Thursday, May 31, 2012

TEKNIK PEMBIBITN, PENYADAPAN DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN KARET


BAB 1. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan yang terdapat didaerah jember. Bagian tanaman karet yang memiliki harga jual yang tinggi adalah bagian lateksnya atau bagian getah dari tanaman karet. Karet adalah salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara Indonesia, hal ini dikarenakan pada saat ini alat yang paling populer digunakan oleh manusia dalam mempermudah melakukan aktivitasnya yaitu menggunakan kendaraan yang mana kendaraan tersebut salah satu bagiannya adalah terbuat dari karet (latek). Olah raga yang populer dan mendunia yaitu sepak bola juga membutuhkan bahan karet. Jadi dari keterangan diatas, karet merupakan salah satu komoditi yang memiliki jalur pemasaran yang luas. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai US$ 2.0 milyar, dan diperkirakan nilai ekspor karet pada tahun 2006 akan mencapai US $ 4,2 milyar.
Karet diperdagangkan dalam bentuk lateks. Karena manfaatnya yang begitu besar dan mendasar, maka banyak negara yang membudidayakannya secara besar-besaran untuk dijadikan komoditas perdagangan internasional yang menguntungkan, termasuk Indonesia. Saat ini Indonesia bersama Malaysia dan Thailand merupakan salah satu produsen karet alam terbesar dunia. Dengan kondisi alam yang sangat sesuai untuk tanaman karet dan lahan yang tersedia sangat luas, maka kemungkinan besar Indonesia menjadi produsen karet terbesar dunia dengan kualitas terbaik dapat diwujudkan. Hal ini merupakan tugas pemerintah, lembaga-lembaga penelitian, perkebunan dan perguruan tinggi karena masing-masing lembaga mempunyai metode tersendiri untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi karet Indonesia, yang akhirnya memberikan kesejahteraan kepada petani pada umumnya dan petani karet pada khususnya.
            Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet. Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau perkebunan swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.
            Permintaan yang terus meningkat, terutama dari China, India, Brazil dan negara-negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia-Pasifik. Menurut IRSG (International Rubber Study Group), dalam studi Rubber Eco-Project (2005), diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam dalam dua dekade ke depan. Karena itu pada kurun waktu 2006-2025, diperkirakan harga karet alam akan stabil sekitar US $ 2.00/kg.

1.2  Tujuan
1.        Memberikan wahana aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.
2.        Memberikan pengalaman dan melatih ketrampilan mahasiswa dalam menganalisa intensifikasi teknologi budidaya Karet.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


            Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil lalu menyebar ke Nepal, India, Pakistan, Banglades, Sri Langka, Myanmar, Thailan, Laos, Kamboja, Vietnam dan Cina Selatan. Setelah percobaan berkali-kali dilakukan oleh Henry Wickham, tanaman karet berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Tanaman karet di Indonesia, Malaysia dan Singapura mulai dibudidayakan sejak tahun 1876. Tanaman karet di Indonesia pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor (Wibowo, 2008).
            Tinggi tanaman karet dapat mencapai 20 meter atau lebih. Sedangkan umur biologi bisa mencapai 100 tahun. Tetapi karena ekonomi umur tanaman karet yang diusahakan hanya menguntungkan umur 25 – 30 tahun. H. brasiliensis bersifat uniseksual (berkelamin satu) dan monoceous (berumah satu). Bunga betina dan bunga jantan terdapat dalam satu karangan bunga (inflorescentia) yang sama. Setiap inflorescentia terdiri dari satu tangkai utama yang disebut poros bunga dengan 5 – 14 malai sebagaicabang-cabang samping. Bunga betina terdapat pada ujung tangkai utama dan ujung dari cabang-cabangnya. Pada cabang-cabang bawah bunga tersebut duduk bunga-bunga jantan. Berdasarkan letak kedua bunga tersebut dapat dijadikan bahwa pada ujung-ujung sumbu yang lebih dekat dengan jalan saluran makanan pada umumnya duduk bunga betina, karena energi yang dibutuhkan untuk pembentukan bunga betina lebih besar daripada bunga jantan. Bunga betina ukurannya lebih besar dari bunga jantan, tetapi jumlahnya lebih sedikit (Tumpal, 1995).
            Peranan karet alam di Provinsi Jambi dpat dilihat dari luas areal dan juga jumlah penduduk yang bergantung pada industri perkaretan yang meliputi petani karet, pedagang karet, buruh dan karyawan pabrik pengolah serta instansi yang terkait baik langsung maupun tidak langsung. Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh komoditas karet tercatat 414 ribu tenaga atau 55% dari total tenaga kerja sub sektor perkebunan. Pada tahun 2000, karet rakyat Provinsi Jambi mencakup seluas 543 ribu ha atau 97% dari total luas areal karet di Provinsi Jambi, dngan total produksi sekitar 224 ribu ton. Secara umum permasalahan yang ditemui pada perkebunan karet rakyat di Provinsi Jambi adalah rendahnya hsil serta beragam dan rendahnya mutu bahan olah karet (bokar). Hal ini disebabkan antara lain masih luasnya areal tua yang perlu diremajakan, yaitu sekitar 87 ribu ha yang etrsebar di 6 kabupaten sentra karet. Sellain itu, data statistik menunjukkan bahwa luas areal karet rakyat yang mampu dibangun melalui berbagai proyek selama 20 tahun hanya sekitar 30 ribu ha atau 14% dari karet di Provinsi Jambi (Yulia, 2008).
            Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin khususnya Brazil, sehingga diberi nama ilmiah Hevea brasiliensis (Setiawan dan Andoko, 2005). Di Indonesia perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906. Sedangkan perkebunan karet rakyat dimulai sekitar tahun 1904 -1910. Produktivitas yang rendah merupakan permasalahan karet di negara kita, dengan salah satu penyebab adalah kurangnya informasi tentang klon unggul di kalangan petani karet merupakan penyebab karet yang ditanam umumnya berasal dari bibit lokal yang belum teruji produktivitasnya. Pemeliharaan dalam budidaya tanaman karet merupakan pekerjaan yang sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pertanaman karet di kemudian hari. Perawatan tanaman karet sebelum  berproduksi terdiri atas : penyulaman, penyhangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan serta pemeliharaan tanaman penutup tanah (Hamidah, 2007).           
            Hutan memiliki sumberdaya yang menghasilkan kayu sebagai komoditas pokok, tetapi juga memilik sumberdaya hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti madu, tanaman obat, rotan, hewan buruan, damar, resin dan lainnya. Salah satu tanaman hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu getah/resin jernang. Produk getah jernang merupakan hasil hutan non kayu dengan nilai ekonomis tinggi. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa pengumpulan getah jernang sudah semakin langka. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya upaya penanaman kembali (budidaya). Untuk itu perlu dikembangkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai ekonomis, salah satunya yaitu rotan jernang. Rotan jernang merupakan tanaman yang  dimanfaatkan oleh masyarakat Jambi sejak zaman dahulu. Resin/getah jernang dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat karena memiliki nilai ekonomis dan ada pangsa pasarnya. Jika selama ini rotan jernang di manfaatkan oleh masyarakat dengan jalan mencari/memanen di dalam hutan, seiring semakin berkurangnya tutupan hutan dan kelangkaan tanaman jernang di Sarolangun, maka di masyarakat mulai muncul inisiasi untuk membudidayakan dan menanam tanaman jernang di dalam kebun-kebun karet masyarakat atau yang biasa di sebut dengan pola agroforestry, karena agroforestry karet telah umum dilakukan oleh masyarakat Jambi (Ardi, 2011).
            Bertanam secara tumpangsari (sebagai tanaman sela) di bawah tegakan tanaman perkebunan merupakan salah satu alternatif dalam budidaya talas ternaungi. Bertanam secara tumpangsari merupakan bentuk modifikasi pertanaman ganda, terdiri atas dua jenis tanaman atau lebih yang ditanam pada lahan yang sama dan waktu tanam sama atau berbeda tetapi masih dalam fase vegetatif. Di lahan tidur di bawah tegakan karet belum menghasilkan (TBM) yang selama ini belum dioptimalkan pemanfaatannya, talas dapat dikombinasikan sebagai tanaman sela. Menurut BPS potensi lahan TBM yang dapat dimanfaatkan sekitar 1,5 juta hektar. Kendala utama yang dihadapi pada budidaya tanaman seperti ini ialah rendahnya intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tanaman talas.  Di Indonesia, teknik budidaya tanaman sela di bawah tegakan tanaman perkebunan sudah lama dilakukan oleh petani. Penanaman berbagai tanaman pangan di bawah tegakan karet sudah biasa dilakukan oleh petani. Petani melakukan budidaya tanaman sela umumnya masih secara sampingan (Djukri, 2006).
            Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim sebagai berikut : suhu rata-rata harian 28° C (dengan kisaran 25-350 C) dan curah hujan tahunan rata-rata antara 2.500 – 4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150 hari per tahun. Pada daerah yang sering turun hujan pada pagi hari akan mepengaruhi kegiatan penyadapan. Angin juga dapat mempengaruhi pertumbuhan pertanaman karet, angin yang kencang dapat mematahkan tajuk tanaman. Di daerah berangin kencang dianjurkan untuk ditanamai penahan angin di sekeliling kebun. Selain itu angin menyebabkan kelembaban udara di sekitar tanaman menipis. Dengan keadaan demikian akan memperlemah turgor tanaman. Tekanan turgor yang lemah berpengaruh terhadap keluarnya lateks pada waktu sadap, walaupun tidak berpengaruh nyata, tetapi angin akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang diperoleh (Djoehana, 1993).
            Pada lahan-lahan bekas tambang yang berada dekat pemukiman penduduk, seyogyanya vegetasi lahan perlu dilakukan dengan menggunakan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dikelola setelah lahan tersebut diserahkan kepada penduduk. Salah satu jenis tanaman perkebunan yang dapat digunakan sebagai alternatif kegiatan revegetasi memiliki nilai ekonomis tinggi adalah tanaman karet. Beberapa keunggulan tanaman karet yaitu: (1) memiliki tingkat toleransi terhadap kemasaman tanah; (2) karet masih sangat menguntungkan diusahakan dalam sekala kecil dan menangah; dan (3) teknologi pengolahannya sangat dipahami masyarakat umum. Keberhasilan revegetasi tersebut selain berdampak terhadap aspek sosial ekonomi juga terhadap aspek konservasi lingkungan (Akhmad, 2009).
            Potensi pasokan kayu sebagai bahan baku industri perkayuan yang berasal dari hutan alam semakin berkurang baik dari segi mutu maupun volumenya. Dengan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet, pemanfaatan kayu karet saat ini semakin meluas sehingga kebutuhan bahan baku dari kayu karet semakin meningkat. Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku industri cukup besar. Luas tanaman karet pada tahun 1997 sekitar 3.4 juta hektar. Jika setiap tahunnya dapat diremajakan 3 persen saja dari perkebunan besar dan 2 persen dari perkebunan rakyat, maka akan diperoleh sekitar 2.7 juta m3/tahun.Dalam pengelolaan kayu karet di lapangan terdapat berbagai kendala di antaranya masih banyak kebun karet terutama karet rakyat yang tidak mempunyai akses jalan, rendemen kayu karet yang rendah, suplai kayu karet umumnya hanya tersedia pada musimmusim tertentu saja, dan lokasi pabrik pengolahan (pengawetan) jauh dari lokasi kebun sehingga nilai guna dan nilai ekonomis kayu karet masih rendah. Sampai saat ini kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam. Persediaan kayu dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi mutu maupun volumenya. Hal ini disebabkan kecepatan pemanenan yang tidak seimbang dengan kecepatan penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin besar. Disisi lain kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat, hal ini berarti pasokan bahan baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau hanya mengandalkan kayu yang berasal dari hutan
alam, terutama setelah kayu ramin, meranti putih, dan agathis dilarang untuk diekspor dalam bentuk kayu gergajian. Kondisi ini perlu ditanggulangi sedini mungkin agar tidak terjadi kesenjangan antara potensi pasokan kayu hutan dengan besarnya kebutuhan kayu. Usaha untuk memenuhi permintaan kayu tersebut dapat dipenuhi melalui pengusahaan hutan produksi, seperti pembangunan hutan tanaman industri, walaupun hasilnya belum memuaskan. Oleh karena itu perlu dicari jenis kayu substitusi yang dapat memenuhi persyaratan untuk berbagai keperluan. Kayu karet yang dihasilkan dari perkebunan karet merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan. Perkebunan karet di Indonesia cukup luas dan sebagian sudah waktunya diremajakan (Dwi, 2010).
            Penyakit gugur daun corynespora umumnya pertama kali menyerang daun
karet yang masih muda, dengan gejala berupa bercak hitam pada urat atau tulang daun. Gejala tersebut baru akan terlihat setelah daun berwarna hijau muda atau hijau tua. Pada priode selanjutnya gejala tersebut akan berkembang mengikuti tulang atau urat daun meluas ke bagian lainnya sehingga bercak akan tampak seperti tulang ikan. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan maka gejala ini akan bertambah meluas dimana bercak akan berbentuk bulat atau tidak teratur. Pada bagian tepi bercak berwarna cokelat dan terdapat sirip-sirip berwarna cokelat atau hitam dengan bagian pusat kering. Selanjutnya daun-daun yang sakit tersebut
akan menguning atau cokelat dan akhirnya. Sumatera selatan merupakan sentra perkebunan karet yang rawan akan serangan penyakit gugur daun tersebut. Serangan cendawan Corynespora cassiicola dapat mengakibatkan gugurnya daun secara terus menerus sehingga tanaman meranggas sepanjang tahun. Akibatnya pertumbuhan tanaman karet menjadi kerdil dan terhambat sehingga tidak mampu atau sedikit menghasilkan latek. Serangan lanjut dapat mengakibatkan matinya tanaman karet (Nurhayati, 2006).


