35 em, atau jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar. Setiap pertemuan garis hasi Igaris penyaplakan adalah tempat untuk penanaman 1 bibit padi.
10.    Penanaman Dengan Metode Sri
Penanaman dengan metode SRI dilakukan dengan langkah-Iangkah sebagai berikut:
a)        Bibit yang ditanam harus berusia muda, yaitu kurang dari 12 hari setelah semai yaitu ketika bibit masih berdaun 2 helai.
b)        Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang
c)        Penanaman harus dangkal dengan kedalaman 1 -1,5 em serta perakaran saat penanaman seperti huruf l dengan kondisi tanah sawah saat menanam tidak tergenang air.
11.    Pemupukan
Dalam pelaksanaan ujieoba metode SRI di areal ada dua perlakuan dengan mempergunakan pupuk anorganik (kimia) murni dan organik Pemupukan Anorganik (Kimial Takaran pupuk anorganik (kimia) mengikuti anjuran Dinas Pertanian/PPL atau kebiasaan petani setempat.
a.         Pemupukan I pada umur 7 - 15 HST dengan dosis Urea 100 kglha, SP-36 50 kg/ha.
b.        Pemupukan II pada umur 25 - 30 HST dengan dosis Urea 50 kglha, Phonska 100 kg/ha.
c.         Pemupukan III pada umur 40 - 45 HST dengan dosis Urea 50 kglha, ZA 50 kg/ha.
Pemupukan Organik yang disemprotkan terbuat dari bahan-bahan sebagai berikut:
a)        Penyemprotan I, di lakukan pad a saat umur 10 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari daun gamal, dengan dosis 14 liter/ha.
b)        Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
c)        Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari urine sapi, dengan dosis 30 liter/ha.
d)        Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
e)        Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
f)          Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari buah-buahan dan sayur-sayuran, dengan dosis 30 liter/ha
g)        Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha
h)        Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha
12.    Pemberian Air
Pemberian air, dengan cara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air di petakan sawah maksimum 2 cm, paling baik macak-macak (0,5 em). Pada periode tertentu petak sawah harus dikeringkan sampai pecah-pecah. Pemberian air terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan pertumbuhan tunas tidak optimal
13.    Penyiangan
Penyiangan, dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang jenis landak atau rotary weeder seperti yang dikembangkan DISIMP, atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan ngosrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam tanah. Penyiangan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 10 hari setelah tanam dan selanjutnya penyiangan kedua dilakukan pada umur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST dan penyiangan keempat pada umur40 HST.
·          Lokasi SRI anorganik
a.         Pengendalian hama dan penyakit di lokasi demplot SRI dikendalikan dengan konsep
b.        Pengendalian Hama Terpadu (PHT),dengan cara mempergunakan varietas benih yang sehat dan resisten terhadap hama dan penyakit, menanam secara serentak serta mempergunakan pestisida secara selektif.
c.         Penggunaan pestisida hanya dilakukan sebagai langkah terakhir, bila ternyata serangan hama dan penyakit belum dapatdiatasi.
·          Lokasi SRI organik
a.         Pengendalian hama trip, mempergunakan pestisida nabati yang terbuat dari daun sere dan bawang putih.
b.        Pengendalian belalang, penggerek batang mempergunakan pestisida nabati yang terbuat dari buah mahoni, daun tembakau dan daun suren. engendalian wereng, mempergunakan pestisida nabati dan hewani yang terbuat dari daun kailan, daun tembakau dan urine sapi yang sudah difermentasi.
Menurut pendapat saya pengairan berselang ini masih belum diterapkan dengan baik oleh para petani yang terdapat di daerah Jember, hal ini dikarenakan para petani jember masih berpikiran bahwa air yang menggenangi areal persawahan menentukan hasil produksi dari areal penanaman padi. Hal ini dapat diketahui dari suatu daerah yang para petaninya saling berebut air untuk mengairi sawahnya. Para petani saat ini terutama didaerah jember masih banyak belum dapat informasi tentang keuntungan dari pengairan berselang. Padahal apabila dilihat dari keuntungan dari pengairan secara intermitten para petani dapat menghasilkan gabah yang lebih banyak dibandingkan dengan pertanian secara konvensional dan sistem pengairan secara intermitten lebih efesien dalam penggunaan air dan penggunaan pupuk lebih tepat sasaran. Apabila dilihat dari kondisi iklim pada saat ini yang terdapat di Jember pengairan berselang sepertinya kurang tepat dilakukan, hal ini dikarenakan hampir setiap hari Jember digenangi oleh air yang berasal dari hujan akibat dari global warning.


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1    Kesimpulan
Dari kegiatan Praktikum Teknologi Produksi Pangan Dan Perkebunan tentang Teknologi Produksi Budidaya Padi dapat disimpulkan bahwa:
1.        Pengairan berselang atau yang sering disebut intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Pemberian air, dengan cara terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air di petakan sawah maksimum 5 cm, paling baik macak-macak (0,5 cm).
2.        Irigasi secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian, dimana tujuan mendapatkan air tersebut dilakukan dengan usaha pembuatan bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan membagi air secara teratur ke petak-petak yang sudah dibagi.
3.        Pola tanam SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
4.        Pengairan berselang ini masih belum diterapkan dengan baik oleh para petani yang terdapat di daerah Jember, hal ini dikarenakan para petani jember masih berpikiran bahwa air yang menggenangi areal persawahan menentukan hasil produksi dari areal penanaman padi

5.2    Saran
Dalam kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan sebaiknya praktikan lebih memperhatikan penjelasan dari asisten, hal ini bertujuan agar praktikum dapat berjalan lancar dan data yang diperoleh valid. Selain itu dalam kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan sebaiknya dalam pengamatan terakhir yaitu pada saat tanaman padi mengeluarkan malai, hal ini tujuannya adalah agar praktikan memahami dan dapat membandingkan apakah sistem pengairan intermitten berpengaruh terhadap produksi malai padi.
DAFTAR PUSTAKA


Anna, H. 2006. Pemberian Kompos Azolla Dan Kombinasi Pupuk Urea Dengan Kcl Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Varietas Ciherang. Jurnal Penelitian Sistem Budidaya Padi Vol:3 No:1-3.

Edward, S. 2012. Budidaya Pad1 Dl Dalam Polibeg Dengan Irlgasl Bertekanan Untlik Antisipasi Pesatnya Perubahan Fungsi Lahan Sawah. Jurnal Teknotan Vol.6 No.1.

Jenal, M. 2010. Budidaya Dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification). Journal Inovasi Produksi Pertanian Indonesia: Vol 2; 1-4.

Karwan, AS. 2008. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Tiga Serangkai: Jakarta.

Kasniari, D.N. 2007. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk (N, P, K ) dan Jenis Pupuk Alternatif terhadap Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dan Kadar N, P, K Inceptisol Selemadeg, Tabanan. Jurnal Agritrop, 26(4):168-176.

Prasetiyo, YT. 2001. Budidaya Padi Sawah TOT (Tanpa Olah Tanah). Tugu Emas: Malang.

Purwono, MS. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya: Bogor.

Sunadi. 2010. The Screening of Fe2+ Tolerant Rice Variety in New Wetland Field by Using Agronomy and Physiology Indices. Jurnal Akta Agrosia Vol 13. No. 1.

Tiur, Hermawati. 2009. Keragaan Padi Varietas Indragiri Pada Perbedaan Umur Bibit Dengan Metode SRI (System of Rice Intensification). Jurnal Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jambi: Vol.99.

No comments:

Post a Comment