BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang.
Padi termasuk
genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik
dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut
Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza
sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza
stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Padi yang
ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza
sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah
tanah kering dengan sistim ladang,
akhirnya orang berusaha memantapkan basil usahanya dengan cara mengairi daerah
yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah
tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan didaerah sub
tropika.
Padi merupakan
salah satu produksi unggulan dari produksi pertanian Indonesia, hal ini
dikarenakan padi merupakan salah satu bahan pangan pokok atau utama bagi rakyat
Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga
ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Beras sebagai pangan
pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang
cukup, berkualitas, serta terjangkau. Kebutuhan beras nasional meningkat setiap
tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sedangkan lahan yang
tersedia semakin berkurang akibat alih fungsi lahan subur untuk kepentingan
industri, perumahan dan penggunaan lahan non pertanian lainnya. Kebutuhan beras
nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi konsumsi per
kapita rata-rata 139 kg per tahun. Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan
penduduk 1,7 persen per tahun dan luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan
pada ancaman rawan pangan pada tahun 2030.
Upaya
meningkatkan produksi beras melalui perluasan lahan pada saat ini terbilang
sulit, hal ini dikarenakan penambahan jumlah penduduk yang terus meningkat
setiap tahunnya sehingga mengakibatkan luas areal pertanian terus menyempit.
Kendala lain dalam peningkatan produksi tanaman padi pada saat ini yaitu
menurunnya kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebih. Salah
satu cara untuk meningkatkan produksi padi pada saat ini yaitu dengan
memaksimalkan lahan yang ada pada saat ini menggunakan teknologi yang ada pada
saat ini, tetapi penggunaan teknologi tersebut harus berwawasan lingkungan guna
menciptakan pertanian yang berkelanjutan. Pola tanam padi menggunakan metode
SRI merupakan salah satu cara mengatasi kendala-kendala yang ada pada saat ini.
Pola tanam SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan
produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan
unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50%
, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Pertanian dengan
menggunakan metode SRI termasuk dalam sistem pertanian yang menggunakan bahan
organik sebagai salah satu penunjang dalam sistem tanamnya. Metode SRI pada
musim tanam pertama memang tidak menunjukkan hasil yang signifikan, hal ini
dikarenakan metode SRI pada tanam pertama tujuannya yaitu untuk memperbaiki
kesuburan tanah dari sebuah areal penaman padi. Pemupukan dengan bahan organik
dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah,
sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah,
sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus menerus
kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik dan kondisi tanah semakin berat,
mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal.
1.2
Tujuan
1.
Mahasiswa mampu dapat
memahami dan menerapkan prinsip teknik produksi padi.
2.
Melatih keterampilan
mahasiswa dalam menganalisa komponen teknologi produksi padi.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Krisis pangan juga
terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan dan perumahan
yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. Badan Ketahanan Pangan Nasional
menyatakan konversi lahan pertanian di lndonesia pada 2009 luasnya mencapai 110
ribu hektare per tahun yang digunakan untuk kegiatan lain. Tekanan alih fungsi
lahan sawah beririgasi semakin meningkat dari tahun ke tahun, dimana tekanan
tersebut dipicu adanya kebutuhan untuk berbagai peruntukan yang lebih bernilai
ekonomis. Secara nasional, dari data diperkirakan laju konversi lahan sawah beririgasi
untuk telah mencapai 40.000 ha pertahun. Konversi ini sebagian besar terjadi di
Jawa. Bila produksi gabah kering giling (GKG) rata-rata 6 tonlhalsekali panen
dan dalam satu tahun tanam padi dua kali, maka produksi GKG nasional menyusut
4.840.000 ton per tahun. Suatu angka yang cukup signifikan. Di sisi lain, laju
pencetakan sawah baru sangat kecil bahkan tidak ada. Kendala utama dalam
melakukan pencetakan sawah baru selian mahal juga terhambat oleh proses lambatnya
sertifikasi dan pemetaan lahan (Edward, 2012).
SRI adalah
teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah
pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil
meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat
mencapai lebih dari 100%. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat
dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran
yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam
SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan
seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan
dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya (Jenal, 2010).
Tekanan sistem
produksi padi semakin lama semakin berat dan komplek sehingga memerlukan
terobosan spektakuler non konvensional untuk mempertahankan kapasitas sistem
produksi padi nasional sampai dengan tahun 2020. Konsep IP Padi 400 ditujukan
untuk optimalisasi ruang dan waktu, sehingga indeks pertanaman dapat
dimaksimalkan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan dan
mensinergikan antara bioteknologi dan hibridisasi konvensional yang didukung
oleh sistem perbenihan yang handal. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan
benih padi ultra genjah (< 90 hari) sebagai instrumen utama yang didukung
efisiensi waktu tanam dan panen. Saat ini telah tersedia padi umur sangat
genjah (90-104 hari) seperti varietas Dodokan, Silugonggo dan Inpari 1. Untuk
menghasilkan produksi yang optimal, maka faktor-faktor yang menghambat
produktifitas harus dipahami dan diupayakan solusinya secara baik dan benar.