DAFTAR PUSTAKA

Akmad, S. 2009. Respon Tanaman Karet Pada Lahan Pasca Tambang Batu Bara terhadap Bahan Amelioran Beupa Pupuk NPK dan Kapur Dolomit. Jurnal AGRIFOR Vol VIII No. 1.

Ardi, 2011. Prospek Usaha Agroforestry Karet Dan Jernang Di Kabupaten Sarolangun-Jambi. Jurnal Agroforesty Karet dan Jernang- Vol. 6 No.1:10-14.

Djoehana, S. 1993. Karet. Kanisius: Yogyakarta.

Djukri, 2006. Karakter Tanaman Dan Produksi Umbi Talas Sebagai Tanaman Sela di Bawah Tegakan Karet. Jurnal BIODIVERSITAS Jurusan Biologi Pertanian.Vol.7:256-259.

Dwi, S. 2010. Pengaruh Konsentrasi Cupri Sulfat Terhadap Keawetan Kayu Karet. Jurnal Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses.

Hamidah, 2007. Pengaruh Pengendalian Gulma Dan Pemberian Pupuk Npk Phonska Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) Klon Pb 260. Jurnal Pengaruh Pengendalian Gulma tanaman Karet.

Nurhayati, 2006. UJI Kerentanan Daun Karet terhadap Jamur Corynespora cassiicola. Jurnal Tanaman Tropika 9(2)102-109.

Tumpal, S. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius: Yogyakarta.

Wibowo, S. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya: Bogor

Yulia, M. 2008. Upaya Optimalisasi Lahan Peremajaan Karet Dengan Tanaman Sela (Intercropping). Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat No. 45.


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
Kegiatan
Gambar kegiatan
Pembibitan
cEkRiEkz040
Penyadapan
cEkRiEkz042
Penerimaan lateks
cEkRiEkz045
Pembuatan sheet
Dalam pembuatan sheet ini tidak dapat mengambil gambar, hal ini dikarenakan termasuk dalam rahasia perusahan dari perkebunan renteng
Pembakaran
cEkRiEkz050
Pengepakan
Dalam Proses pengepakan juga tidak dapat mengambil gambar dikarenakan termasuk dalam rahasia perusahaan dan tidak boleh banyak orang yang tau dalam pengepakan latek.
Pengolahan Limbah
cEkRiEkz047