Berdasarkan pengalaman maka tantangan pada Pola Tanam IP - 400 di pertanaman
padi khususnya pada lokasi lahan praktek yang perlu dipertimbangkan adalah
benih unggul yang sudah diujicoba daya kecambahnya oleh para widyaiswara dan
tim Teknis Balai bekerjasama dengan Balai Benih Padi Maros, dan pengendalian
hama dan penyakit serta gulma (Purwono, 2007)
Salah satu
kendala produksi padi dan lingkungan adalah kehilangan unsur-unsur makro yang
dibutuhkan tanaman, seperti unsur N dan K, sehingga tanaman tidak mampu
memberikan hasil produksi yang optimal karena pertumbuhannya kurang baik
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi padi, salah satunya
adalah dengan intensifikasi pertanian. Pada mulanya usaha intensifikasi
pertanian banyak menggunakan bahan kimia buatan yaitu pupuk anorganik berupa
urea dan KCl. Pupuk urea banyak digunakan karena mengandung kadar N murni
sebesar 46 % dan pupuk KCl mengandung kadar K sebesar 60-63 %. Namun pada
penggunaan yang berlebihan pupuk anorganik dapat mengakibatkan dampak negatif
pada kesuburan tanaman dan lingkungan, mengurangi kandungan bahan organik
tanah, perubahan sifat kimia dan kimia tanah serta membengkaknya biaya
produksi. Penggunaan kompos azolla tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk
anorganik sangat berperan meningkatkan produktivitas lahan sawah melalui
perbaikan struktur tanah dan penyediaan unsur hara (Anna, 2006).
SRI, kependekan
dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi metode budidaya
padi yang dikembangkan sejak 1980-an oleh pastor sekaligus agrikulturis
Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang ditugaskan di Madagaskar sejak 1961.
Awalnya SRI adalah singkatan dari "systeme de riziculture intensive"
dan pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Saat itu, SRI hanya
dikenal setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai
mendunia sebagai hasil usaha tidak pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan
direktur Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development
(CIIFAD). Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu
di China dan Indonesia. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara
dengan hasil panen berkisar 7-10 t/ha. Konsep dasar SRI adalah: (a) pindah
tanam satu bibit per lubang, usia sangat muda (7-14 hari setelah semai) dengan
jarak tanam longgar (30 cm x 30 cm) dan (b) pemberian air irigasi
terputus-putus tanpa penggenangan di petak sawah. Apabila konsep dasar dan
metoda SRI diterapkan secara benar, maka akan diperoleh panen padi lebih besar
walaupun dengan mengurangi input eksternal (air, pupuk kimia dan sebagainya)
(Karwan, 2008).
Umur bibit
mempengaruhi jumlah anakn per-rumpun dan jumlah anakan produktif dimana tanaman
padi yang ditanam pada umur bibit yang lebih tua menyebabkan tanaman kurang
mampu membentuk anakan disebabkan oleh kondisi perakaran di persemaian yang
semakin dalam dan kuat sehingga waktu pemindahan mengalami kerusakan yang cukup
berat. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh, dimana dengan kondisi
tanah yang aerob pada SRI memungkinkan perkembangan anakan menjadi lebih banyak
dan akar berkembang dengan baik. Tetapi menurut penelitian yang telah
dilaksanakan umur bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah
anakan produktif antara umur bibit 15 hari dengan umur bibit 21 hari. Perlakuan
umur bibit tidak berpengaruh terhadap malai ini diduga lebih dominan
dipengaruhi oleh genetis tanaman itu sendiri dibandingka dengan pengaruh
lingkungan (Tiur, 2009).
Peningkatan
produktivitas padi telah diupayakan di Indonesia sejak tahun 1970-an, dalam
rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan
ketahanan pangan nasional. Permasalahan serius pada budidaya padi pada lahan
sawah bukaan baru tersebut adalah keracunan Fe2+ yang menyebabkan terjadinya
defisensi hara, kerusakan sel tanaman, defisit air yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman. Adanya suatu program seleksi terhadap beberapa varietas
padi diperlukan untuk menghasilkan tanaman yang toleran terhadap cekaman
lingkungan sawah bukaan baru seperti kadar ion Fe2+ tinggi. Secara Agronomi
padi sawah toleran cekaman Fe2+ menunjukkan pertumbuhan agronomi lebih baik. Varietas
padi sawah toleran Fero (Fe2+) yang dianjurkan untuk budidaya di lahan sawah
bukaan baru antara lain adalah varietas Krueng Aceh, IR 36, dan Tukad Balian
(Sunadi, 2010).
Untuk
mendapatkan media tumbuh metode tanam padi SRI yang baik, maka lahan diolah
seperti menanam padi metode biasa yaitu tanah dibajak sedalam 25 sampai 30 em
sambi I membenamkan sisa-sisa tanaman dan rumputrumputan, kemudian digemburkan
dengan garu, lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diberikan air
ketinggiannya di petakan sawah akan merata. Dalam budidaya SRI tanah juga dapat
tidak diolah, asalkan daerah areal penanaman padi saluran drainase dan saluran
aerasenya baik dan sesuai dengan anjuran dalam metode penanaman metode SRI
(Prasetiyo, 2001).
Teknologi di
bidang pemupukan merupakan salah satu faktor penentu didalam upaya meningkatkan
produksi pangan. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang
pemupukan serta terjadinya perubahan status hara didalam tanah maka rekomendasi
pemupukan yang telah ada perlu dikaji lagi dan disempurnakan. Pupuk alternatif
itu selain dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi juga diharapkan
dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah serta tidak mencemari lingkungan.
Pupuk alternatif dimaksud antara lain Floran, Greener dan Dekorgan, berupa
pupuk organik cair yang mengandung hara makro dan mikro lengkap dan berimbang
serta mengandung asam amino, protein, hormon/enzim. Penyertaan pupuk organik
cair ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan hasil padi. Terpilihnya
Kecamatan Selemadeg dalam penelitian ini karena daerah ini merupakan sentra
produksi padi yang paling luas di Kabupaten Tabanan dengan menerapkan sistem
pertanian yang cukup intensif (Kasniari, 2007).
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No
|
Penerapan Teknologi
|
Pengamatan
|
Miggu ke
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
1
|
Varietas A (Penggenangan)
|
Jumlah Anakan
|
0
|
0
|
2
|
6
|
6
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
23,5
|
31,5
|
49
|
62
|
77,5
|
||
Varietas A (Intermitten)
|
Jumlah Anakan
|
0
|
0
|
3
|
4
|
4
|
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
30,5
|
29
|
41
|
48
|
53
|
||
2
|
Varietas A (Penggenangan)
|
Jumlah Anakan
|
0
|
0
|
2
|
4
|
5
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
25
|
25
|
50
|
69,5
|
79,5
|
||
Varietas A (Intermitten)
|
Jumlah Anakan
|
0
|
1
|
4
|
7
|
9
|
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
29
|
32
|
51,5
|
66
|
73,5
|
||
3
|
Varietas B (Penggenangan)
|
Jumlah Anakan
|
1
|
1
|
1
|
2
|
6
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
43,5
|
58,75
|
81,3
|
93
|
74,5
|
||
Varietas B (Intermitten)
|
Jumlah Anakan
|
1
|
1
|
1
|
1
|
3
|
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
21,75
|
29,65
|
38,9
|
49
|
55,5
|
||
4
|
Varietas B (Penggenangan)
|
Jumlah Anakan
|
1
|
3
|
6
|
6
|
5
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
39,75
|
48
|
60,75
|
65
|
76,5
|
||
Varietas B (Intermitten)
|
Jumlah Anakan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
2
|
|
Tinggi Tanaman (Cm)
|
39,25
|
52,5
|
62,5
|
65,25
|
75,5
|
Klmpok 1
Klmpok 2
Klmpok 3
Kelmpok 4
4.2 Pembahasan
Dari data yang telah diperoleh selama
kegiatan praktikum dapat disimpulkan bahwa sistem pengairan menggunakan metode
intermitten memang sangat efektif dalam mengurangi jumlah anakan pada tanaman
padi, hal ini dapat dilihat dari pengamatan terakhir pada varietas A yang pada
kelompok satu yang jumlah anakan pada akhir pengamatan berjumlah 4, sedangkan
untuk yang proses penggenangan jumlah anakannya yaitu 6. Untuk varietas B dalam
pengairan metode intermitten jumlah anakannya lebih sedikit dibandingkan dengan
metode pengairan tergenang. Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa untuk
metode intermitten sangat baik digunakan untuk mengurangi jumlah anakan pada
tanaman padi, hal ini dikarenakan pada pengairan sistem intermitten padi
dituntut untuk memperpanjang akar karena ketersediaan oksigen yang melimpah,
sehingga dalam hal ini menyebabkan anakan pada tanaman padi tidak dapat muncul.