4.2 Pembahasan
            Berdasarkan kunjungan lapang yang telah dilaksanakan di perkebunan renteng yang terdapat di daerah Jenggawa kabupaten Jember kami dapat mengetahui cara budidaya tanaman karet dari awal pembibitan sampai pengambilan lateks. Dalam budidaya karet tahap yang pertama yaitu dari pembibitan karet, pembuatan kebun entress, okulasi (penggunaan klon unggul), pemeliharaan kebun karet, penyadapan hingga penanganan pasca panen/pengolahan lateks.
1)        Pembibitan Tanaman Karet
Pembibitan karet adalah salah hal penting yang perlu diperhatikan benar pelaksanaannya. Jenis klon karet akan sangat mempengaruhi banyaknya getah yang akan dihasilkan nantinya apabila tanaman sudah mulai besar. Tanaman karet sendiri dapat diperbanyak dengan cara vegetatif maupun secara generatif.
Dalam pembibitan karet secara generatif yaitu melalui biji, maka biji tersebut dapat diperoleh dari kebun benih yang kemudian perlu adanya seleksi biji untuk mendapatkan biji yang terbaik. Cara manual yang bisa dilakukan adalah melalui metode pelentingan menggunakan alat penguji pelentingan biji karet. Langkah awal untuk mendapatkan biji berkualitas baik adalah dengan memasukkan biji karet tersebut kedalam alat penguji, dan apabila biji tersebut dapat memantul keatas yang menandakan bahwa biji tersebut bagus. 
Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu untuk menghindari tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam yang sesuai adalah pada musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk kegiatan-kegiatan dalam pembuatan lubang tanam, pembongkaran, dan penanaman bibit.
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
a.    Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.
b.    Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas.
c.    Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral.
d.    Bebas dari penyakit jamur akar (jamur akar putih).
Untuk kebutuhan bibit, dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk cadangan sebanyak 10% (47 bibit) sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.
2)        Pembuatan Kebun Entres dan Penggunaan Klon Unggul Pada Kebun Entres
Klon merupakan tanaman yang diperoleh darai hasil perbanyakan secara vegetatif. Klon dihasilkan melalui penelitian dan pengujian selama bertahun tahun. Klon memiliki kelebihan daripada tanaman yang dikembangkan melalui biji antara lain tumbuhnya lebih serempak dan seragam dan jumlah lateks yang dihasillkan jauh lebih banyak.
Penamaan klon tanaman karet berasal dari lembaga yang melakukan penelitian klon tersebut misalnya klon BPM meruapakan hasil penelitian dan pengembangan dari Balai Penelitian Medan, begitu pula klon yang lainnya seperti klon RRIM (Rubber Research Institute of Malaysia), GT (GOndang Tapen), AVROS (Algemene Vereneging van Rubberonderneming en in Oost Sumatera), PB(Prang Besar), PR (Proefstation),LCB (Land Caoutchouc) danWR (Wangon Rejo). Tetua dalam persilangan buatan buatan banyak menggunakan klon seri BPM dan GT dari Indonesia. Sedangkan tetua lain, seperti beberapa klon seri RRIM, PB (berasal dari Malaysia) dan RRIC (berasal dari Sri Lanka) masuk ke Indonesia melaalui program pertukaran klon internasional yang dilakukan pada tahun 1974.
Sejak pertama kali dilakukan, pemuliaan karet di Indonesia saat ini telah memasuki periode atau siklus generasi ke-4 (keempat). Pembagian tahapan tersebut menurut Suhendry, I. (2002) adalah:
a.    Generasi I (<1930) : seedling terpilih
b.    Generasi II (1930 – 1960) : AVROS 2037, PIL-B 84, PB 86, Tjir 1, GT 1, LCB 1320, LCB 479, PR 107, WR 101.
c.    Generasi III (1983-1992) : PR 255, PR 261, PR 228, PR 300, PR 303, RRIM 600, BPM 1 dan seri TM.
d.    Generasi IV (1993-sekarang) : BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, PB 217, PB 330, RRIC 100, RRIM 712 dan klon klon seri IRR.
Pada siklus ke-4 (keempat), klon klon yang dihasilkkan merupakan hasil penggabungan antara klon klon hasil seleksi Generasi II dengan Generasi III atau sebaliknya. Klon IRR seri 100 merupakan salah satu klon yang dihasilkan pada Generasi IV yang produktivitasnya dapat mencapai 2500 kg/ha/tahun. Salah satu klon IRR seri 100 yang mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan yaitu :
IRR 118. Klon klon anjuran konvensional terdiri dari 3 (tiga) kategori, antara lain klon penghasil lateks, klon penghasil kayu dan klon penghasil lateks dan kayu (Tabel 2).
Tabel 2.  Beberapa Klon anjuran Komersial
Klon Penghasil Lateks
Klon penghasil Kayu
Klon pengahsil lateks dan kayu
BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260
BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118.
IRR 70, IRR 71, IRR 72 dan IRR 78