Untuk parameter tinggi tanaman sistem penggenangan menunjukkan hasil yang
signifikan dibandingkan dengan sistem intermitten, hal ini dapat dilihat dari
data yang diperoleh, untuk varietas A pada kelompok 1 tinggi tanaman pada
sistem pengairan tergenang menunjukkan angka 77,5 cm dan pada kelompok 2 tinggi
tanaman sistem penggenangan menunjukkan angka 79,5 cm, untuk yang metode pengairan
intermitten tinggi tanaman padi pada varietas A yaitu 53 cm dan 73,5 cm. Untuk
tinggi tanaman pada varietas B sistempenggenangan juga menunjukkan hasil yang
baik dibandingkan dengan pengairan sistem intermitten, hal ini diperkuat dengan
data yang telah ada yaitu pada varietas B sistem penggenangan pada kelompok 3
dan 4 tinggi tanamannya adalah 74,5 cm dan 76,5 cm. Untuk intermitten sendiri
pada kelompok 3 dan 4 tinggi tanamannya yaitu 55,5 cm dan 75,5 cm. Jadi dari
semua data yang diperoleh, sistem pengairan intermitten sangat berguna dalam
mengurangi jumlah anakan dan berpengaruh negatif terhadap tinggi tanaman padi,
sedangakan untuk pengairan sistem penggenangan memberikan dampak positif
terhadaptinggi tanaman dan memberikan dampak negatif dalam jumlah anakan pada
tanaman padi.
Pengairan berselang atau yang sering
disebut intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan
tergenang secara bergantian. Pemberian air, dengan cara terputus-putus
(intermitten) dengan ketinggian air di petakan sawah maksimum 5 cm, paling baik
macak-macak (0,5 cm). Pada periode tertentu petak sawah harus dikeringkan sampai
pecah-pecah. Pemberian air terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan akar
terganggu dan pertumbuhan tunas tidak optimal. Manfaat dari penerapan pengairan
secaran berselang atau intermitten adalah:
1.
Memberi kesempatan
kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam
2.
Mengaktifkan jasad
renik yang bermanfaat bagi tanaman yang sedang dibudidayakan
3.
Menghemat air irigasi
sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas
4.
Mengurangi kerebahan
terhadapa tanaman padi.
5.
Mencegah penimbunan
asam organik dan gas H2S yang dapat menghambat perkembangan akar
6.
Meminimalisir keracunan
besi pada tanaman padi.
7.
Mengurangi jumlah
anakan yang tidak produktif.
8.
Memudahkan dalam
pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
9.
Memudahkan pengendalian
hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek
10. Menyeragamkan
pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen.
Sedangkan untuk kekurangan dari
pengairan berselang intermitten adalah:
1.
Areal lahan yang
ditanami harus memiliki saluran aerasi dan drainase yang baik, sedangkan pada
suatu daerah belum tentu areal penanaman padi dilakukan pada lahan yang
memiliki saluran drainasi dan aerasi yang baik.
2.
Apabila terdapat
kesalahan dalam pengairan secara intermitten dapat menyebabkan tanaman
mengalami stress air dan dapat menyebabkan layu semntara bahkan dapat
menyebabkan layu permanen.
3.
Banyaknya gulma yang
tumbuh dan menjadi pesaing utama tanaman padi dalam mendapatkan unsur hara
maupun mendapatkan cahaya matahari
4.
Kondisi iklim harus
sesuai dengan keinginan dari petani, sedangkan pada saat ini iklim tidak dapat
diprediksi sehingga dalam sistem pengairan ini sangat sulit dilakukan oleh para
petani.
5.
Hama tikus menjadi hama
utama.
6.
Tanaman azolla tidak dapat tumbuh, sedangkan
mikrobia yang terdapat pada daerah perakaran tanaman azolla sangat
menguntungkan bagi tanaman padi.
7.
Batang tanaman padi
dapat menjadi kecil atau tipis.
8.
Memungkinkan padi mengalami
klorosis pada bagian daunnya.
Irigasi secara umum dapat didefenisikan
sebagai suatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan air guna menunjang kegiatan
pertanian, dimana tujuan mendapatkan air tersebut dilakukan dengan usaha
pembuatan bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan membagi air secara
teratur ke petak-petak yang sudah dibagi. Sumber air untuk irigasi dapat
berasal dari berbagai jenis antara lain air hujan, air sungai , maupun air
tanah. Irigasi tidak hanya digunakan untuk mendistribusikan air, ada juga
beberapa fungsi irigasi antara lain :
1.
Membasahi tanah
Hal ini merupakan salah satu tujuan
terpenting, karena tumbuhan banyak memerlukan air selama masa tumbuhnya.
Pembasahan tanah ini bertujuan untuk memenuhi kekurangan air apabila hanya ada
sedikit air hujan.
2.
Merabuk tanah
Membasahi tanah dengan air sungai yang
banyak mengandung mineral
3.
Mengatur suhu tanah
Tanaman dapat tumbuh dengan baik dengan
suhu yang optimal. Air irigasi dapat membantu tanaman untuk mencapai suhu yang
optimal tersebut.
4.
Membersihkan tanah
Hal ini bertujuan untuk menghilangkan
hama tanaman seperti ular, tikus, serangga, dan lain-lain. Selain itu dapat
juga membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tanaman ke saluran pembuang
5.
Memperbesar ketersediaan air tahnah
Muka air tanah akan naik apabila
digenangi air irigasi yang merembes. Dengan naiknya muka air tanah, maka debit
sungai pada musim kemarau akan naik.
Pemilihan sistem irigasi untuk suatu
daerah tergantung dari keadaan topografi, biaya, dan teknologi yang tersedia. Berikut
ini akan dibahas empat jenis sistem irigasi
1)
Irigasi gravitasi (
Open gravitation irrigation )
Sistem irigasi ini memanfaatkan gaya
gravitasi bumi untuk pengaliran airnya. Dengan prinsip air mengalir dari tempat
yang tinggi menuju tempat yang rendah karena ada gravitasi. Jenis irigasi yang
menggunakan sistem irgiasi seperti ini adalah :
a.Irigasi genangan liar
Irigasi mengalirkan air ke permukaan sawah melalui
bangunan pengatur meliputi:
• Irigasi tanah lebak
Pada Irigasi tanah lebak ( lebak tanah
yang lebih rendah di sepanjang sungai ) pada saat air besar ( sehabis hujan
),air akan melimpah ke sisi sungai. Pada saat air surut maka ada sedikit sisa
air yang tertinggal
• Irigasi banjir
Prinsip irigasi banjir ini hamper sama
dengan irigasi tanah lebak, yang membedakan pada irigasi banjir dataran di sisi
sungai bukan dataran lebak sehingga diperlukan pintu air. Pinti air dibuka
sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat mengairi dataran sisi sungai. Bila
air mulai surut maka pintu air ditutup agar air tidak kembali ke sungai.
• Irigasi pasang surut
Sistem irigasi ini memanfaatkan pasang
surut dari air laut untuk mengairi sawah. Irigasi pasang surut ini dapat
dikendalikan sepenuhnya dengan cara pada saat air pasang diharapkan lapisan air
bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi kebutuhan lahan. Sedangkan pada
saat surut dilakukan proses drainase
b.Irigasi genangan dari saluran
Sistem pemberian air dan pembuangan
dapat dikendalikan seluruhnya meliputi :
• Irigasi genangan
Digunakan untuk tanaman yang memerlukan
banyak air (misalnya : padi). Sistem ini murah dalam penyelengaraan akan tetapi
air yang digunakan cenderung banyak dan boros, karena lahan harus tetap basah.
• Irigasi petak jalur ( border strip
irrigation )
Jenis irigasi ini sangat baik untuk
tembakau, jagung, dan tanaman yang sejenisnya. Dalam jenis irigasi ini
diusahakan agar lahan tidak terlalu landai agar air tidak terlalu cepat turun.
• Irigasi petak ( basin irrigation )
Jenis irigasi ini dipergunakan untuk
perkebunan
c. Irigasi alur dan gelombang
Irigasi
mengalirkan air melalui alur-alur yang ada di sisi deretan tanaman. Banyaknya
alur akan sangat bergantung pada macam tanah, kemiringan, dan jenis tanaman.
Kecepatan pengaliran tidak boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar
akan terjadi pengerusan.
2).
Irigasi siraman ( close gravitation irrigation )
Pada sistem irigasi ini air dialirkan
melalui jaringan pipa dan disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan mesin
pompa air. Sistem ini biasanya digunakan apabila topografi daerah irigasi tidak
memungkinkan untuk penggunaan irigasi gravitasi. Ada dua macam sistem irigasi
saluran :
a.Pipa tetap
Sistem ini membutuhkan banyak instalasi
pipa. Oleh karena itu pengunaan sistem seperti ini akan lebih mahal, tetapi
lebih awet
b.Pipa bergerak
Sistem ini membutuhkan sedikit instalasi
pipa, namun biasanya pipa yang digunakan cepat rusak.Keuntungan dengan
menggunakan sistem irigasi ini adalah tanah dengan topografi tidak teratur
dapat dialiri serta erosi dapat dihindari,kehilangan air sedikit, serta suhu
udara dapat diatur. Kerugian dengan menggunakan sistem ini adalah modal yang
diperlukan cukup besar, pemberian air dipengaruhi angina, sera pekerjaan tanah
dilakukan dalam keadaan tanah basah.
3). Irigasi bawah permukaan ( sub-surface irrigation
)
Pada sistem ini air dialirakan dibawah
permukaan melalui saluran-saluran yang ada di sisi-sisi petak sawah. Adanaya
air ini mengakibatkan muka air tanah pada petak sawah naik. Kemudian air tanah
akan mencapai daerah penakaran secara kapiler sehingga kebutuhan air akan dapat
terpenuhi. Syarat untuk menggunakan jenis sistem irigasi seperti ini antara
lain :
•
Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi
•
Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman 1,5 meter
– 3 meter.