Tanaman yang berumur lebih dari sepuluh tahun dan dipelihara sesuai standar adalah tanaman yang dapat diambil bijinya, karena mutu bijinya lebih baik. Pada umumnya biji yang dapat dimanfaatkan berasal dari perkebunan besar atau proyek peremajaan karet rakyat dengan hamparan yanf cukup luas (Anonim, 2007).
c. Penyadapan
Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang Kulit karet dengan ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang sadap petani karet untuk memperoleh pendapatan selama kurun waktu sekitrar 30 tahun. Oleh sebab itu penyadapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merisak kulit tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam penyadapan, maka produksi karet akan berkurang (Santosa, 1986).
Menurut Pendle, lateks mengandung beragam jenis protein katena lateks adalah cairan sitiplasma, protein ini termasuk enzim-enzim yang berperan dalam sintesis molekul karet (Hience, L, 2008). Sebagian protein hilang sewaktu pemekatan lateks yaitu karena pengendapan dan karena terbuang dalam lateks skim. Protein yang tersisa dalam lateks pekat kurang lebih adalah 1% terhadap berat lateks dan terdistribusi pada permukaan karet (60%) dan sisanya sebesar 40% terlarut dalam serum lateks pekat tersebut (Pendle, 1992).
Musuh yang paling mengganggu para penyadap karet (Hevea brasiliensis) adalah hujan di pagi hari. Sebab jika kulit batang karet (balam) basah, getah akan luber keluar dari jalur (pelat) yang dibentuk oleh tarikan pahat. Jika hujan pagi, berarti hari libur para penyadap karet (penakok). Sedang musuh yang paling ditakutkan adalah hujan turun saat ngangkit (mengumpulkan getah dari sayak atau mangkuk penampung) (Darmandono, 1995). Hasil memutari pohon-pohon karet satu kebun bisa jadi tanpa hasil jika air hujan meluberi sayak (tempurung penampung) cairan getah karet. Namun musuh yang paling dibenci para penyadap karet adalah harga getah/lateks “jatuh” sedang harga kebutuhan sehari-hari meninggi (Radjam, 2009).
Penggunaan stimulan karet memang sangat menguntungkan bagi para petani atau perkebunan karet, hal ini dikarenakan tanaman karet yang telah diberi stimulan tersebut dapat menghasilkan getah / latek yang banyak karena stimulan tersebut merangsang enzim dan mempercepat metabolisme penghasil latek yang terdapat pada tanaman karet. Dalam penggunaan stimulan pada tanaman karet tergantung dari jenis tanaman karetnya. Ada tanaman karet yang memproduksi latek dalam jumlah banyak apabila diberi stimulan dan ada juga getah karet yang resisten terhadap pemberian stimulan. Namun dari kegiatan Fieldtrip yang telah dilaksanakan kemarin rata-rata tanaman karet peka terhadap pemberian stimulan, hal ini dapat diketahui pada saat dilapang yang mana pada setiap tanaman karet semua terdapat alat untuk memasukkan stimulan tersebut.
Penyadapan merupakan suatu tindakan membuka pembuluh lateks agar lateks yang terdapat di dalam tanaman karet keluar. Penyadapan dapat dilakukan sekitar umur 4,5-6 tahun tergantung pada klon dan lingkungan. Tahapan penyadapan sesuai aturan, diantaranya :
a.        Menentukan matang sadap
·      Matang sadap pohon. Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap pohon tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan ganguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan lilit batang. Untuk umur tidak dapat dijadikan pedoman menentukan matang sadap. Pengukuran lilit batang terhadap pohon yang sudah masuk matang sapad dapat dilakukan dengan :
-         Lilit batang 45 cm atau lebih.
-         Ketinggian 100 cm dpo (di atas pertautan okulasi).
·      Matang sadap kebun. Apabila pada kebun, jumlah tanaman matang sadap sudah mencapai >60%. Misalkan, jarak tanam 6 x 3 m (555 pohon/ha), maka pohon matang sadapnya sudah mencapai 333 pohon/ha.
b.    Teknis Pelaksanaan Buka Sadap
·      Dilakukan pada pohon dan kebun yang sudah matang sadap
·      Ditetapkan berdasarkan:
a. Tinggi bukaan sadap
b. Arah dan sudut kemiringan irisan sadap
c. Panjang irisan sadap
d. Letak bidang sadap
·      Penggambaran bidang sadap:
a.    Tanaman okulasi 130 cm dpo
b.    Tanaman seedling 100 cm