•
Permukaan tanah relatif sangat datar
•
Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah
•
Organisasi pengaturan air berjalan dengan baik
4).Irigasi
tetesan ( trickle irrigation )
Air
dialirkan melalui jaringan pipa dan ditdteskan tepat di daerah penakanran
tanaman dengan menggunakan mesin pompoa sebagai tenaga penggerak. Perbedaan
jenis sistem irigasi ini dengan sistem irigasi siraman adalah pipa tersier
jalurnya melalui pohon, tekanan yang dibutuhkan kecil ( 1 atm ). Sistem irigasi
tetsan ini memiliki keuntungan antara lain :
• Tidak ada kehilangan air,karena air langsung
menetes dari pohon
• Air dapat dicampur dengan pupuk
• Pestisida tidak tercuci
• Dapat digunakan di daerah yang miring
Pola tanam SRI adalah teknik budidaya
padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah
pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil
meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat
mencapai lebih dari 100%. SRI, kependekan dari System of Rice Intensification
adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang dikembangkan sejak 1980-an
oleh pastor sekaligus agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang
ditugaskan di Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari
"systeme de riziculture intensive" dan pertama kali muncul di jurnal
Tropicultura tahun 1993. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan penyebarannya
terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia sebagai hasil usaha tidak
pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan direktur Cornell International Institute
for Food, Agriculture and Development (CIIFAD). Tahun 1999, untuk pertama
kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia. Sejak itu,
SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7-10 t/ha. Konsep
dasar SRI adalah: (a) pindah tanam satu bibit per lubang, usia sangat muda
(7-14 hari setelah semai) dengan jarak tanam longgar (30 cm x 30 cm) dan (b)
pemberian air irigasi terputus-putus tanpa penggenangan di petak sawah. Apabila
konsep dasar dan metoda SRI diterapkan secara benar, maka akan diperoleh panen
padi lebih besar walaupun dengan mengurangi input eksternal (air, pupuk kimia
dan sebagainya).
Dalam budidaya
tanaman padi menggunakan metode SRI terdapat beberapa tahapan agar pertanian
metode SRI ini dapat berhasil dan dapat menghasilkan produksi padi yang tinggi,
tahapan-tahapannya adalah:
1.
Pengolahan Tanah
Untuk
mendapatkan media tumbuh metode tanam padi SRI yang baik, maka lahan diolah
seperti menanam padi metode biasa yaitu tanah dibajak sedalam 25 sampai 30 em
sambi I membenamkan sisa-sisa tanaman dan rumputrumputan, kemudian digemburkan
dengan garu, lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diberikan air
ketinggiannya di petakan sawah akan merata.
2.
Parit
Pada petak SRI
perlu dibuat parit keliling dan melintang petak untuk membuang kelebihan air.
Letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran petak,
serta dimensi saluran irigasi.
3.
Perendaman Benih
Benih yang telah
diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air biasa. Perendaman ini
bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempereepat benih untuk
berkeeambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48 jam.
4.
Penganginan Benih
Benih yang telah
direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori
atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke dalam benih
padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan dilakukan selama
24 jam.
5.
Pemilihan Benih yang
Baik
Untuk
mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, dengan metode SRi, harus
terlebih dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan eara
penyeleksian menggunakan larutan air garam, yang langkah-Iangkahnya adalah
sebagai berikut:
·
Masukkan air bersih ke
dalam ember/panei, kemudian berikan garam dan aduk sampai larut. Masukkan telur
itiklbebek yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika telur itik belum
mengapung maka perlu penambahan garam kembali. Pemberian garam dianggap eukup
apabila posisi telur itik mengapung pada permukaan larutan garam.·
·
Masukkan benih padi
yang akan diuji ke dalam ember/panei yang berisi larutan garam. Aduk benih padi
selama kira-kira satu menit.
·
Pisahkan benih yang
mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih yang
bermutu baik atau bernas.
·
Benih yang baik atau
bernas ini, kemudian dieuei dengan air biasa samrai bersih. Dengan indikasi
bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
6.
Perendaman Benih
Benih
yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air biasa.
Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat
mempereepat benih untuk berkeeambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48
jam.
7.
Penganginan Benih
Benih
yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang
berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke
dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan
dilakukan selama 24 jam.
8.
Persemaian Benih
Persemaian
dengan metode SRI, dilakukan dengan mempergunakan nare atau tampah atau besek
atau juga di hamparan sawah, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penanaman. Pembuatan
media persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan langkah-Iangkah
sebagai berikut:
a.
Meneampur tanah, pasir
dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1 :1.
b.
Sebelum nare atau
tampah tempat pembibitan diisi dengan tanah, pasir yang sudah dieampur dengan
pupuk organik terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang dengan harapan untuk
mempermudah peneabutan dan menjaga kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan
dan disiram dengan air sehingga tanah menjadi lembab.
c.
Benih yang sudah
dianginkan ini, ditaburkan ke dalam nare yang berisi tanah.
d.
Setelah benih ditabur,
kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang tipis.
e.
Persemaian dapat diletakkan
pada tempat-tempat tertentu yang aman dari gangguan ayam atau binatang lain.
f.
Selama masa persemaian,
pemberian air dapat dilakukan setiap hari agar media tetap lembab dan tanaman
tetap segar.
9.
Penyaplakan
Sebelum penanaman terlebih dahulu
dilakukan penyaplakan dengan memakai eaplak agar jarak tanam pada areal
persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga mudah untuk disiang. Caplak
berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu. Variasi jarak tanam
diantaranya: Jarak tanam 30 em x 30 em, 35 em x 35 em, atau jarak tertentu
lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar. Setiap pertemuan garis
hasi Igaris penyaplakan adalah tempat untuk penanaman 1 bibit padi.
10. Penanaman
Dengan Metode Sri
Penanaman dengan metode SRI dilakukan
dengan langkah-Iangkah sebagai berikut:
a)
Bibit yang ditanam
harus berusia muda, yaitu kurang dari 12 hari setelah semai yaitu ketika bibit masih
berdaun 2 helai.
b)
Bibit padi ditanam
tunggal atau satu bibit perlubang
c)
Penanaman harus dangkal
dengan kedalaman 1 -1,5 em serta perakaran saat penanaman seperti huruf l
dengan kondisi tanah sawah saat menanam tidak tergenang air.
11. Pemupukan
Dalam pelaksanaan ujieoba metode SRI di
areal ada dua perlakuan dengan mempergunakan pupuk anorganik (kimia) murni dan
organik Pemupukan Anorganik (Kimial Takaran pupuk anorganik (kimia) mengikuti
anjuran Dinas Pertanian/PPL atau kebiasaan petani setempat.
a.
Pemupukan I pada umur 7
- 15 HST dengan dosis Urea 100 kglha, SP-36 50 kg/ha.
b.
Pemupukan II pada umur
25 - 30 HST dengan dosis Urea 50 kglha, Phonska 100 kg/ha.
c.
Pemupukan III pada umur
40 - 45 HST dengan dosis Urea 50 kglha, ZA 50 kg/ha.
Pemupukan
Organik yang disemprotkan terbuat dari bahan-bahan sebagai berikut:
a)
Penyemprotan I, di
lakukan pad a saat umur 10 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari daun
gamal, dengan dosis 14 liter/ha.
b)
Penyemprotan II,
dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari
batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
c)
Penyemprotan III,
dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari
urine sapi, dengan dosis 30 liter/ha.
d)
Penyemprotan IV,
dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari
batang pisang, dengan dosis 30 liter/ha.
e)
Penyemprotan V,
dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari
serabut kelapa, dengan dosis 30 liter/ha.
f)
Penyemprotan VI,
dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari
buah-buahan dan sayur-sayuran, dengan dosis 30 liter/ha
g)
Penyemprotan VI,
dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari
terasi, dengan dosis 30 liter/ha
h)
Penyemprotan VI,
dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan mempergunakan mol yang terbuat dari
terasi, dengan dosis 30 liter/ha
12. Pemberian
Air
Pemberian air, dengan cara
terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air di petakan sawah maksimum 2
cm, paling baik macak-macak (0,5 em). Pada periode tertentu petak sawah harus
dikeringkan sampai pecah-pecah. Pemberian air terlalu tinggi akan menyebabkan
pertumbuhan akar terganggu dan pertumbuhan tunas tidak optimal
13. Penyiangan
Penyiangan, dilakukan dengan
mempergunakan alat penyiang jenis landak atau rotary weeder seperti yang
dikembangkan DISIMP, atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk membasmi
gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan ngosrok atau
mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat menggemburkan
tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta
kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman
padi yang ada di dalam tanah. Penyiangan minimal 3 kali. Penyiangan pertama
dilakukan pada umur 10 hari setelah tanam dan selanjutnya penyiangan kedua
dilakukan pada umur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST dan penyiangan
keempat pada umur40 HST.
·
Lokasi SRI anorganik
a.
Pengendalian hama dan
penyakit di lokasi demplot SRI dikendalikan dengan konsep
b.
Pengendalian Hama
Terpadu (PHT),dengan cara mempergunakan varietas benih yang sehat dan resisten
terhadap hama dan penyakit, menanam secara serentak serta mempergunakan
pestisida secara selektif.
c.
Penggunaan pestisida
hanya dilakukan sebagai langkah terakhir, bila ternyata serangan hama dan penyakit
belum dapatdiatasi.
·
Lokasi SRI organik
a.
Pengendalian hama trip,
mempergunakan pestisida nabati yang terbuat dari daun sere dan bawang putih.
b.