c.    Arah: dari kiri atas ke kanan bawah, alasannya: Pembuluh lateks posisinya  dari kanan atas ke kiri bawah membentuk sudut 3.7° dengan bidang datar.
·      Sudut kemiringan sadap.
a.    Bidang sadap bawah: 30°-40° terhadap bidang datar.
b.    Bidang sadap atas : 45°.
c.    Pemasangan Talang dan Mangkuk Sadap
Pemasangan talang dan mangkuk sadap dilakukan setelah penggambaran bidang sadap. Pemasangannya diletakkan di bawah ujung irisan sadap bagian bawah. Talang sadap terbuat dari seng selebar 2,5 cm dengan panjang ±8 cm. Talang sadap dipasang pada jarak 5 - 10 cm dari ujung irisan sadap bagian bawah, tepat di atas garis sandar depan yang juga berfungsi sebagai parit untuk aliran lateks. Pemasangan talang sadap di bagian ini bertujuan supaya tidak mengganggu pelaksanaan penyadapan, lateks dapat mengalir dengan baik, dan tidak terlalu banyak meninggalkan getah bekuan pada batang.
Mangkuk sadap umumnya terbuat dari tanah liat, plastik atau aluminium.  Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan mangkuk adalah harus mudah dipakai, mudah dibersihkan, dapat dipergunakan dalam jangka waktu lama, ekonomis dan mudah didapat. 
Mangkuk sadap dipasang pada jarak 15 cm - 20 cm di bawah talang sadap.  Pemasangan mangkuk sadap di posisi ini bertujuan supaya lateks dapat mengalir sampai ke mangkuk dengan baik, dan penyadap tidak mengalami kesulitan mengambilnya sewaktu pengumpulan lateks.
d.    Kedalaman Irisan Sadap dan ketebalan irisan sadap
Kedalaman irisan sadap dianjurkan 1-1,5 mm dari kambium. Hal ini dikarenakan di dalam kulit batang terdapat pembuluh lateks, semakin ke dalam semakin banyak, jangan sampai terjadi kerusakan kambium agar kulit pulihan dapat terbentuk dengan baik dan lamanya penyadapat berkisar 25-30 tahun.  Ketebalan sadap dianjurkan sebesar 1,5-2,0 mm setiap penyadapan.
Menurut Sapta Bina Usaha Tani Karet, 2003 menyatakan bahwa :
a.    Frekuensi Penyadapan
  1. Frekuensi penyadapan: jumlah penyadapan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
  2. Penentuan frekuensi penyadapan berkaitan dengan panjang irisan dan intensitas penyadapan.
  3. Panjang irisan: ½ S (spiral)
  4. Frekuensi penyadapan:
·        Tahun pertama: d/3 (3 hari sekali).
·        tahun selanjutnya: d/2 (2 hari sekali) panjang irisan dan frekuensi penyadapan bebas.
b.    Waktu Penyadapan
Sebaiknya penyadapan dilakukan Jam 5.00-7.30 pagi hari, dengan dasar pemikirannya:
a.    Jumlah lateks yang keluar dan kecepatan aliran lateks dipengaruhi oleh tekanan turgor sel.
b.    Tekanan turgor mencapai maksimum pada saat menjelang fajar, kemudian menurun bila hari semakin siang.
c.    Pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan dengan baik bila hari sudah cukup terang.
Pengolahan karet ini mepertimbangkan bahan baku. Bahan baku dalam pengolahan karet adalah lateks yang belum mengalami pra koagulasi. Lateks merupakan cairan yang berbentuk koloid berwarna putih kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh pohon karet. Menurut Oktaviana, 2009 menyatakan bahwa ciri-ciri lateks yang digunakan untuk menghasilkan lembaran slab yang baik, yaitu :
a.    Berbau segar atau langu wengur.
b.    Mempunyai KKK (Kader Karet Kering) yang tinggi yaitu 20% - 25%.
c.    Tidak mengandung kotoran, yaitu kotoran dari benda lain yang tercampur dalam lateks, msalnya tatal kayu, daun, tanah, dan lain-lain.
d.    Tidak terdapat bintik-bintik gumpalan karet atau terjadi proses pra koagulasi. Mempunyai pH antara 6,5 – 7,0.
Pada proses penyadapan lateks dilakukan dengan pelukaan kulit batang karet. Di dalam kulit batang terdapat pembuluh lateks, semakin ke dalam semakin banyak. Namun, dalam aplikasinya jangan sampai terjadi kerusakan kambium agar kulit pulihan dapat terbentuk dengan baik. Sehingga lamanya penyadapan dalpat berlangsung selama 25–30 tahun.
Penyadapan karet bila melukai pohon/kambium akan mengakibatkan kerusakan pada kulit. Kerusakan ini disebabkan kerukan cambium akan menyebabkan proses transportasi dari akar yang berupa air dan hara maupun dari daun yang berupa hasil fotosintesis kebagian tanaman lainnya tidak dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian pada tanaman yang luka akan sulit mendapatkan bahan-bahan atau enzim yang dapat menutup luka yang telah terjadi.


BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman Pangan dan Perkebunan acara 4 yaitu Teknik Pembibitan, Penyadapan dan Pengolahan Hasil Tanaman Karet, dilakukan pada tanggal 28 April 2012, pukul 06.00 WIB. Pelaksanaan praktikum ini di areal lahan budidaya Karet, Perkebunan Renteng, Kecamatan Jenggawa, Kabupaten Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut :
1.        Alat tulis.
2.        Kamera.

3.2.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.        Beberapa jenis tanaman karet.

3.3 Cara kerja
1.        Mengunjungi areal penanaman Karet.
2.        Memilih beberapa contoh tanaman dan mengamati secara teliti ciri-ciri yang ada dari tiap jenis tanaman karet tersebut.
3.        Mendiskusikan beberapa karakteristik tanaman kelapa karet dengan para teknisi lapangan.
4.        Membuat laporan sesuai dengan topik yang telah ditentukan.


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
   Berdasarkan praktikum lapang yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.        Teknik yang umumnya dilakukan untuk budidaya tanaman karet adalah pembibitan, pemeliharaan, penyadapan, dan pemanenan/pengolahan hasil karet(Lateks).
2.        Penggunaan stimulan karet memang sangat menguntungkan bagi para petani atau perkebunan karet, hal ini dikarenakan tanaman karet yang telah diberi stimulan tersebut dapat menghasilkan getah / latek yang banyak karena stimulan tersebut merangsang enzim dan mempercepat metabolisme penghasil latek yang terdapat pada tanaman karet.
3.        Penyadapan karet bila melukai pohon/kambium akan mengakibatkan kerusakan pada kulit. Kerusakan ini disebabkan kerukan cambium akan menyebabkan proses transportasi dari akar yang berupa air dan hara maupun dari daun yang berupa hasil fotosintesis kebagian tanaman lainnya tidak dapat berjalan dengan baik.
4.        Lateks mengandung beragam jenis protein katena lateks adalah cairan sitiplasma, protein ini termasuk enzim-enzim yang berperan dalam sintesis molekul karet

5.2 Saran
            Dalam kegiatan lapang sebaiknya praktikan diberi akses dari areal pengolahan karet ke kebun penanaman tanaman karet agar lebih efisien waktu dan tenaga.  Selain itu sebaiknya asisten harus datang tepat waktu atau datang lebih awal ke areal perkebunan hal ini dikarenakan untuk lebih efisiensi terhadap waktu.

No comments:

Post a Comment