Pengendalian belalang,
penggerek batang mempergunakan pestisida nabati yang terbuat dari buah mahoni,
daun tembakau dan daun suren. engendalian wereng, mempergunakan pestisida
nabati dan hewani yang terbuat dari daun kailan, daun tembakau dan urine sapi
yang sudah difermentasi.
Menurut pendapat saya pengairan
berselang ini masih belum diterapkan dengan baik oleh para petani yang terdapat
di daerah Jember, hal ini dikarenakan para petani jember masih berpikiran bahwa
air yang menggenangi areal persawahan menentukan hasil produksi dari areal
penanaman padi. Hal ini dapat diketahui dari suatu daerah yang para petaninya
saling berebut air untuk mengairi sawahnya. Para petani saat ini terutama
didaerah jember masih banyak belum dapat informasi tentang keuntungan dari
pengairan berselang. Padahal apabila dilihat dari keuntungan dari pengairan
secara intermitten para petani dapat menghasilkan gabah yang lebih banyak
dibandingkan dengan pertanian secara konvensional dan sistem pengairan secara
intermitten lebih efesien dalam penggunaan air dan penggunaan pupuk lebih tepat
sasaran. Apabila dilihat dari kondisi iklim pada saat ini yang terdapat di
Jember pengairan berselang sepertinya kurang tepat dilakukan, hal ini
dikarenakan hampir setiap hari Jember digenangi oleh air yang berasal dari
hujan akibat dari global warning.
BAB 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari kegiatan Praktikum Teknologi
Produksi Pangan Dan Perkebunan tentang Teknologi Produksi Budidaya Padi dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Pengairan berselang
atau yang sering disebut intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam
kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Pemberian air, dengan cara
terputus-putus (intermitten) dengan ketinggian air di petakan sawah maksimum 5
cm, paling baik macak-macak (0,5 cm).
2.
Irigasi secara umum
dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan air guna
menunjang kegiatan pertanian, dimana tujuan mendapatkan air tersebut dilakukan
dengan usaha pembuatan bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan membagi
air secara teratur ke petak-petak yang sudah dibagi.
3.
Pola tanam SRI adalah
teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah
pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil
meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat
mencapai lebih dari 100%.
4.
Pengairan berselang ini
masih belum diterapkan dengan baik oleh para petani yang terdapat di daerah Jember,
hal ini dikarenakan para petani jember masih berpikiran bahwa air yang
menggenangi areal persawahan menentukan hasil produksi dari areal penanaman
padi
5.2
Saran
Dalam kegiatan
praktikum yang telah dilaksanakan sebaiknya praktikan lebih memperhatikan penjelasan
dari asisten, hal ini bertujuan agar praktikum dapat berjalan lancar dan data
yang diperoleh valid. Selain itu dalam kegiatan praktikum yang telah
dilaksanakan sebaiknya dalam pengamatan terakhir yaitu pada saat tanaman padi
mengeluarkan malai, hal ini tujuannya adalah agar praktikan memahami dan dapat
membandingkan apakah sistem pengairan intermitten berpengaruh terhadap produksi
malai padi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anna,
H. 2006. Pemberian Kompos Azolla Dan Kombinasi Pupuk Urea Dengan Kcl Pada
Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Varietas Ciherang. Jurnal Penelitian Sistem Budidaya Padi Vol:3 No:1-3.
Edward,
S. 2012. Budidaya Pad1 Dl Dalam Polibeg Dengan Irlgasl Bertekanan Untlik
Antisipasi Pesatnya Perubahan Fungsi Lahan Sawah. Jurnal Teknotan Vol.6 No.1.
Jenal,
M. 2010. Budidaya Dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice
Intensification). Journal Inovasi
Produksi Pertanian Indonesia: Vol 2; 1-4.
Karwan,
AS. 2008. Sistem Pertanian Berkelanjutan.
Tiga Serangkai: Jakarta.
Kasniari,
D.N. 2007. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk (N, P, K ) dan Jenis Pupuk Alternatif
terhadap Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dan Kadar N, P, K Inceptisol
Selemadeg, Tabanan. Jurnal Agritrop,
26(4):168-176.
Prasetiyo,
YT. 2001. Budidaya Padi Sawah TOT (Tanpa
Olah Tanah). Tugu Emas: Malang.
Purwono,
MS. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan
Unggul. Penebar Swadaya: Bogor.
Sunadi.
2010. The Screening of Fe2+ Tolerant Rice Variety in New Wetland Field by Using
Agronomy and Physiology Indices. Jurnal
Akta Agrosia Vol 13. No. 1.
Tiur,
Hermawati. 2009. Keragaan Padi Varietas Indragiri Pada Perbedaan Umur Bibit
Dengan Metode SRI (System of Rice Intensification). Jurnal Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jambi: Vol.99.
No comments:
Post a Comment